Demo #GejayanMemanggil yang digelar oleh Aliansi Rakyat Bergerak pada Senin, 23/9, seakan menyapa saya di depan komputer jinjing.
Tagar GejayanMemanggil sebelumnya melejit di topik yang sedang tren (trending topic) Twitter pada Minggu malam (22/9) dan sedikit menyentil obrolan saya dan rekan di Kupang seusai menonton ulang debat tentang Papua antara Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko dan Jurnalis Dandhy Dwi Laksono (21/9).
Sapaan itu seketika membuka album usang dengan gelora yang luar biasa. Reformasi 1998, dan saya masih berada di sana.
Di samping itu, sebuah jalan setapak di sebelah kiri Jl. Gejayan yang berpapasan dengan Selokan Mataram adalah saksi bisu berikutnya. Saya pun melintasi jalan pada malam yang mencekam dengan pemadaman listrik dan aksi sweeping mahasiswa terhadap aparat.
Dan, pada 8 Mei 1998 muncul "Tragedi Gejayan" atau "Gejayan Kelabu" yang menewaskan seorang mahasiswa Universitas Sanata Dharma (USD, yang sebelumnya IKIP Sadhar) bernama Moses Gatotkaca. Pada kejadian itu saya sedang berada di Babarsari dengan suasana yang juga mencekam dalam intimidasi aparat berpakaian lengkap.
Tragedi itu bermula ketika Moses yang sedang mencari makanan dengan melintasi kawasan yang tengah terdapat aksi demonstrasi yang ricuh-anarkis. Karena dikira sebagai bagian demonstran, ia dikeroyok oleh aparat hingga akhirnya meninggal dunia sebelum sampai di rumah sakit terdekat (RS Panti Rapih).
Panggilan Pulang?
Kampus Mrican adalah sebutan kami untuk kampus UAJY yang berada di Mrican, dan di situ saya mengikuti Program Penataran P4 sebagai mahasiswa baru. Posisinya memang berdekatan dengan USD.
Kampus Mrican menaungi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dan Fakultas Hukum (FH). Meski berkampus di Babarsari yang khusus Teknik dan Ekonomi, saya sering berkunjung ke FISIP untuk mengikuti kegiatan di FISIP.
Seorang kawan saya yang masih tersisa di Kampus Mrican adalah Yohanes Widodo yang kini sudah menjadi dosen di FISIP. Pada 12 Agustus 2019 saya masih dipertemukan dengan mantan aktivis yang pernah mogok makan pada demo 1994 ini ketika ia berkunjung ke Kupang setelah pulang dari Timor Leste.
Saya memang belum kembali ke Kota Budaya, meski belasan tahun saya pernah menikmati kehidupan beraneka suasana di sana. Ya, sejak 14 Mei 2005 saya meninggalkannya dengan berat hati, apalagi kemudian terjadi gempa dahsyat di sana.
Lantas, apakah tagar GejayanMemanggil  dengan demo itu juga memanggil saya untuk "pulang"?
Ah, saya ini kok, ya, terlalu gede rumangsa (GR), to? Lha wong Jokowi yang alumi Kehutanan UGM saja, embuh bagaimana (kabut asap karhutla terlalu pekat, ya?). Njuk, Budiman yang alumni Ekonomi UGM, piye? Embuh, ah!
Iki serius. Gejayan ora gojek! Saya yakin sekali.
*******
Kupang, 24 September 2019