Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengecap Rasa Cap Go Meh di Puri Tri Agung Sungailiat

10 Februari 2020   03:56 Diperbarui: 10 Februari 2020   04:21 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada pkl. 16.30, Sabtu, 8 Februari 2020 mendung mengapung di atas Bukit Rebo, Sungailiat. Hujan ataupun gerimis tipis-tipis adalah keniscayaan untuk malam hari, jika kepekatan menjadi tolok ukur.

Akan tetapi, cuaca tidak perlu dibaca atau diukur dengan tolok-tolokan atau apalah oleh para pengunjung Puri Tri Agung, Jalan Nirwana Pantai Tikus. Sore itu perayaan Cap Go Meh 2571 akan lebih aduhai dinikmati dengan teduh, dan angin pantai yang terus-menerus mengibarkan bendera merah-putih dan umbul-umbul.  

dokpri
dokpri
Ya, seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan Cap Go Meh diselenggarakan di pagoda yang diresmikan pada 16 Januari 2015, bahkan telah menjadi agenda pariwisata Kab. Bangka, sehingga publisitasnya telah disiarkan media lokal pada Senin, 3 Februari. Pihak penyelenggaranya adalah Yayasan Bangka Jaya Lestari.

Perayaan Cap Go Meh akan dimulai pada pkl. 17.00, dan terbuka untuk umum, baik anak-anak maupun kakek-nenek. Sebagian pengunjung memanfaatkan waktu, cuaca, dan suasana dengan berfoto-foto, apalagi bagi mereka yang memang baru satu-dua kali berkunjung. 

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Batas horison di kejauhan. Mercusuar tua yang masih berfungsi. Batu-batu granit. Panorama pesisir terlihat sangat jelas karena posisi Puri Tri Agung memang cukup tinggi dan mengarah ke laut.

Atau sebaliknya. Anak tangga menuju pelataran puri bisa menjadi tempat alternatif untuk berfoto dengan latar patung Budha dan Puri Tri Agung yang berarsitektur sangat aduhai. Latar Bukit Betung yang hijau dan lansekap sekitar yang banyak tumbuhan hijau semakin menguatkan tampilan pagoda.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Di samping itu, ada juga tempat berfoto yang telah disediakan oleh panitia. Sebuah bidang vertikal ukuran 2 m X 2 m dengan cetakan bertuliskan "Cap Go Meh Puri Tri Agung, 8 Februari 2020" serta nuansa merah. Di atas tergantung lampu-lampu bulat, yang akan aduhai jika pada malam hari.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Waktu pun melaju hingga mendekati acara pembukaan. Pkl. 17.00. Pihak puri mengadakan doa bersama. Aroma dupa sudah menyapa para pengunjung sejak tiba di pelataran puri, tepatnya di bawah patung Budha dan satu di belakangnya, apalagi angin menyebarkannya dengan leluasa.

Bagi para pengunjung yang tidak mengikuti sembahyang, di pelataran telah menunggu kursi-kursi plastik untuk memangku. Ada yang berada di samping panggung atau sebelah kanan ketika masuk ke pelataran. Ada juga di sebelah kiri.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Pada sisi sebelah kiri juga tersedia makanan-minuman gratis. Lontong "Cap Go Meh", bubur kacang hijau, thewfu fa (kembang tahu) dengan kuah jahe yang sedap, air putih dalam kemasan gelas plastik, tiga tenda kopi nasional, dan satu tenda permen nasional.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
10-gratis-4-5e406af9d541df614b6842d6.jpg
10-gratis-4-5e406af9d541df614b6842d6.jpg
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Pada pkl. 17.45 acara sembahyang bersama selesai. Musik barongsai berbunyi. Para pemainnya merupakan kelompok barongsai "Bodhi Dharma Shaolin" yang sangat terkenal karena pernah memenangkan kejuaraan tonggak barongsai tingkat dunia di Ancol, Jakarta  (2016), kejuaraan barongsai tingkat dunia di Malaysia, bahkan dalam kejuaraan dunia MGM di Macau (2016), dan di negara-negara lainnya.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Musik berbunyi sebelum pkl. 18.00 itu bukanlah berarti atraksi barongsai menjadi pembuka acara, melainkan mereka menggelar ritual di pelataran puri, penghormatan kepada Budha, dan Dewi Kwan Im. Sementara atraksi sesungguhnya belum mereka tampilkan.

Para pengunjung bisa melihat dari jarak beberapa meter saja. Sambil menikmati kuliner gratis sejak pkl. 17.30, tentu saja pembauran pemain dan pengunjung tampak aduhai sekali.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Pada pkl. 18.00 acara untuk umum pun dimulai di panggung, meski sebagian tamu undangan, khususnya pejabat pemda dan aparat terkait  belum hadir. Acara itu adalah Pembacaan Dhammapada yang ditampilkan oleh sepasang remaja.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Berikutnya ialah atraksi Wushu yang ditampilkan oleh pelajar SD Setia Budi Sungailiat, musik dan lagu, atraksi Wushu yang ditampilkan oleh Kurnia Wushu Pangkalpinang, Tarian "Senam Gembira" oleh murid-murid Sekolah Minggu Puri Tri Agung, dan musik-lagu.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Hari semakin gelap alias malam sudah bersemayam. Para pengunjung semakin bertambah. Para tamu undangan pun, termasuk anggota DPR RI Bambang Patijaya, sudah berada di tempat khusus yang berhadapan dengan panggung.

Pada pkl. 19.38 ada Kata Sambutan dari Ketua Panitia Cap Go Meh Then Yohanes. Disusul oleh Kata Sambutan dari pemkab. Bangka melalui Wakil Bupati Syafuddin, S.I.P. Kemudian mereka berfoto bersama, termasuk dengan tamu undangan, sembari mengucap tekad yang bulat di atas panggung.

dokpri
dokpri
Selepas acara foto bersama, acara selanjutnya berupa hiburan. Tarian "Seutas Songket" ditampilkan oleh muda-mudi Puri Tri Agung, dilanjutkan dengan tarian dari ibu-ibu Puri Tri Agung, dan barulah atraksi barongsai yang memukau ditampilkan oleh Bodhi Dharma Shaolin.

Tari Seutas Songket
Tari Seutas Songket
ibu-ibu Puri Tri Agung
ibu-ibu Puri Tri Agung
"Memukau" di sini tidak hanya kemahiran dan kekompakan dua penari dalam tubuh barongsai, melainkan pada waktu melompat dari satu tiang ke tiang satunya lagi. Tak ayal para tamu dan pengunjung bertepuk tangan atas atraksi kelompok barongsai asal Sungailiat yang telah mendunia  itu.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Atas atraksi memukau barongsai, ganjarannya berupa angpao yang diberikan oleh banyak pengunjung. Mau-tidak mau, satu barongsai turun lagi untuk menjemput angpao.

16-barongsai-4-5e407043097f364f200f59c8.jpg
16-barongsai-4-5e407043097f364f200f59c8.jpg
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Hiburan berupa musik dan lagu, bahkan dibawakan langsung oleh seorang artis Mandarin, menjadi tampilan selanjutnya. Semakin malam, pengunjung semakin bertambah, apalagi malam Minggu dan masih berada dalam awal bulan.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Pengunjung tidak hanya yang berada di pelataran, tetapi juga yang berada di pekarangan bawah. Selain pengunjung, di sana terdapat beberapa penjual makanan ringan, mainan anak-anak, dll. 

Kalau mau merepotkan diri dengan sabar dan berhitung, kemungkinan jumlahnya lebih dari 1.000 orang pada malam perayaan Cap Go Meh yang bertema "Pemberdayaan Ekonomi Pariwisata di Provinsi Babel" itu. Tentu saja makanan-minuman gratis membetahkan para pengunjung, selain alam (cuaca) yang mendukung sepenuhnya.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Tidak hanya panggung, aneka atraksi, musik dan lagu, dan makanan-minuman gratis yang bisa dinikmati oleh para pengunjung, ruang dalam (interior) Puri Tri Agung juga terbuka untuk umum. Siapa pun diperbolehkan oleh panitia dan pengurus puri jika ingin memasuki ruang dalam pagoda, kecuali alas kaki.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Dan, selain petugas parkir, bagian yang selalu menyertai sebuah perayaan dengan makanan-minuman gratis di tempat adalah petugas kebersihan. Beberapa kantung plastik hitam besar telah disediakan, dan beberapa sudah terisi dikumpulkan pada sisi agak belakang puri.   

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
parkiran motor
parkiran motor
*******
Ruang Pandang, Sri Pemandang Atas, 9 Februari 2020

* Catatan :
Perayaan Cap Go Meh ini merupakan penutup dalam serangkaian mudik saya sejak 29 Desember 2019. Acara yang dimulai pada pkl. 17.00 WIB itu tidak terlambat saya hadiri.

Sebenarnya mudik saya hanya  untuk menutup 2019 dan membuka 2020 alias bertahun baru Masehi. Saya tidak memerhatikan kalender Januari 2020 selain berencana pulang bersama istri ke Balikpapan pada 4 Januari 2020.

Pada 2 Januari saya dan istri bertamasya ke Pantai Tongaci, Jalan Laut. Memasuki perkampungan orang Tionghoa itu saya melihat lampion berjejeran di sepanjang jalan dan berakhir di ujung jalan aspal kampung.

Saya diberi tahu oleh istri saya bahwasannya 25 Januari adalah Imlek 2571. Seketika saya berubah rencana. Saya mau mengalami kembali suasana Imlek, bahkan lebih dari sekadar berkunjung ke rumah kawan-kawan, karena biasanya Imlek di Sungailiat dirayakan dengan "suatu acara istimewa" seperti halnya daerah-daerah lain yang dihuni oleh banyak orang Tionghoa semisal Singkawang, Kalbar.

Terlebih ketika kami singgah di sebuah warung makan untuk mengisi perut sekaligus istri saya menggarap tugas laporan pekerjaan, saya pun mengenal orang warung yang juga satu angkatan di SMP Maria Goretti meski berbeda ruangan. Belum lagi di Jalan Laut terdapat lebih dari 10 orang yang pernah menjadi kawan seangkatan dengan saya di SD-SMP.

Meski lahir dan pubertas di Sungailiat, saya belum pernah mengalami "suatu acara istimewa" itu. Meski sejak balita, SD hingga tamat SMP (1987) mayoritas kawan sekolah dan beberapa guru beretnis Tionghoa sekaligus merayakan Imlek (padahal zaman rezim ORBA lho!), saya tidak berpikiran mengenai "suatu yang istimewa". Serta, meski pada 2008 mudik dan sempat mengunjungi rumah kawan-kawan untuk ber-Imlek, saya pun melewatkan "suatu acara istimewa" itu.

Kelihatannya istri saya memang memahami siapa saya dalam hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa kebudayaan, apalagi sebagian hal yang berkaitan dengan Tionghoa di Sungailiat terkadang menjadi bagian obrolan kami di Balikpapan. Belum lagi saya memang memiliki waktu bebas alias tidak terikat dalam suatu kontrak pekerjaan.

Di samping kesukaan mengalami suatu peristiwa budaya, saya juga sering merekamnya dalam bentuk foto dan tulisan. Kali ini adalah Imlek yang sebenarnya merupakan hari raya leluhur istri saya, selain masa lalu saya yang memang biasa bergaul dengan banyak orang Tionghoa di Sungailiat.

Saya pun mendapat izin dari istri jika saya mau menambah waktu mudik. Bahkan, istri saya menambahkan bahwa setelah itu ada perayaan Cap Go Meh. Hal ini berarti masa mudik saya bisa jauh lebih panjang daripada tahun-tahun sebelumnya.

Baiklah. Masa mudik saya cukup sampai Cap Go Meh, dan artikel ini harus segera rampung, foto-foto terpilih sebagai pelengkap, dan tayang sebagai catatan penutup mudik, meskipun daya ponsel saya rontok sebelum akhir acara. Setelah itu, "cabut" alias "go home".

Aduhai nian deh!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun