Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Nangka Berbuah Cempedak

22 November 2018   12:56 Diperbarui: 22 November 2018   13:30 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini bukanlah sebuah peribahasa "cempedak berbuah nangka" yang artinya "mendapatkan sesuatu yang lebih daripada yang diharapkan". Atau juga lagu daerah asal Palembang, "Dek Sangke" atau "Dak Sangko".

Ya, sewaktu masih kanak-kanak di Bangka, tepatnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat (sampai 1987) saya sering mendengar lagu daerah asal Palembang itu. Sebagian liriknya begini :

Dek sangke aku dek sangke
Cempedak babuah nangke
Dek sangke aku dek sangke
Cempedak babuah nangke

Nah, di Kupang (2017-2018), tepatnya di halaman kantor IRGSC saya malah menemukan sekaligus menikmati buah nangka seperti cempedak. Bentuk, warna, tekstur, rasa, dan aromanya mirip sekali.

Hanya saja cara membuka kulitnya yang berbeda. Kalau membuka kulit buah cempedak, biasanya, menggunakan pisau, dan satu bagian kulitnya disayat dari ujung sampai pangkal (tangkai).

Sewaktu kecil dan remaja di kampung, saya dan kawan-kawan sebaya tidak menggunakan pisau karena kami biasa bermain di kebun. Ketika menemukan buah cempedak, pertama kali saya atau seorang kawan mengupas sebagian ujungnya dengan gigi saja.

Untuk apa? Tengok untuk melihat tingkat kematangannya, khususnya melalui warnanya. Lalu ambil satu untuk merasakan tingkat kelezatannya. Seterusnya, ya, menggunakan tangan kosong untuk membedah kulitnya yang mulus itu.

Tetapi "nangka berbuah cempedak" di Kupang ini tidak perlu repot dikupas. Kulitnya sudah rapuh pertanda matang seperti dipresto. Tinggal dibongkar begitu saja, beres.

Dek nyangkak aku dek nyangkak
Ade nangkak isik cempedak

Tidak sangka saya tidak sangka, ada nangka berisi cempedak. Begitu mudahnya saya mengambil butir-butirannya.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
img-4417-jpg-5bf6499cc112fe11875a13b6.jpg
img-4417-jpg-5bf6499cc112fe11875a13b6.jpg
Lalu, dengan memberi tepung seperti hendak menggoreng pisang,  saya pun melakukannya pada "nangka cempedak" ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun