Awal 1990-an "Si Gundul"-nya Hanung Kuncoro muncul. Saya selalu terpingkal-pingkal dengan ulah "Si Gundul" yang Smurf dan "kampungan" dengan "Sepakbolaria" itu. Tidak ketinggalan juga kartun-kartun humor (gag cartoon) dari para kartunis di luar Bola.
"Si Gundul"-"Sepakbolaria" memang menjadi hiburan utama saya sebelum membaca berita atau ulasan olah raga. Dan, pada 1998 pertama kalinya kartun humor saya berhasil menjebol "gawang" redaktur Bola. Tentu saja, saya semakin terpingkal-pingkal.
Pada 14 Mei 2005 saya pulang ke kampung dengan salah satu bekal berupa  buku "Sepakbolaria". Saya masih mengirim kartun ke Bola. Ada juga yang dimuat.
 Pada Maret 2009 saya pindah, dari Jakarta ke Balikpapan, Kaltim. Di Kota Minyak saya masih mengirim kartun, dan ada yang dimuat.
Uniknya, saya mengambil honornya melalui wesel dari kantor pos. Padahal, honor karya saya--selain kartun--dari media lain sudah melalui rekening bank.
Di Kota Beruang Madu saya pun menyarankan Alfiansyah--wartawan muda khusus olah raga di media lokal ketika itu--belajar perihal menulis berita seputar sepakbola  pada Bola. Alasan saya, ya, tabloid milik Grup Kompas-Gramedia ini sangat tepat sebagai media pembelajaran bagi wartawan semacam dia.
Sayangnya, saya tidak bisa memantau pembelajarannya karena tempat tinggalnya cukup jauh, meski beberapa kali datang ke rumah saya sampai dia kini bekerja di bagian administrasi-media Persiba. Dan, sayangnya lagi, Bola akan segera "cabut gawang" dan "gulung lapangan".
Ya, sayang-disayang, toh, begitulah kenyataannya. Apalah daya saya, yang bukan siapa-siapa. Saya hanya bisa mengucapkan "terima kasih" dan "selamat berpisah" kepada Bola atas keberadaannya selama sekitar 34,5 tahun ini.
*******
 Kupang, 19 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H