Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bersantai dengan Suasana yang Berbeda

28 Desember 2018   03:28 Diperbarui: 28 Desember 2018   04:29 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jembatan Manggar di latar timur (Dokpri)

Prabowo Subianto berjoget pada Natal keluarga adiknya. Anies Baswedan datang ke beberapa gereja, mengucapkan "Selamat Natal", dan mengajak warga merayakan Natal bersama Pemprov DKI Jakarta. Mantan Ketua MUI sekaligus Cawapres No. 01 Ma'ruf Amin mengucapkan "Selamat Natal". Berita seputar Natal dan selalu "anu".

Terserah saja urusan "anu". Saya sekeluarga merayakan Natal juga di rumah. 25/12 malam Alfiansyah dan Vrendy Zulianang pun datang. Nur Koiri tidak bisa hadir karena Nia (istrinya) sedang sakit gigi.

Sambil menikmati sajian apa adanya di teras, kami bersepakat untuk mancing di Sungai Manggar yang terletak di dekat rumah Alfian pada hari lusa (27/12). Sekadar mengganti suasana yang belum pernah kami coba. Bersantai dengan biaya murah tanpa perlu menyewa perahu.

Pada 26/12 malam Nur Koiri dan Nia datang ke rumah saya. Keduanya pun sepakat untuk ikut mancing. Ya, selagi ada kesempatan untuk bisa bersantai bersama sekaligus murah-meriah, tidak perlu repot dengan pertimbangan, perhitungan, atau perihal muluk-meliuk apa pun, 'kan?

Kamis (27/12) sore bercuaca cerah, meski tadi malam hujan deras dan Nur-Nia pulang dalam sisa hujan. Saya tiba terlebih dulu di rumah Alfian. Saya membawa bekal berupa makanan dan minuman ringan dari meja Natal di rumah.

Sebentar ngobrol dengan bapaknya, dan menanyakan kabar Ocha--kakak sulungnya Alfian. Saya dan keluarga Alfian memang saling mengenal. Kalau sedang Idul Fitri dan kebetulan saya berada di Balikpapan, saya akan berkunjung ke rumah mereka seperti yang pernah saya tuliskan melalui artikel "Berlebaran di Sebuah Kampung Nelayan Manggar, Balikpapan" (27/6/2017). Menurut saya, keluarga mereka tergolong tulus-ikhlas dalam bergaul.

Kali ini tidak perlu menunggu Idul Fitri 1440 H (2019 M) jika ingin bertemu sebentar dengan keluarganya lalu bersantai di pinggir Sungai Manggar. Cukup dengan mengikuti kesepakatan, tidak ada kendala apa pun, dan cuaca mendukung, ya, bereslah. Tidak juga repot memikirkan soal umpan, pancing, dan nanti hasil memancingnya bagaimana.    

Kata bapaknya, Ocha sedang berada di kampung halaman bapaknya, yang berdekatan dengan perairan Majene, Sulawesi Barat. Perairan Majene mengingatkan saya pada tragedi jatuhnya pesawat terbang Adam Air pada 2007.

"Dia mau jadi kepala desa di sana," ujar bapaknya Alfian.

Wah, keren sekali, pikir saya.

Betapa tidak keren, lha wong bapaknya Alfian juga tergolong tetua adat di sana, meski sudah lama pindah ke Balikpapan. Terus, dari obrolan di posyandu depan rumah Alfian itu, Ocha pun mau terlibat dalam kegiatan adat, termasuk menjaga pusaka Kerajaan Pamboang bersama dengan warga setempat.

Sore itu saya belajar sedikit dari bapaknya Alfian mengenai suatu daerah yang belum pernah saya kunjungi. Saya pun berencana untuk pergi ke sana untuk melihat suasananya, meski entah kapan. Kalau di sana Ocha sudah menetap, bahkan mengelola wilayah dengan status "kepala desa", lantas rencana saya terwujud, alangkah aduhainya!  

Nusantara memang luas. Saya tetap ingin mengunjungi daerah-daerah di Nusantara. Saya ingin mencatatkan hal-hal yang belum pernah saya temui. Untuk sementara, ya, saya harus bersabar, dan berusaha menabung. Baiklah, saya simpan dulu rencana itu.

Pada senja yang menjelang magrib saya dan Alfian menyiapkan pancing di antara perahu-perahu nelayan yang sedang parkir. Permukaan air mulai pasang, dan arus mengarah ke sisi kanan sambil membawa benda-benda ringan.

Sisi barat (Dokpri)
Sisi barat (Dokpri)
Sebentar kemudian Vrendy, Nur, dan Nia datang. Satu kantung plastik berisi keripik singkong berada di tangan Vrendy. Mereka cengengas-cengenges saja. Maklumlah, orang-orang mau bersantai. Masak, sih, bersantai harus dengan cemberut?

Hanya saja ketika azan magrib berkumandang dari beberapa masjid di sekitar kampung nelayan itu, mereka segera menunaikan panggilan wajib sebagai kaum muslim. Tinggal saya sendirian memegang pancing di atas sebuah perahu yang sedang parkir. Cuma sebentar, sih.

Memang cuma sebentar. Mereka pun datang lagi melewati papan-papan ulin. Sebuah gitar hitam dibawa oleh Alfian sembari dimainkannya dengan instrumentalia saja. Entah lagu apa karena saya sedang berkonsentrasi pada gagang pancing.

Selepas petang hingga menjelang larutnya malam kami memancing di antara perahu-perahu nelayan. Beberapa kali kail kami tersangkut sehingga putus dan harus dipasang kail lainnya. Sementara tidak ada mulut seekor ikan pun yang tersangkut.

Saya sedang menunggu ikan khilaf (Dok. Alfiansyah)
Saya sedang menunggu ikan khilaf (Dok. Alfiansyah)
Alfiansyah (Dokpri)
Alfiansyah (Dokpri)
Di situ kami memang tidak sedang ngotot untuk mendapatkan ikan. Tujuan awal tidak kami selewengkan atau belokkan dengan hasil di runcing mata kail. Sekadar ingin bersantai bersama. Memancing suasana berbeda sembari bernyanyi lagu-lagu cinta dengan iringan gitar.

Ki-Ka : Alfiansyah menyanyi, Vrendy bergitar, dan Nur mancing (Dokpri)
Ki-Ka : Alfiansyah menyanyi, Vrendy bergitar, dan Nur mancing (Dokpri)
Ada juga kesempatan ngobrol dengan pasangan Nur-Nia tentang kisah kasih hingga berjodoh. Alfian sangat antusias pada kisah kasih itu karena sedang jomlo setelah putus pada tahun lalu dengan seorang gadis yang dipacarinya selama 6 tahun. Vrendy justru sibuk dengan ponselnya untuk melakukan pendekatan pada seorang gadis yang dijumpainya di rumah saya sewaktu Natal kemarin.

Tidak terasa waktu telah hanyut ke angka 11. Oh, malam berbulan-bintang akan sampai di puncaknya. Kami harus mengakhiri kegiatan santai di situ setelah berencana untuk menikmati tahun baru di rumah Nur-Nia. Saya perlu memikirkan rencana itu dengan sebaik-baiknya karena saya belum pernah berkunjung ke rumah Nur-Nia, dan, biasanya di rumah saya ada acara khusus tahun baru yang disiapkan oleh istri saya.  

*******
Balikpapan, 28 Desember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun