Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Cinta Kita Berakhir dalam Bagasi, Lion Air

9 Januari 2019   01:36 Diperbarui: 9 Januari 2019   06:09 2379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lagi kalau saya menemukan hal-hal yang unik, semisal seorang ibu berkeliling untuk menjajakan minuman panas-hangat dengan harga yang lebih "miring" daripada di kios-kios dalam bandara. Terkadang saya mengajak orang lain untuk ngobrol, dan, ya, selalu ada kisah-kisah baru yang aduhai bagi saya.

Saya tidak pernah berpikir negatif lantas "memaki-maki" gara-gara jadwal penerbangannya molor. Terlalu kotor pemikiran saya jika saya cemplungkan dengan pikiran negatif.

Yang juga sering menjadi kasak-kusuk orang di sekitar saya adalah persoalan kecelakaan yang dialami oleh pesawat LA. Dibandingkan dengan maskapai penerbangan lain, pesawat milik LA lebih sering mengalami persoalan itu, meskipun "kecil", semisal sayap pesawat JT 633 "menyenggol" tiang lampu di Bandara Fatmawati-Soekarno (7/11/2018). Hal ini pun yang menyebabkan orang-orang di sekitar saya tidak tertarik untuk menggunakan jasa penerbangan LA.

Yang paling parah adalah jatuhnya pesawat LA JT 610 jurusan Jakarta-Pangkalpinang pada 29/10/2018. Dari trauma tingkat Provinsi Babel hingga kecemasan tingkat nasional, semisal anjuran kawan di luar Babel untuk tidak menggunakan jasa penerbangan LA.

Dokpri
Dokpri
Ketiga hal di atas sudah cukup menjadi dasar argumentasi bagi orang-orang di sekitar saya untuk menggunakan jasa penerbangan lain. Dasar argumentasi mereka pun disampaikan pada saya agar saya bisa berubah pikiran atau meninjau ulang prinsip hidup saya sewaktu hendak membeli tiket penerbangan.

Saya termasuk pelanggan paling keras kepala sampai saya jadikan artikel "Lion air, Trauma, dan Terserah Takdir" (9/12/2018). Saya memiliki prinsip tersendiri sehingga saya tergolong "keras kepala". Istri saya pun tidak sanggup "membelokkan" pilihan saya ketika realitas berhadapan langsung dengan tiket yang sudah saya pesan, sehingga dia "terpaksa" beralih ke maskapai penerbangan lain.

Selain molor, kecelakaan kecil, dan trauma sekian orang, persoalan teknis lainnya bukanlah sesuatu yang sekadar "kabar"-nya. Saya mendapat "kabar" alias "rahasia umum" yang memang layak saya percaya, meski tetap gagal melunakkan kepala saya. Pulang ke Balikpapan (dari Kupang, 20/12/2018) pun saya tetap memakai pesawat LA (JT 693 dan JT 730). Betapa kerasnya kepala saya, 'kan?

Nah, karena ternyata aturan terkait bobot dan ukuran tersebut sudah diberlakukan oleh LA per 8 Januari 2019, ya, lunaklah kepala saya. Barang bawaan (bagasi) saya selalu melebihi bobot 7 kg, bahkan pernah melampaui batas maksimal (24 kg) ketika kembali ke Kupang dari Pangkalpinang pada 8/12/2018.

Di samping bobotnya, juga ukurannya, yakni 40 cm x 30 cm x 20 cm, untuk kabin. Meski tidak sampai 7 kg, kalau isinya makanan khas Bangka semisal kemplang/kerupuk, ukuran kemasannya pasti akan melebihi aturan baru tersebut. Lantas, bagaimana dengan ukuran tas ransel atau koper yang biasa saya bawa ke kabin?

Dengan batas maksimal pada bobot bawaan untuk bagasi dan ukuran bawaan untuk kabin, mau-tidak mau saya akan mempertimbangkan lagi soal molor, kejadian-kejadian "mendebarkan", trauma sekian orang, dan "persoalan teknis". Mungkin aturan baru ini pun menjadi "takdir" bagi saya untuk beralih ke jasa penerbangan lain, yang memang sebelum-sebelumnya menjadi jasa penerbangan favorit bagi orang-orang di sekitar saya. Ya, mungkin cinta kita berakhir dalam bagasi, LA, seperti yang sudah dinyanyikan oleh Glen Fredly (Januari) pada 2002 silam.

*******
Balikpapan, 9 Januari 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun