Mereka melemparkan kail bersangkut umpan itu ke tengah, lalu meletakkan kaleng penggulung di sela-sela alur petak tembok miring, dan duduk sejenak. Sebentar-sebentar memeriksa ada-tidaknya ikan yang tersangkut, dan duduk kembali di tebing tembok miring ini sembari menghisap sebatang rokok filter.
Nikmat sekali, tampaknya. Entah apa yang tersangkut dalam khayalan mereka. Tak jauh dari situ, beberapa ikan sembilang tergeletak (ada yang masih menggelepar) dengan ikatan senar di sela insang.
Aku sendiri tidak tahu, harus dengan umpan apa lagi yang pas untuk kupasangkan di kail pertanyaanku supaya bisa kudapatkan jawaban tepat dari bibir merah jambu-basah gadis itu tentang asal-usul atau alamat tempat tinggalnya. Apakah mungkin aku bisa mengorek sedikit jati diri gadis itu melalui para remaja pemancing itu, atau dari ibu warung empek-empek di pojok dermaga?
Aku ragu-ragu. Di usiaku yang mendekati seperempat abad ini ternyata aku masih kesulitan menemukan cara untuk sekadar tahu tentang lawan jenis.
Tapi, apakah memang penting bagiku untuk mengetahui segelintir informasi apa saja mengenai gadis itu? Apa gunanya? Apa pula ada kelanjutan dari perjumpaan-perjumpaan kami manakala senja begitu rupa memamerkan kemahirannya melukis dirinya dengan penuh kegemilangan? Mau coba-coba singgah ke rumahnya yang, tidak mustahil, ditempatinya bersama suaminya atau gadis ini sebenarnya sedang gelisah menanti hari pernikahannya?
***
“Hanya mendung yang akan membendung geliat senja di sana,” ujar gadis itu sontak membuyarkan beragam kepenasaranku padanya, walaupun segera kusadari bahwa kedatanganku di kota dermaga ini agak bergeser dari fokus utama, yaitu menikmati senja.
“Apakah kamu sering mendapati senja ditelikung mendung itu?”
“Ya. Dan tak akan ada keindahan dalam mengakhiri hari. Menyedihkan. Seperti pula hidup sebagian manusia yang berakhir dengan hal-hal yang tidak terpuji.”
“Berarti tidak beda jauh dengan mendung yang memenggal perjalanan fajar di dermaga Kampung Nelayan di kotaku. Situasi yang menghambat kegemilangan hidup seseorang.”
“Entahlah. Namun, lepas subuh, bila mendung cuma sesaat, matahari akan tetap menanjak, menyibak cakrawala sampai terang-benderang. Berbeda dengan senja, ‘kan?”