Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelajar STM Tidak Boleh Dipandang dengan Setengah Mata

2 Oktober 2019   04:55 Diperbarui: 2 Oktober 2019   05:04 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apakah dulu STM di Sungailiat juga sering tawuran?

Ah, saya sama sekali tidak pernah mendengar apalagi menyaksikannya. Jangankan STM, sekolah lainnya pun tidak pernah terlibat tawuran antarsekolah. Situasi selalu damai di sana.

Pelajar STM Memang Pemberani
Sebelum pindah ke Bangka (1950), tentu saja, Ayah bersekolah di STM lalu melanjutkan ke Sekolah Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Atas (PGSLA) di Malang. Sekadar bersekolah alias menuntut ilmu, ya?

Ketika masih berstatus "Pelajar", Ayah sudah menjadi anggota Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) atau Tentara Pelajar, dan bergabung di Bataliyon 5000 Detasemen I wilayah Jawa Timur, bahkan dipercaya sebagai pemegang senapan mesin.

Tidak sekadar anggota, tetapi juga terlibat langsung dalam pertempuran sengit melawan Belanda pada 1947, serta melakukan misi khusus ke Surabaya pada 1948/1949. Kisah ini pernah saya tulis dalam artikel "Slamet Sudharto, Pahlawan Tidak Minta Dikenal" (Rabrik Humaniora, 10 November 2018).

Di Malang pun, tepatnya Jalan Raya Ijen, terdapat Monumen PahlawanTRIP yang diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 1959. Di salah satu patungnya tertulis "Kupersembahkan Jiwa Ragaku Untuk Kemerdekaan NKRI 17 Agustus 1945."

Dengan ingatan yang membatu mengenai STM dan latar keluarga, saya tidak pernah menyangsikan keberanian pelajar STM, bahkan sekalipun berubah nama menjadi SMK. Sejarah Republik tercinta sudah sejak awal membuktikan itu, 'kan?

Memang, kemunculan sekelompok pelajar dengan menyebut "STM" dan "bawa pasukan" sempat membuat saya terhenyak. Akan tetapi, mau-tidak mau, seketika ingatan saya mepompat ke masa silam lagi.

Ya, pelajar STM memang pemberani, termasuk dalam hal beradu fisik. Tidak usah repot ditanyakan soal RUU KPK atau RKUHP, lha wong zaman perjuangan dengan taruhan nyawa saja tidak seorang pun yang repot apalgi nekat bertanya, "Kalian paham apa itu Politik Etika (Ethische Politiek), kolonialisme-imperialisme, Agresi Militer, Taktik Perang, Strategi Bertempur, gerilya, dan seterusnya?"

*******
Kupang, 2 Oktober 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun