Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Siapkah Sumpah Pocongnya, Jenderal?

27 Februari 2019   14:36 Diperbarui: 16 Maret 2019   01:53 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dikejar pocong (Karya Gus Noy)

"Selaku Panglima ABRI saat itu atas kasus itu saya kemudian melakukan pengusutan dan penghukuman kepada para pelaku penculikan. Letjen Prabowo Subianto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad), oleh DKP yang saya bentuk, telah dibuktikan bahwa beliau terbukti terlibat dalam kasus penculikan. Maka DKP dari hasil penyelidikan kasus penculikan 1998 merekomendasikan Panglima Kostrad waktu itu diberhentikan dari dinas keprajuritan," kata Wiranto.

Selain itu, dalam artikel "Inilah Dalang Kerusuhan Mei 1998" di Kompasiana.com, 1 April 2014, Kompasianer Robert Strong justru membuat kesimpulan berbeda. "CSIS dan Benny Moerdani adalah aktor utama Kerusuhan Mei 1998 dan bukan Wiranto maupun Prabowo," tulis Robert.

Kesimpulan Robert didukung oleh Priyono Budisuroso melalui artikel "Prabowo Dalang Kerusuhan Mei 1998?" di Kompasiana.Com, 18 Mei 2014. "Dari ulasan wawancara dan fakta yang terungkap diatas, kecil kemungkinan Prabowo adalah dalang kerusuhan Mei 1998," tulis Priyono.

Tradisi Masyarakat dan Negara
Tantangan Wiranto pun dijawab oleh Kivlan Zen. "Saya tidak mau sumpah pocong, itu kan sumpah setan. Tidak sesuai koridor hukum. Kalau mau kita berdebat saja di semua media TV di Indonesia," katanya seperti yang dilansir di Kompas.Com, Rabu, 27/02/2019.

Dengan demikian batallah acara "Sumpah Pocong" yang bisa menjadi viral, bahkan paling heboh dalam sejarah Indonesia. Sama seperti tantangan Yusril Ihza Mahendra pada Prabowo Subianto pada Sabtu, 24/11/2018, karena sebelumnya, di acara pembekalan relawan capres 02, 22/11, Prabowo mengatakan PBB adalah Partai Buatan Bowo.   

"Kalau ada orang bilang bapak bukan pendiri terus dia bilang pendiri, tinggal dibilang bapak mau sumpah pocong nggak? Bukan sumpah mubahalah, sumpah pocong saja," kata Yusril.

Ya, begitulah yang ternyata masih terjadi, bahkan disampaikan langsung oleh segelintir elite politik Indonesia, baik jenderal maupun profesor. Barangkali saja mereka mewakili salah satu tradisi masyarakat biasa, semisal di Madura (Sri Endah Kinasih, 2013), jika suatu persengketaan atau permasalahan mengalami jalan buntu dalam penyelesaian, hukum formal-positif "kehilangan palu", dan masing-masing pihak terkait bersikukuh sebagai pihak yang benar.

Akan tetapi, yang selalu dihindari oleh penyelenggara negara adalah tradisi keterbukaan kepada masyarakat umum (publik) mengenai persoalan bangsa-negara. Padahal, sangatlah penting adanya pertanggungjawaban secara terbuka kepada publik agar generasi-generasi selanjutnya tidak terjebak dalam "sengketa" bahkan "kegelapan" sejarah bangsa-negara sendiri.

Memang akan berat langkah Indonesia untuk mencoba "gaya Amerika". Di Amerika Serikat Pusat Deklasifikasi Nasional (NDC) wajib membuka dokumen-dokumen atau arsip negara yang berusia lebih 25 tahun sesuai dengan keputusan kongres mereka pada 1992 demi keterbukaan.

Jangankan membuka dokumen negara sendiri, lha wong ketika Amerika Serikat membuka dokumennya pada 26 Oktober (27 Oktober waktu Indonesia) 2017 saja, secara langsung disambut oleh segelintir jenderal Indonesia dengan "gemetar" karena terkait dengan Tragedi 1965 dan 1998. Apalagi, dengan sumpah pocong yang "ditawarkan" Wiranto, 'kan?

*******
Balikpapan, 27/02/2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun