Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tidak Pernah Menyangka Akan Kembali

27 Oktober 2019   17:01 Diperbarui: 29 Oktober 2019   08:19 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau memang di Balikpapan ada pekerjaan dengan kompensasi yang sepadan untuk saya, ya, manalah mungkin saya rela meninggalkan rumah dan Balikpapan, 'kan?

Demikian halnya ketika saya mau pindah ke Jakarta dalam rangka bekerja. Tidak lain alasannya adalah kompensasi dari kawan lama yang telah saya sepakati, 'kan?

Sekali lagi adalah maklum. Realitas sebagai kepala rumah tangga tidaklah cukup sekadar identitas tanpa tanggung jawab dalam pencukupan kebutuhan hidup keluarga di Balikpapan yang juga terkenal sebagai kota termahal di Indonesia (cari sendiri-lah informasi mengenai "kota termahal" itu).

Saya juga memaklumi mereka melalui pertanyaan itu. Saya dan istri yang yang benar-benar mengalaminya. Sementara mereka hanya mengamati lalu mengomentari tanpa pernah mengalami seperti saya dan istri saya.    

Sekilas Kenangan dan Tantangan Awal dalam Perjalanan
Kamis, 24 Oktober 2019, pkl. 08.45 WIB saya tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, setelah lepas landas dari Bandara Sepinggan, Balikpapan, pkl. 07.15 WITA. Waktu tempuh sebenarnya lebih dua jam, tetapi perbedaan wilayah waktu (WITA dan WIB) terlihat hanya satu setengah jam.

Di bandara saya tidak dijemput oleh si kawan lama. Hanya peta lokasi dalam Google Maps yang ditayangkannya pada layar Whatsapp (WA) setelah saya menyampaikan kabar keberadaan saya di Cengkareng.

Tidak apa-apa. Toh, bagi saya, situasi dan fasilitas angkutan umum dari bandara bukanlah hal yang langka. Biaya transportasinya saya perkirakan tidaklah mahal.

Saya juga berpikir bahwa kawan sengaja menguji daya juang saya untuk mencapai tempat tujuan, karena saya pernah menceritakan bahwa saya pernah tinggal tiga tahunan di Jakarta, tepatnya Jakarta Barat.

Daya juang ini, menurut saya, sangat penting sebagai upaya keseriusan bergabung dengan perusahaannya, dan siap bekerja. Seketika mentalitas penjelajah atau pengembara saya tertantang. Baiklah kalau begitu!  

Kalau cuma dari Bandara Sepinggan sampai Bandara Soetta, biasa saja, sih. Lebih tiga kali saya menempuhnya. Akan tetapi, kemudian menumpang kendaraan khusus Soetta ke daerah pinggiran Jakarta dengan biaya senilai Rp45.000,00, lain lagi kisahnya.

Apakah kendaraan ini akan berhenti di sebuah tempat yang khusus lalu saya akan melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun