Entahlah. Saya mau mencoba satu hal yang belum pernah saya alami. Toh, hari masih pagi. Toh, masih bisa bertanya pada entah siapa. Iya, to?
Yang benar-benar mengembalikan saya pada masa lalu adalah persimpangan Grogol dengan wajah Mal Citraland. Oh, alangkah!
Memang "alangkah" ketika saya tidak pernah menyangka akan melihatnya lagi meski sejenak saja lalu melintas seiring kendaraan khusus bandara menuju daerah pinggiran Jakarta. Tidak usah-lah melintas ke Jalan Daan Mogot dengan wajah rumah duka "Abadi" di sisi kanan atau Indosiar di sisi kiri.
Perjalanan ke arah daerah tujuan saya pantau melalui ponsel berjaringan internet, dimana kawan lama sudah melampirkan peta lokasi rumahnya. Posisi antara kendaraan khusus dan lokasi bisa terlacak dengan jelas.
Bersantai untuk Meyakinkan Keseriusan dan KenyataanÂ
Setiba di daerah tujuan pada pkl. 10.45 WIB, hal pertama yang saya lakukan adalah duduk di sebuah kursi beranda sebuah bangunan untuk meyakinkan diri. Di depan saya terpampang sebuah nama perumahan, dan sebuah bank daerah.
Benarkah realitas yang terpampang di hadapan saya dengan nama inisial sebuah perumahan dan nomor kendaraan yang terparkir?
Saya memang tidak langsung menuju rumahnya yang akan menjadi tempat tinggal sementara saya nanti. Saya hanya menghubunginya untuk memberi tahu bahwa saya sudah sampai di tempat terdekat tetapi saya mau santai sejenak.
Bersantai sejenak hanyalah upaya untuk mengabarkan pada istri mengenai posisi saya, meyakinkan diri pada realitas sejati, dan menyatukan jiwa saya untuk memulai hal yang baru sekaligus perkiraan mengenai tantangan yang paling mudah saya pikirkan. Bersantai untuk menyiapkan diri dalam hal-hal yang serius, bukan sekadar bertemu dengan kawan lama.
Kebetulan seorang satpam keluar dari sebuah unit ruang sewa. Saya menggunakan kesempatan untuk menanyakan sebuah perumahan, jarak, dan transportasi jenis apa agar bisa sampai ke rumah kawan saya.
Satpam tadi menjawab bahwa perumahan itu hanya berada di belakang bangunan, dan menunjuk pada sosok seorang laki-laki yang berada sekitar tiga puluh meter di sisi kiri saya untuk mengantar saya dengan jasa tertentu. Akan tetapi, ya, saya masih mau bersantai sejenak.
Setelah cukup waktu bersantai dan keyakinan benar-benar nyata, saya mohon diri pada satpam itu untuk menuju rumah kawan saya. Lalu saya menuju ke sisi kiri bangunan berlantai dua itu. Tentu saja saya berdebar-debar, karena inilah saatnya saya memulai lagi sebuah pengembaraan yang tidak main-main.