Pepatah Cina mengatakan yi ri wei shi, zhong shen wei fu, artinya "sehari menjadi guru seumur hidup menjadi orang tua". Ungkapan tersebut menegaskan arti spesial bahwa seorang guru sudah seperti orang tua yang pada kenyataannya tetap menular dari generasi ke generasi.Â
Dari sini ada satu hubungan yang dibangun dalam dunia perguruan di Cina yakni seorang anak memohon kepada seseorang yang mempunyai keahlian untuk menjadi guru baginya. Hubungan tersebut berlaku untuk selamanya.Â
Sejak itulah, seorang murid memanggil gurunya "shi fu", dan guru memanggil muridnya "di zi". Dari hubungan ini, sudah sepatutnya seorang guru akan membentuk diri murid dan meninggalkan sesuatu yang harus dilestarikan yaitu ilmu atau ajaran tentang sistem perguruannya dan seorang murid dengan kesetiaan mematuhi ajaran tersebut sepanjang hayat sebagai wujud bakti.Â
***
Dunia abad 21 dipenuhi dengan kekalutan, sebuah kenyataan yang tidak bisa dielak dan membawa manusia masuk dalam dunia yang secara kasat mata menjadikan teknologi menjadi rutinitasnya sehari-hari. Dunia abad 21 mengubah cara pandang manusia menjalani kehidupannya. Suatu evolusi bahkan revolusi menjadi fenomena nyata yang harus dihadapi.Â
Perubahan zaman tidak dapat ditekan dengan kekuatan apapun, hanya butuh kecepatan untuk bergerak jauh lebih maju. Siapa yang lebih cepat bergerak memahami teknologi, dialah akan menjadi jauh lebih maju. Bukan hanya itu, banyak bidang pekerjaaan yang mulai memanfaatkan peran teknologi bahkan teknologi dapat menggantikan peran profesi tersebut agar menjadi efisien dan efektif.Â
Bagaimana dengan guru? Apakah guru dapat tergantikan dengan teknologi? Sampai kapan pun, teknologi secanggih apa pun tidak dapat menggantikan profesi guru. Mengapa demikian? Profesi guru adalah mendidik yakni menanamkan nilai-nilai dasar kemanusiaan dalam diri para siswa.Â
Mendidik adalah aktivitas, tindakan mengantar seorang anak menuju dewasa dengan memberikan santapan lahir dan batin dengan keilmuan menuju masa depan. Maka mendidik dan mengajar adalah bakti seorang guru secara konkret. Â
Mencermati permasalahan dalam bidang pendidikan di abad 21 ini, seyogianya guru perlu meningkatkan kompetensi diri untuk terus berkembang dalam ruang dan waktu, terus belajar dan berinovasi, ledakan kemauan menginisasi diri belajar hal-hal yang baru, bersaing melahirkan sesuatu menjembatani siswa hidup dalam peradaban era 4.0.Â
Mendidik siswa di abad 21 bukan perkara mudah. Siswa abad 21 praktis memiliki peluang belajar tidak hanya pada sekolah, tetapi dapat belajar di mana-mana, bahkan terbawa ke mana-mana. Melalui smartphone berbasis android mereka dengan mudah belajar mencari informasi yang diinginkan dengan mudah melalui mesin pencari google, kapan dan di mana pun mereka inginkan.Â
Lantas, bagaimana karakteristik siswa abad 21? Pertama, siswa abad 21 menyukai kebebasan dalam belajar. Pada masa dahulu dengan kekurangan sumber belajar, bisa saja pembelajaran di kelas dilakukan dengan mencatat buku sampai habis, dan mendengar ceramah guru yang menjadi satu-satunya sumber belajar.
Seiring perkembangan zaman sistem demikian berubah. Siswa lebih cenderung mempelajari hal-hal praktis dari android dari pada mendengarkan penjelasan guru, maka kebebasan dalam belajar, kebebasan menentukan sumber belajar menjadi poin penting yang harus diperhatikan guna memahami karakteristik siswa sekarang.
Kedua, nyaman dengan lingkungan yang terhubung dengan internet. Bila kita cermati, hampir semua siswa sekarang memiliki andorid. Berbekal android kecil tersebut mereka akan nyaman belajar bila terhubung dengan internet.Â
Belajar tanpa ruang itulah yang justru membuat siswa mau belajar. Ketiga, berkomunikasi dengan gambar, simbol, animasi, ikon, dari pada teks. Siswa lebih mudah belajar dengan bereksplorasi dari pada duduk dan mendengar. Bila belajar tentang kupu-kupu, mereka lebih menyukai kegiatan mengamati kupu-kupu dari pada membaca teks tentang kupu-kupu. Hal tersebut merangsang sel-sel otaknya untuk berpikir kritis.
Mencermati karakteristik siswa seperti yang dipaparkan di atas, maka guru mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mengembangkan pola pembelajaran di abad 21 ini agar pembelajaran lebih menyenangkan dan menarik. Bagaimana menjadi guru di abad 21 ini?Â
Guru abad 21 memanfaatkan technological knowledge (pengetahuan teknologi) dalam proses pembelajaran. Perubahan teknologi yang cepat membuat guru harus mau mengubah pola pikir untuk menjadikan teknologi sebagai kawan dan partner mengajar.Â
Namun ada beberapa kebimbangan yang muncul ketika berhadapan dengan pendapat yang kontra. Banyak kalangan yang mengatakan bahwa penggunaan teknologi akan memberi manfaat yang negatif terhadap perkembangan siswa seperti membuat anak tidak mau belajar (malas-malasan) dan perilakunya cenderung individualis akibat penggunaan gadget berlebihan.Â
Peran guru sebagai fasilitator sangat dibutuhkan dalam hal ini. Guru harus mampu memfasilitasi dan malatih siswa untuk terampil menggunakan gadget untuk menambah ilmunya. Berkawan dengan teknologi dalam pembelajaran bukan berarti mengajak siswa untuk menjadi candu dengan teknologi tetapi membiasakan untuk menggunakan teknologi secara bijak untuk belajar dan mengerjakan tugas yang berkaitan dengan pelajaran sekolah.Â
Selain pemanfaatan teknologi, guru bisa menerapkan pembelajaran terintegrasi, yakni pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pembelajaran bermakna bagi siswa. Mengajar akan menjadi sepi bila guru selalu mengasingkan diri, maka bentuklah tim demi mencapai tujuan bersama dalam suatu proses pembelajaran terintegrasi yang bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun konsep yang saling berkaitan.Â
Dalam pembelajaran ini guru akan mengembangkan pembelajaran yang utuh dengan memberikan pengalaman belajar kepada siswa untuk bekerja sama, berkolaborasi dan berkomunikasi. Siswa diarahkan untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab untuk bereksplorasi dan dekat dengan sumber ilmu.Â
Guru abad 21 memberi ruang kepada siswa untuk kolaborasi dan komunikasi. Dalam proses pembelajaran guru sepatutnya memberikan ruang kepada siswa untuk berkolaborasi dan berkomunikasi dalam kelompok kecil sehingga mereka mau tahu dan sadar betapa pentingnya berinteraksi dengan sesama, dan mampu menghayati perannya sebagai pembelajar.Â
Pengembangan sikap kolaboratif dan komunikatif dalam pembelajaran dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan abad 21 dan mengaplikasikan berbagai strategi pembelajaran untuk meningkatkan keterlibatan siswa dan hasil belajarnya. Mengingat kecepatan belajar setiap siswa berbeda maka ruang kolaborasi dalam pembelajaran menjadi penting agar di antara mereka bisa saling belajar.Â
Guru abad 21 mendorong siswa untuk melampaui dirinya. Siswa didorong untuk mengambil nilai yang diperoleh dalam pembelajaran untuk mewujudkannya dalam proses interaksi di keluarga maupun masyarakat. Artinya bahwa dalam proses pembelajaran guru mengembangkan proses interaksi sesama siswa untuk mentransformasi nilai-nilai baik yang dianut sesuai budaya dan nilai luhur bangsa Indonesia.Â
Karena mendidik anak menuntut kesediaan memberikan waktu dan kasih sepenuh hati dalam tiap proses yang dilalui sampai ia menjadi matang di hari depan.
Menjadi guru abad 21 harus mampu mengubah diri sendiri dan mengakui dengan rendah hati bahwa setiap interaksi didik membawa serta proses pembelajaran, seperti Maria Montessori yang menyerukan kepada orang dewasa untuk melihat kana-kanak secara lain, sebagai satu inkarnasi, bibit perbaikan, pengharapan dan pembaharuan.
 Guru abad 21 mengambil peran sebagai pemenang, pembawa harapan, dan pembaharuan dalam diri setiap siswa, menanamkan kebiasaan baik dalam diri siswa agar mampu mewarisi nilai-nilai kebaikan kelak sebab sehari menjadi guru, seumur hidup menjadi orang tua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H