Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Sebuah Siasat pada Suatu Kesempatan Berdurasi Sembilan Jam

11 Mei 2019   11:30 Diperbarui: 11 Mei 2019   12:28 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membersihkan Kebun, 29/4/2019 (Dok.Pribadi)

Wajar saja ketika tiket sudah siap untuk penerbangan pada 8 Mei pkl. 09.20 WITA, dan sekitar pkl. 06.30 WITA saya tidak repot bangun, dan bersiap pergi ke bandara Sepinggan. Penanda waktu dalam sistem syaraf saya sudah terkondisi dengan baik.  

Oh iya, jangan sampai terlewatkan. Masa liburan itu pun berdekatan dengan perhelatan akbar nasional bernama Pemilu 2019. Sebagai warga negara Indonesia, saya ingin sekali terlibat langsung dalam pencoblosan. Sayangnya, keinginan itu "terpaksa" batal karena nama saya tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), bahkan sejak 2014.

Apa? Sejak 2014?

Ah, sudahlah, jika keberadaan saya tidak dianggap oleh KPU, khususnya KPUD Kota Balikpapan.  Toh, dalam Pasal 531 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 sudah tertulis aturannya, yaitu "Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan dan atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketentraman pelaksanaan pemungutan suara atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00."

"Setiap orang yang dengan sengaja... menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih..." begitu, Gaes. Namun "siapakah yang menghalangi" alias "meng-Golput-kan" saya? Anggap saja "setan gundul" -- pinjam istilah Andi Arief (6/5/2019).

Bukan Lion Air Lagi
Seperti biasa, tiket penerbangan untuk pergi-pulang saya ditanggung oleh kawan. Saya menyerahkan kapan (hari/jam) keberangkatan sepenuhnya padanya. Mau pagi, siang, sore, atau pukul berapa pun, saya terima, Gaes. Lha wong ongkos tiket ditanggung, kok malah banyak permintaan, sih?

Pasca-"Cinta Kita Berakhir dalam Bagasi, Lion Air" (9 Januari 2019), saya tidak lagi menggunakan jasa penerbangan Lion Air. Hal ini pun sesuai dengan keinginan kawan saya, meskipun sebelum-sebelumnya saya berani "mempermainkan" nyawa sendiri.

"Pokoknya, jangan Lion, 'kan?"

Begitu pertanyaan sekaligus penegasan kawan saya ketika tiket keberangkatan akan dipesannya. Lalu dipesankannya tiket maskapai penerbangan Citilink dan Garuda Indonesia Airways, dan dikirimkanlah hasilnya melalui internet. Beres, 'kan, Gaes?

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun