Sejarah dalam suatu negara bisa menjadi satu versi atas nama negara atau penguasa negara pada suatu masa.
Ketika masih duduk di bangku SD sampai SMA, saya percaya pada sejarah yang mengatakan bahwa Belanda berhasil menguasai Nusantara dengan strategi memecah-belah bangsa Indonesia (devide et impera).
Tetapi, ketika kuliah hingga sekarang, saya tidak percaya lagi. Realitas yang tidak pernah tertulis sebagai kebenaran adalah kecenderungan sebagian orang Indonesia memang mudah mengadu dirinya sendiri, entah dengan alasan apa.
Tawuran antarpelajar, mahasiswa atau pemuda bukanlah berita baru sejak era internet berlari kencang. Saya menyaksikan itu di depan mata saya sendiri sebelum televisi berwarna-warni!
Hingga tragedi CFD tadi, selain 'perang hujatan' di media sosial! Bukankah Belanda sudah lama pulang kampung? Masihkah pantas menyebut Belanda sebagai biang kerok devide et impera?
Oh, saya tidak pernah percaya lagi. Sebaliknya, seperti yang saya katakan, kecenderungan sebagian orang Indonesia memang mudah mengadu dirinya sendiri, entah dengan alasan apa.
Saya justru membayangkan, orang-orang pra-Indonesia alias zaman kolonialisasi Belanda memang mudah bertarung dengan sesamanya. Kerajaan melawan kerajaan, dan rakyat berperang tanpa memahami hakikat kehidupan selain kepatuhan bahkan pemujaan terhadap sosok raja (penguasa) sebagai bakti kepada "Sesuatu" yang disembah.
Belum lagi dalam lingkup kecil, yaitu keluarga. Antaranggota keluarga pun bisa berkelahi, apalagi jika sudah mengangkut urusan warisan keluarga. Saya sudah menyaksikan dan mengalami hal yang berlingkup kecil itu.Â
Dan, kali ini adalah alasan politik yang sama sekali tidak dipahami secara benar dan dalam oleh sebagian orang Indonesia sendiri. Sungguh memilukannya realitas situasi sosial-politik ini.
Demikian sajalah. Maaf, saya tidak mampu melanjutkan. Biar Dilan saja.
*******