Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari "BJ and The Bear" Sampai Kecil-kecil Nekat

12 September 2019   06:07 Diperbarui: 12 September 2019   07:04 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meninggalnya mantan Presiden Ke-3 RI Bacharudin Jusuf (B.J.) Habibie di RSPAD Gatot Subroto, pada 11 September 2019, pkl. 18.05 WIB seketika menjadi berita di mana-mana, termasuk Kompasiana dengan menayangkan Topik Pilihan bertajuk "Selamat Jalan, Habibie". Banyak ucapan dan tulisan yang turut mengantarkan "perjalanan" mantan menristek selama 20 tahun (1978-1998) era ORBA tersebut.

Sebenarnya saya bingung, mau menulis apa yang berkaitan dengan berita tersebut, meskipun pada status jejaring sosial saya menulis "Selamat mengangkasa, B.J. Habibie". Kebingungan saya, tentu saja, karena saya tidak pernah bertemu secara langsung dengan tokoh jenius Indonesia ini.

Akan tetapi, baiklah, saya akan menuliskan apa yang terekam dalam ingatan saya. Lumayan untuk ikut meramaikan "Topik Pilihan", 'kan?

BJ and The Bear
Lho, kok itu, sih? Apa hubungannya, coba?

Begini. Pada 1978 B.J. Habibie menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi era Presiden Ke-2 RI Soeharto. Pada masa itu saya masih SD, dan diwajibkan oleh guru PMP (kini : PPKN) untuk menghafal nama-nama menteri kabinet Pembangunan.

Di rumah posisi meja belajar saya berada di ruang televisi. Orangtua atau tamu selalu berkumpul di situ untuk menyaksikan televisi. Acara "Berita Nasional" pkl. 19.00 WIB dan "Dunia dalam Berita" pkl. 21.00 WIB sering mengusik pendengaran saya. Tentu saja ada satu-dua berita menyebut nama B.J. Habibie.

Pada 1980-an TVRI yang satu-satunya saluran televisi masa itu menayangkan serial film "BJ and The Bear". Film komedi tentang seorang sopir truk besar yang veteran perang Vietnam (Billie Joe atau BJ yang diperankan oleh Greg Evigan) dan hewan peliharaannya (Bear diperankan oleh seekor simpanse). Saya pun sering menyaksikan film produksi Hollywood itu, selain serial CHIPs, The Bionic Woman, The Six Million Dollar Man, dan lain-lain.

Nah, antara Habibie dan film itu terdapat kesamaan, yaitu pada singkatan BJ-nya. Dengan seringnya mendengar dan menonton serial "BJ and The Bear", saya bisa lebih mudah menghafal nama salah seorang menteri.

Sampai saya kuliah pun, B.J. Habibie masih menjabat sebagai Menristek RI. Ya, cukup lama beliau berada di kursi itu. 20 tahun. Saya hafal di luar kepala.

Kapal Perang Jerman dan Pembredelan Media Cetak 
1994. Ketika kuliah saya suka mencari berita mengenai situasi aktual seputar dinamika sosial-politik. Maklumlah, masa kuliah merupakan kesempatan penting bagi saya untuk mengetahui atau mempelajari hal-hal di luar bidang studi, apalagi aktif di pers kampus sekaligus sering bergaul dengan sesama mahasiswa lintas jurusan dan lintas kampus.

Untuk menambah bahan obrolan dalam pergaulan itu saya sering kali membeli majalah mingguan Tempo di koperasi kampus. Tentu saja tertera "Harga Mahasiswa". Kalau majalah lainya, ya, majalah Humor, dong!

Tempo edisi 7 Juni 1994 mengangkat berita mengenai pembelian 39 kapal perang bekas eks Jerman Timur. Tempo mengungkapkan tentang polemik anggaran antara Menristek B.J. Habibie dan Menkeu Marie Muhammad, yaitu dari harga US$12,7 juta menjadi US$1,1 m alias membengkak sebesar 26 kali lipat.

Dua hari kemudian Soeharto marah besar, lalu "memberi petunjuk" kepada Menteri Penerangan Harmoko untuk "menenggelamkan", eh, membredel Tempo, serta dua media cetak lainnya (majalah Editor, dan tabloid Detik) yang ikut mengangkat berita kapal bekas perang itu.   

Dampak meluas dengan aksi bungkam dan tiarapnya sebagian aktivis pers mahasiswa. Selain itu muncullah kaos "Peka Jaman" bikinan Mondrian, Klaten dengan "Zaman Edan" dan "Jangan Takut Bicara Politik". Tidak lupa pula dengan terbitnya majalah Gatra.

Dokpri
Dokpri
Kapal Terbang dan Kedelai
1996. Ada isu mengenai pesawat karya B.J. Habibie, N 250, yang akan "ditukar" dengan kacang kedelai dari Thailand. Sebelumnya, dua pesawat CN 235 (US$34 juta atau Rp78,2 miliar) ditukar dengan 110.000 ton beras ketan dari Thailand atas keputusan Presiden Soeharto.

Sontak menggiring jemari saya untuk membat kartun opini, karena saya seringkali menjadikan kartun opini sebagai "juru bicara" untuk menyampaikan pendapat. Kebetulan masih ada jejaknya.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Maleo dan Mobil Nasional
1996. B.J. Habibie sempat "mendarat" dengan menginisiasi proyek mobil nasional. Namanya Maleo. Jenisnya sedan dengan mesin 1.200 cc tiga silinder yang merupakan mesin baru hasil kerja sama dengan Orbital, perusahaan otomotif asal Australia.

Sayangnya, proyek itu gagal karena dananya "tersedot" ke proyek mobnas "Timor" milik perusahaannya Tommy Soeharto alias anaknya Soeharto. Di samping itu, ada juga isu mengenai mobil "Cakra" milik kakaknya Tommy, Bambang Triatmojo.

Karena kabar mengenai Maleo kalah santer dibandingkan dengan Timor, saya hanya bisa merekam mobnas Timor melalui kartun opini.

dokpri
dokpri
Timor Timur dan Referendum
1999. B.J. Habibie menjadi presiden ke-3 RI setelah Soeharto menyatakan "lengser keprabon" pada 1998. Pada masa pemerintahan B.J. Habibie muncul referendum untuk Timor Timur.

Hasil referendum itu: Provinsi ke-27 era ORBA itu merdeka menjadi Timor Leste alias lepas dari RI.  

B.J. Habibie dan KKN
2002. "Semua presiden RI itu KKN," kata Gus untuk mengawali khutbah dalam acara pernikahan putra seorang kiai di lingkungan Pondok Pesantren Pajarakan, Probolinggo, Jawa Timur, pada Agustus 2002. KKN yang tertanam di benak banyak orang adalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang kemudian melengserkan Soeharto pada 1998.

"Kok bisa?" tanya Gus Dur dalam khutbahnya sendiri. "Ya, presiden pertama itu saya katakan Kanan Kiri Nona (KKN). Presiden kedua juga KKN, tapi yang ini Kanan Kiri Nabrak. Yang ketiga ( Habibie) malah lebih parah lagi, Kecil-Kecil Nekat. Yang keempat anda sudah tahu semua, Kanan Kiri Nuntun. Yang terakhir, yang satu ini (sambil tertegun beberapa saat) Kayak Kuda Nil." Lalu disambut tawa seluruh hadirin yang hadir.

Humor ini ditulis ulang oleh Muhammd Zikra dalam buku Tertawa bersama Gus Dur: Humornya Kiai Indonesia.

***
2013 untuk pertama kalinya saya berada di tanah Timor, tepatnya Kupang. Dari pertama hingga kelima (2019) ini saya sering mendengar kisah-kisah mengenai "perpisahan" itu, termasuk mengenai pengungsi eks Timor Timur di sekitar perbatasan.  

Sampai dengan kabar kepergian B.J. Habibie alias Rudi (nama panggilan dari Romo Mangunwijaya yang permah tertera dalam sepucuk artikel di Kompas), saya masih berada di ibu kota NTT, dan menuliskan simpanan dalam ingatan ini. Barangkali tulisan ini sudah cukup untuk mengurangi "beban" ingatan saya, karena masih banyak hal lainnya yang mengendap sekaligus memenuhi sekat-sekatnya.

*******
Kupang, 11-12 September 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun