Alam yang semula untuk dikelola agar menjadi pendampingan keberlangsungan hidup manusia, justru kemudian "dimanfaatkan" untuk menutupi "ketelanjangan" (rasa malu) manusia itu sendiri. Entah berapa lembar daun yang mereka petik, bahkan untuk waktu lebih dari satu hari, tetapi--tentu saja--ada getah yang keluar dari pangkal daun.
Setelah itu keduanya mengenakan pakaian berbahan kulit binatang yang diberikan oleh Yahwe (Kej. 3:21). Tidak disebutkan nama binatangnya. Yang jelas, bukan kecebong (berudu) ataupun kampret (kelelawar; codot).
Saya pun melamun mengenai pakaian dari kulit binatang itu. Apakah cuma satu stel ataukah sekian stel untuk bisa diganti pada hari lainnya selama keduanya hidup? Tidak disebutkan juga berapa jumlahnya.
Akan tetapi, menurut lamunan saya, keduanya menjadikan pakaian itu sebagai contoh untuk membuat pakaian berikutnya. Kalau awalnya binatang A, mungkin kemudian binatang B, C, D, dan seterusnya. Yang penting, bisa sesuai dengan badan, nyaman, dan berfungsi sebagaimana pakaian. Belum ada jasa penjahitan ataupun permak, apalagi istilah "tren busana". Beres, ya?
Saya merasa belum beres. Untuk menjadikan kulit binatang sebagai pakaian, tidaklah serta-merta seekor binatang menyerahkan kulitnya semacam ular. Artinya, ada pertumpahan darah binatang. Bisa saja binatang untuk korban (kurban) persembahan.
Apakah sudah ada "korban" begitu?
Sebentar. Mengenai darah binatang ini, jelas, merupakan hal kedua setelah getah pangkal daun pohon ara. Artinya, ada "kekerasan" terhadap alam. Itu menurut lamunan saya lho. Â
Kekerasan atas Nama Agama
Nah, berikutnya "korban". Kisah dua anak Adam-Hawa, yaitu Kain dan Habel, merupakan kisah yang terkait dengan kata "korban" atau persembahan kepada Tuhan.
Apa, sih, inti persoalannya?
Intinya adalah persembahan kepada Yahwe. Pada Kej. 4:3-4, Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada Yahwe sebagai korban persembahan. Habel mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing-dombanya, yakni lemak-lemaknya.
Berapa kali kakak-adik ini melakukan persembahan kepada Yahwe? Apakah cukup satu kali? Tentu saja lebih dari satu kali, bukan?