Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bertanggung Jawab Walaupun Liar

29 Desember 2018   17:17 Diperbarui: 29 Desember 2018   17:47 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Prit! ! Prit! Priiiiiit!

Saya menoleh ke arah sumber suara yang muncul secara tiba-tiba. Antara heran dan jengkel saya pun menghentikan gerakan lalu merogoh saku untuk mengambil uang receh.

Tadinya tidak terlihat, kok bisa mendadak muncul, ya?

Seorang pemuda berjalan agak cepat ke arah saya. Di mulutnya terselip sebuah peluit. Gerakannya pun dibarengi dengan sebelah tangan seakan mengatur arah kendaraan yang lewat.

Dengan masih agak jengkel saya memberikan sejumlah uang receh yang wajar untuk parkir. Lalu dia bergerak sebagaimana tukang parkir umumnya.

Kejadian semacam itu bukanlah satu-dua kali saya alami. Terkadang saya membayar dengan rasa jengkel, apalagi kalau barang atau sesuatu yang saya mau beli ternyata tidak ada.

Jadi Tukang Parkir Liar Dadakan
Saya pernah menjadi tukang parkir liar selama 1 minggu karena sedang tidak memiliki uang serupiah pun, meski hanya untuk makan berlauk minimalis di warung murahan. Lokasinya di depan sebuah toko. Waktu itu masa libur Idul Fitri.

Tukang parkir "asli"-nya sedang berlibur lebaran ke kampung istrinya. Tentu saja saya sudah mengenalnya terlebih dulu karena saya biasa nongkrong di emperan toko itu. Selain dia, saya pun mengenal tukang parkir di area sebelah-sebelahnya. Pemilik toko dan karyawannya juga mengenal saya.

Dengan mengenakan rompi oranye khas tukang parkir (pinjaman, sih), saya berdiri atau duduk di tengah area parkir yang tidak terlalu lebar agar bisa mengawasi suasana, orang lalu-lalang, kendaraan sekaligus perlengkapannya.

Meski tanpa pengalaman sebagai tukang parkir, saya berusaha menjadi tukang parkir sungguhan. Kalau kendaraan itu beroda dua alias motor, saya harus menjaga helm si pemiliknya juga. Kalau kendaraannya beroda empat, saya harus memperhatikan kelengkapan atau atribut di badan mobilnya, semisal kaca spion, dan situasi lalu-lintas di sekitarnya.

Kendaraan yang parkir di depan toko itu memang tidaklah membludak karena masa libur lebaran. Saya tidak terlalu repot untuk mengawasi sekaligus mengatur masuk-keluar kendaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun