Puji Tuhan, rencana 2018 dengan menerbitkan 5 buku karya tunggal sudah terwujud. Salah satu buku tersebut berupa kumpulan artikel non-fiksi yang berstempel "Artikel Utama" (Headline). Cukup dengan 30 eksemplar per judul, dikurangi 2 eksemplar untuk Perpusnas RI dan 1 eksemplar untuk Perpusda Balikpapan sebagai kewajiban penerbitan ber-ISBN.
Bukan salah rencana ataupun gagal total hingga mangkrak dilengkapi alasan macam-macam, melainkan karena saya harus bekerja sesuai dengan bidang saya sebagai seorang arsitek mandiri, dan lokasi tempat bekerja saya berada di Kupang, NTT. Belum ada kesempatan berlibur selama 3 minggu di kampung halaman.
Sejujurnya saya katakan, sebagian hasil/upah bekerja itu saya dedikasikan dalam bentuk buku-buku tunggal saya. Saya tidak berani berharap pada siapa-siapa selain diri saya sendiri karena semua gagasan itu murni dari diri saya sendiri alias tanpa pesanan pihak "sponsor".
Bagi saya, buku merupakan puncak dari kumpulan tulisan atau karya lainnya, semisal gambar/ilustrasi isi, sebagaimana rumah merupakan puncak dari kumpulan garis-rancangan. Bagi saya lagi, setiap tulisan memiliki "sejarah"-nya sendiri-sendiri, selain tema/topik. Dengan terabadikannya dalam sebuah buku, ya, pungkas-tuntaslah prosesnya.
Jumlah cetakannya pun tidak perlu banyak (300-1000 eksemplar per judul) sebab keterbatasan dana serta pengelolaan (penjualan). Saya belum berani menjadi pebisnis buku secara total karena profesi saya masih membutuhkan seluruh perhatian saya.
Terima Kasih kepada Kompasiana.Com
Tidak boleh lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada Kompasiana.Com. Pada 2018 saya menerima 2 "penghargaan" atau "apresiasi" dari perintis jurnalisme warganet (netizen journalism) ini.
"Penghargaan" tersebut adalah 1. "Tren Pekan Ini" (21/11) untuk artikel "Hati-hati Membeli Rumah Bersubsidi" (14/11), bahkan masuk Kompas.Com dengan artikel "Populer di Kompasiana : Dari Kaesang yang Berjualan Pisang hingga Media Sosial Sterilkan Linimasa" (17/11); 2. "Featured Article" (31/12) untuk artikel "Kemiskinan dalam Selongsong Kembang Api Tahun Baru" (31/12/2017).
Artikel "Hati-hati Membeli Rumah Bersubsidi" sudah siap tergabung dalam calon buku kumpulan artikel utama di Kompasiana "Surga Siap Saji". Sedangkan artikel "Kemiskinan dalam Selongsong Kembang Api Tahun Baru" sudah tergabung dalam buku kumpulan artikel utama di Kompasiana "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018).
Fokus pada Resolusi 2019
Resolusi, tentu saja, tidak cukup sekadar diumbar ke forum pembaca lalu selesai, meski perlu "diingatkan" secara intens. Perlu adanya upaya yang serius atau fokus untuk melaksanakannya (mewujudkan/merealisasikan), terlebih saya melibatkan Kompasiana.Com sebagai mitra. Artinya, realisasinya harus benar-benar saya lakukan.
Resolusi 2019 saya masih dengan menerbitkan buku kumpulan artikel non-fiksi. Kali ini artikel-artikel yang berstempel "Pilihan" (Highlight). Sayang sekali kalau artikel-artikel "Pilihan" akhirnya sekadar menyempil seupil-upil begitu saja, apalagi redaktur Kompasiana.Com sudah sangat berperan dalam pemilihan setiap artikel saya.
Liburan akhir tahun 2018 merupakan waktu yang tepat untuk menyiapkan apa saja yang akan saya realisasikan pada 2019. Mumpung ada waktu lengang untuk diolah-kelolakan sekaligus "dimatangkan". Semua ini karena pilihan hidup saya sendiri, dan saya sangat menyukainya.
Pasalnya, pada 2019 saya akan kembali ke Kupang untuk melanjutkan pekerjaan saya sebagai arsitek mandiri alias mondar-mandir sana-sini. Kalau sudah suntuk dalam pekerjaan (perencana, perancang, pelaksana, administrator, negosiator, logistik, dll.), saya agak riskan untuk bisa benar-benar berbagi dengan urusan perbukuan. Belum lagi saya akan menuliskan (mencatat) hal-hal yang "tersangkut" dalam pemikiran saya lalu saya pajang di Kompasiana.Com.
Bagi saya, banyak hal yang bisa "tersangkut" dalam pemikiran hingga "menggelisahkan" saya. Kalau saya "simpan" sendiri, "kegelisahan" malah berpotensi merontokkan semua sisa rambut saya. Kalau saya mengalami botak total, tak pelak menjadi "bahaya laten" bahkan "musuh bebuyutan" yang sejati bagi para pencukur rambut dan produsen sampo.
5 Judul Buku Siap Naskah
Sebagaimana yang pernah saya uraikan melalui artikel "Berkolaborasi dengan Kompasiana" (3/11/2018), Kompasiana merupakan mitra dalam pemilihan (kurasi) artikel-artikel saya. Dari 4 judul yang saya sempat singgung, ternyata bisa bertambah 1 judul lagi sehingga menjadi 5 judul buku.
Sementara untuk kumpulan artikel utama masih dalam proses karena baru terkumpul 11 artikel, meski judul buku sudah saya persiapkan, yaitu "Surga Siap Saji" dari artikel yang sama judulnya (17/10/2018). Kalau bisa, sih, sekitar 15-20 artikel utama supaya ukuran buku agak tebal.
Ke-5 judul calon buku saya itu ialah Arsitek yang Menulis, Korupsi Masuk Surga, Keberagaman adalah Takdir, Tokoh Hoaks, dan Kampanye yang Menyengsarakan.
Buku "Arsitek yang Menulis"
Judul buku ini berasal dari artikel "Arsitek yang Menulis" (4/3/2017). Dalam buku ini terdapat 31 artikel. Sebagian besar artikel terkait dengan hal-hal arsitektural. Sebagian kecil terkait dengan tulis-menulis berbeda topik sebagai "pemanis buatan".
Buku "Korupsi Masuk Surga"
Judul buku ini berasal dari artikel "Korupsi Masuk Surga" (2/3/2018). Dalam buku ini terdapat 28 artikel.
Buku "Keberagaman adalah Takdir"
Judul buku ini berasal dari artikel "Keberagaman adalah Takdir Hidup Saya" (3/6/2017). Dalam buku ini terdapat 32 artikel.
Buku "Tokoh Hoaks"
Judulnya diambil dari artikel "Tokoh Hoaks dan Petisi Menolak Program Buku Puisi Esai Nasional" (22/1/2018). Dalam buku ini terdapat 36 artikel.
Buku "Kampanye yang Menyengsarakan"
Judul buku ini berasal dari artikel "Kampanye yang Menyengsarakan" (24/3/2014). Dalam buku ini terdapat 23 artikel.
Buku-buku Lainnya
Selain kumpulan artikel di Kompasiana.Com, juga saya siapkan 1 buku kumpulan cerpen saya yang sama sekali tidak berhubungan dengan Kompasiana.Com. Judulnya, "Sambal Belacan Menunggu di Rumah".
Dalam buku ini terdapat 13 cerpen. Cerpen-cerpen dalam buku kumpulan cerpen tunggal saya ke-7 ini merupakan karya-karya awal saya sewaktu sedang menggandrungi penulisan cerpen. Semuanya pernah disiarkan oleh Harian Bangka Pos.
Saya pikir, penting juga membukukan cerpen-cerpen awal sebagai sebuah upaya pengabadian yang jelas rekam jejak proses kreatif saya selama lebih 15 tahun. Dengan terdokumentasikan dalam bentuk buku, rekam jejak proses kreatif saya bisa terbaca apa adanya oleh siapa pun yang kebetulan membeli atau membaca di perpustakaan.
Ya, lebih 15 tahun kemudian baru saya merasa lucu ketika membaca ulang cerpen-cerpen usang saya. Malu-tidak malu, ya, konsekuensi yang lazim saja, 'kan?
Regenerasi Penulis
Saya bukanlah seorang penulis, dan tidak pernah bercita-cita menjadi penulis. Saya seorang arsitek yang menulis, yang juga pada akhirnya memproduksi buku kumpulan tulisan.
Buku-buku tunggal saya, sebenarnya, merupakan "duta" atau "juru bicara" untuk kalangan peminat tulis-menulis di Balikpapan. Secara lisan, saya kurang fasih menyampaikan suka-duka dalam tulis-menulis sekaligus perbukuan. Biarlah secara tulisan dalam bentuk buku yang mewakili saya.
Di samping karya-karya tunggal saya sendiri, ada juga buku karya orang lain yang akan saya terbitkan. Buku tersebut berupa novel "Setiap Malam adalah Sepi" karya Alfiansyah. Sekitar 200-an halaman manuskripnya sedang saya pelajari dan periksa. Mudah-mudahan novel berlatar tempat Balikpapan ini bisa terbit pada pertengahan 2019.
Alfiansyah juga Kompasianer dari Balikpapan. Sebagian besar artikelnya di Kompasiana.Com bertema sepakbola karena pernah menjadi wartawan yang membidik berita sepakbola, dan menjadi pengasuh media (media officer) di Persatuan Sepakbola Indonesia Balikpapan (Persiba).
Baru Alfiansyah yang berani bercita-cita menjadi penulis. Cita-citanya itu disampaikannya secara langsung pada saya. Saya sangat heran dan tergidik karena saya sendiri tidak berani menjadi penulis.
Dan, salah satu niat saya sejak menjadikan Abadi Karya secara resmi-bersertifikat notaris sebagai penerbitan (8/7/2018) adalah menerbitkan buku-buku karya putera-puteri Balikpapan. Selain harus dipelajari kembali, upaya menerbitkan karya penulis lokal termasuk upaya mengabadikan jejak penulisan mereka.
Regenerasi penulis, anggaplah, merupakan bagian dari resolusi saya untuk 2019. Novel karya Alfian, saya harapkan, bisa menjadi awal terbukanya kesempatan bagi mereka untuk bisa "tampil" dalam kasanah literasi nasional, meskipun sudah ada karya penulis Balikpapan yang menduluinya. Tentu saja, konsekuensi saya adalah kembali mengamati setiap perkembangan tulis-menulis di kalangan orang muda Balikpapan yang saya "tinggalkan" sejak 18 Oktober 2014.
***
Demikian saja resolusi saya untuk 2019. Memang, namanya juga resolusi alias sebatas rencana. Terwujud-tidaknya, tidak perlulah bermuram durja. Paling tidak, sebagai manusia biasa, selalu ada rencana untuk bisa lebih produktif. Sebagai orang yang menulis, saya selalu menginginkan semua tulisan/artikel saya terabadikan dalam bentuk buku.
Akan tetapi, kalau tidak mampu merealisasikan semuanya,ya, Â minimal bisa 2 buku saja. Gampang, 'kan? Yang penting, dengan rencana yang sedang saya buat, saya olah-kelola semampu saya, dan semoga pada 2019 ada buku baru yang terbit tanpa terbirit-birit. Aduhai-aduhai saja, ah.
"Selamat Tahun Baru 2019 bagi seluruh manusia di dunia!"
*******
Balikpapan, 31 Desember 2018