Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Politik yang Cengeng

18 Oktober 2018   05:33 Diperbarui: 18 Oktober 2018   14:17 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi, kelihatannya, terlalu biasa. Sebagian malah menuai cibiran dan candaan karena mirip acara televisi yang mendapat penilaian (rating) tinggi.

Yang kemudian bisa memungkinkan ialah segelintir pendukung. Misalnya pelarangan atau pengusiran dari suatu daerah dalam rangka penggalangan massa. 

Dalam kasus "penganiayaan" terhadap RS yang ternyata "operasi plastik", lucunya, sebagian elite politik masih menggunakan sisi paradoks itu, baik dengan lantang "tindakan represif-pengecut" (Selasa, 2/10) maupun "korban kebohongan" (Rabu, 3/10). Artinya, ya, memerankan korban (playing victim) lagi.

Sebenarnya masih ada beberapa contoh lain yang bisa berkatagori "memerankan korban" dan "berempati terhadap korban". Intinya, strategi politik yang cengeng masih dianggap penting dalam upaya perebutan kekuasaan selama sebagian rakyat Indonesia suka berendam dalam kubangan air mata di depan media hiburan.

Memang paradoks. Suka menonton acara hiburan, kok malah menangis, ya? Mau menjadi penguasa, kok malah memerankan diri sebagai korban, ya? Aduhai sekali komoditas korban dalam politik yang cengeng ini!

*******

Kupang, 18 Oktober 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun