Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Siapa Mengusung Siapa untuk Menang Pileg 2019

2 November 2018   01:40 Diperbarui: 2 November 2018   06:37 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diri sendiri merupakan produk (product). Dapilnya merupakan tempat (place). Harga (price) juga terkait dengan biaya kampanye, sebelum hitung-menghitung harga "kursi" yang menjanjikan nilai ekonomi tertentu. Dan, promosi (promotion) dilakukan dengan cara apa saja.

Ada satu "P" lagi yang bisa dimasukkan dalam teori pemasaran itu, yakni sosok atau ketokohan (Person atau keyperson/orang kunci). Selain memanfaatkan ketokohan Jokowi atau Prabowo, seorang caleg dari partai lainnya menggunakan foto "Soeharto sedang tersenyum dan melambai" di belakang foto dirinya.

Ya, pada masa kampanye untuk Pemilu 2019 ini saya melihat tiga sosok (Jokowi, Prabowo, dan Soeharto) yang menjadi bagian dari strategi pemasaran diri sebagian caleg. Jokowi sudah menjadi latar dari caleg-caleg koalisi petahana. Demikian juga dengan Prabowo dalam partai koalisi "penantang". Sementara Soeharto merupakan upaya untuk mengingat para penikmat rezim ORBA dengan slogan "Ijeh Penak Jamanku, To?" (Masih enak zamanku, 'kan?).

Penggunaan tokoh tertentu ini serius jika terkait dengan dapil si caleg. Tidak peduli dengan situasi semacam apakah, dengan politik "dua kaki"-kah, yang penting, perjalanan politik tetap aman-terkendali dalam perolehan suara.

Seorang caleg harus berpikir pragmatis sekaligus fokus pada pemenangannya sendiri. Persoalannya nanti, bagaimana dengan loyalitas sebagai caleg suatu partai, ya, urusannya tetap nanti. Diplomasi tetap menjadi bagian dalam komunikasi antara caleg dan pimpinan partai pengusungnya. Semua bisa didiskusikan asalkan menang.

Toh, politik praktis selalu mengutamakan aspek "praktis", 'kan?  Toh, dalam politik, tujuan utama tetaplah kekuasaan (kursi), 'kan?

Pencarian ataukah Justru Krisis Jati Diri

Saya memahami maksud-tujuan para caleg yang menggunakan sosok-sosok tertentu dalam bagian alat kampanye mereka, termasuk Demun dan Sarwan. Terlebih, sebagian kecenderungan politik kontemporer masih menganut mazhab Machiavelli.

Inti pemikiran politik Machiavelli (Niccolo Machiavelli, 1469-1527) berada pada "meraih" dan "mempertahankan" kekuasaan--yang dikenal oleh sebagian pemerhati politik--dengan menghalalkan segala cara. Apa pun caranya, kekuasaanlah yang harus diraih!

Penyematan tokoh tertentu di belakang caleg, menurut saya, merupakan bukti kekuranganpercayaan diri seorang caleg itu sendiri dengan reputasi-reputasinya sendiri. Penyematan sosok tertentu, diharapkannya, mampu "mendongkrak" pamoritasnya dalam kancah perebutan dukungan dan suara.

Kasihan sekali. Selama puluhan tahun si caleg semacam Demun dan Sarwan kurang menyiapkan diri dengan membangun reputasi sendiri melalui kerja nyata beserta prestasi-prestasi yang jelas-gamblang di depan publik, apalagi publik dapilnya sendiri. Entah ke mana selama sekian puluh tahun hidup, kok tiba-tiba muncul dan ingin mendapat simpati sekaligus suara publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun