Mohon tunggu...
Agustinus Ependi
Agustinus Ependi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Filsafat, di Fakultas Filsafat, Universitas St. Thomas Medan

Tutuh Nya Tiop, Akal Nya Midop.. Onih Agah?

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Persaudaraan Universal Menurut Cara Hidup St. Fransiskus da Asisi

13 Oktober 2023   23:16 Diperbarui: 13 Oktober 2023   23:20 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persaudaraan Universal Dalam Cara Hidup Fransiskus Asisi di Era Digital

 

Abstrak: Era pemerintahan Joko Widodo, Indonesia mengalami kemajuan yang begitu pesat, baik itu dalam bidang infrastruktur dan sumber daya manusia. Kemajuan itu tentu sangat membuat perubahan dalam masyarakat, terutama dalam kehidupan sosial dan terhadap lingkungan alam. Dalam kehidupan sosial manusia mengalami krisis moral dalam hidup begitu juga dengan lingkungan alam. St. Fransiskus mendasarkan hidup persaudaraannya atas inspirasi Injil suci. Injil merupakan sebagai motor penggerak persaudaraan yang dibangunnya. Fransiskus melihat seluruh mahkluk yang ada di muka bumi sebagai ciptaan Tuhan, maka dalam kidung saudara matahari ia menyebut segala sesuatu sebagai saudara dan saudari. Untuk menjalankan itu semua tentu memiliki sikap persaudaraan yang loyalitas. Para saudara fransiskan dipanggil dan diutus untuk membawa perdamaian. Dimana ada saudara fransiskan disitu ada kedamaian.

Kata kunci: Persaudaraan, teladan, keadilan, loyalitas, perdamaian, keharmonisan.

Pendahuluan

Telah menjadi pemahaman kita bersama bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagi macam suku bangsa. Hal semacam ini mengandaikan bahwa ada kesatuan dalam masyarakat. Hal yang serupa juga dialami oleh berbagi dunia. Sebagai mahkluk yang berakal budi, manusia memiliki peran penting dalam keberlangsungan kehidupan di dunia ini. Manusia berkombinasi dalam melindungi, mempertahankan eksistensinya sebagai individu dalam hidup bersama dalam lingkungan masyarakat. [1]Namun mengingat bahwa setiap individu memiliki kepentingan yang berbeda-beda dalam mempertahankan hidupnya di dunia, maka terdapat kemungkinan bahwa konflik antara yang satu dengan yang lain. 

 

Secara khusus kita di negara Indonesia yang memiliki berbagi ragam suku bangsa, jadi sangat besar kemungkinan akan terjadi konflik antara masyarakat. Kita sangat bersyukur pada era pemerintahan Joko Widodo pada saat ini, konflik masih bisa diatasi. Walaupun kita ketahui bahwa sampai saat ini gerakan papua merdeka belum bisa di selesaikan dengan baik. Bahkan sudah banyak memakan korban jiwa, secara khusus anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia). Selain gerakan OPM ada juga di berbagai daerah di Indonesia ini mengalami konflik, misalnya terjadi pengeboman dan pembakaran Gereja serta terjadi demo akibat dari kepentingan politik.[2]

 

Dalam era pemerintahan Presiden Joko Widodo, negara Indonesia mengalami kemajuan yang begitu pesat di berbagai bidang. Kemajuan itu sangat mempengaruhi pola kehidupan masyarakat dan ekosistem alam.  Misalnya pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur, dimana dalam pembangunan itu membuka lahan yang begitu luas. Sehingga ekosistem alam yang ada di Kalimantan mengalami gangguan. Selain alam, pembangunan IKN juga mempengaruhi pola kehidupan masyarakat adat Dayak yang ada di Kalimantan Timur. [3]Masyarakat mengalami kemerosotan dalam hidup bersaudara. Terutama dalam dunia digital ini manusia lebih asik dengan dirinya sendiri tampa memperdulikan kehidupan bersama. Bahkan dalam satu kelurga orang-orang tidak lagi mengalami keharmonisan, sebab segala sesuatu disediakan dalam dunia digital. Maka tidak mengherankan lagi bahwa jarang kita temukan terjadi perkumpulan-perkumpulan dalam suatu rumah tangga. Setiap individu lebih menyukai kehidupan pribadinya dibandingkan kehidupan sosial.

 

Oleh sebab itulah melihat fenomena-fenomena yang terjadi di negara kita Indonesia ini. Dimana hari demi hari mengalami kemerosotan moral dan kemerosotan lingkungan alam. Akibat dari krisis kemanusiaan dan lingkungan alam ini tidak hanya dirasakan oleh bangsa Indonesia saja melainkan dirasakan oleh semua bangsa di dunia ini. Oleh sebab itulah Puas Fransiskus menerbitkan ensiklik yang berjudul Laudato si. Ensiklik itulah bentuk dari perwujudan dari keperdulian terhadap krisis kemanusiaan dan lingkungan. Oleh sebab itu, penulis juga mengajak para pembaca untuk mengingat kembali persaudaraan yang dihidupi oleh Santo Fransiskus dan persaudaraannya. Maka dalam karya tulis ini kita akan mendalami persaudaraan menurut cara hidup St. Fransiskus di tengah dunia digital saat ini. Dengan melihat kembali persaudaraan yang dibangun oleh St. Fransiskus menyadarkan kita akan indahnya berjalan bersama sebagai saudara.

 

Fenomena kehidupan saat ini 

 

Dengan segala kemajuan di berbagai bidang kehidupan manusia. Manusia mengubah segala-galanya dalam kehidupan ini. Baik itu dalam kehidupan sosial dan dengan lingkungan tempat manusia itu sendiri tinggal. Perubahan-perubahan yang terjadi bisa merupakan membawa kita kepada kemajuan dan bisa juga membawa kita kepada kemunduran. [4] Kemunduran pada lingkungan alam misalnya rusaknya lingkungan alam akibat dari pembukaan lahan dan pembangunan. Sedangkan dalam kehidupan sosial, banyak terjadi peperangan, kekacauan dan pemerkosaan serta berbagai kejahatan yang lainnya. Maka tidak heran jika kita melihat lingkungan sekitar banyak sekali fenomena-fenomena yang miris. Kalu kita melihat atau membaca berita di koran kita melihat berbagai fenomena yang terjadi di dalam kehidupan ini.

Banyak fenomena yang sangat memprihatinkan dalam kehidupan ini, secara khusus kerusakan lingkungan alam. Dimana-mana terjadi bencana, baik itu gempa bumi, tanah longsor, banjir dan gunung meletus. Fenomena-fenomena tersebut hampir setiap hari saja terjadi di berbagai daerah di Indonesia ini bahkan di luar Negri juga mengalami hal yang sama dengan kita. Tentu fenomena-fenomena itu terjadi diakibatkan oleh kondisi lingkungan yang semakin rusak. Se iringan meningkatnya pertumbuhan penduduk, maka semakin kompleks juga fenomena kehidupan yang terjadi. Terutama dalam kehidupan manusia berbagai macam muncul fenomena-fenomena      yang tidak sesuai lagi dengan norma hidup bersama. Fenomena yang sedang terjadi saat ini ialah banyak terjadi menimpa kaum perempuan dan anak-anak. Mereka cenderung mengalami penindasan dan kekerasan dari orang-orang yang ada di sekitar mereka. Hal itu tampak dengan seringnya meningkat kasus pelecehan seksual dan kekerasan terhadap anak. Fenomena-fenomena semacam ini sangat berkembang di Indonesia dimana kaum yang lemah mejadi obyek kekerasan sosial.[5]

 

Selain itu akibat dari kemajuan juga banyak berdampak kepada mereka yang miskin dan terpinggirkan. Maksudnya ialah dimana mereka yang miskin dan terpinggirkan semakin miskin dan terpinggirkan sedangkan yang kaya semakin kaya. Itulah fenomena realita yang kita alami, dimana kemajuan hanya dinikmati oleh orang-orang yang memiliki kuasa dan kekayaan saja. Sedangkan orang miskin hanya sebagai penonton saja, mereka sebagai imbas dari ketidakadilan di negara ini. Ketidakadilan itu yang membuat mereka yang menderita semakin menderita.

 

Duni saat ini sudah menjadi titik dasar bagi banyak masyarakat untuk memberikan berbagai perbandingan dan perbedaan dengan lingkungan tempat tinggal dan lingkungan daerah yang sudah maju dengan teknologi dan yang masih dalam perkembangan. Negara Indonesia yang saat ini sedang dalam perkembangan dan sedang menuju pada kemajuan telah menjadikan suatu keberadaan pabrik-pabrik yang semakin banyak membuat ekosistem alam menjadi tercemar. Jika dilihat dalam konteks lingkungan yang sesuai harapan cetusan Pancasila para pendahulu tentang pentingnya keadilan dan kesejahteraan, maka akan muncul polemik dimanakah letaknya masyarakat yang merdeka dan bebas dari keterpurukan ekonomi dan keharmonisan keramahtamahan dalam negara. Haruskah pembangunan besar-besaran dalam berbagai daerah dan proyeksi pabrik menjadi pacuan negara untuk masyarakat yang makmur.

 

Menepati Injil Suci

 

St. Fransiskus dari Assisi mendasarkan hidup persaudaraannya atas dasar dari  inspirasi Injil Kristus. Hal ini terlihat dari cara hidupnya yang secara totalitas digerakkan oleh Injil yang hidup. Menurut Fransiskus, Injil merupakan jalan menuju Kristus. Fransiskus, Bernardinus dari Quintavalle dan Petrus Catani ketika mereka berada di gereja St. Nikolaus, mereka membuka sebuah Injil yang mendasari hidup persaudaraan mereka pada kala itu.  [6]

 

Mereka tiga kali membuka Injil yang merupakan bukti otentik bahwa Fransiskus diarahkan oleh Roh Kudus supaya hidup sesuai Injil dan ilham Ilahi. Fransiskus dalam membentuk persaudaraannya, meyakini bahwa sebagaimana Yesus membentuk komunitas Apostolik-Nya dengan para rasul, begitu juga dia meneladani semangat Yesus untuk membentuk persaudaraan dalam komunitas nya tersebut. [7]Bunyi injil yang mereka buka yakni: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga (Mat 19:21)".  Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat dan bekal, roti atau uang, atau dua helai baju (Luk 9:3)". Jika seseorang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku (Mat 16:24)''. Setelah tiga kali peneguhan itu diberikan dan dinyatakan, Fransiskus lalu berkata kepada dua orang saudara yang mau mengikutinya itu: "Saudara-saudara, inilah hidup dan 'Peraturan Hidup' kita.

 

 Di dalam Injil, termuat kebenaran iman yang menghantar setiap orang kepada jalan kebenaran dan keselamatan. Dalam kehidupannya, Fransiskus menginternalisasi kan Injil dengan pertobatan dan mewartakan kabar gembira bagi semua orang yang dijumpainya. Dengan kata lain, Fransiskus memberitakan warta Injil kepada dunia di sekitarnya pada masa itu. Fransiskus mengajarkan bahwa Injil Yesus Kristus ialah satu-satunya "motor" penggerak hidup persaudaraan. Hidup Injil Kristus dalam diri para saudaranya, terlihat paling nyata dalam setiap saudara yang mempersembahkan roti dan anggur (Tubuh dan Darah Kristus) dalam Perayaan Ekaristi Kudus.[8]

 

Melalui perayaan Ekaristi seperti itulah Allah menyatakan kasih-Nya di tengah-tengah kita umat-Nya. Dengan saling mencintai dan mengasihi merupakan gambaran konkret hidup orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus. Yesus adalah teladan paling utama cinta yang sempurna dalam hidup Santo Fransiskus, sehingga ia ingin menyerupai Kristus. Dia menyelamatkan semua manusia dengan mengurbankan jiwa dan raga-Nya di salib. Melalui peristiwa salib sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya, Dia mengungkapkan Cinta sejati Allah yang sebenarnya, yang kemudian tinggal dan hidup di dalam hati seluruh orang beriman. [9]Di dalam kebesaran cinta-Nya, Yesus menyebut para murid-Nya sahabat, saudara-Nya sendiri, dan dengan demikian Dia mengharapkan agar para murid untuk hidup saling mencintai sebagai satu saudara dengan yang lain.

 

Keadilan Terhadap Keutuhan Ciptaan

 

St. Fransiskus dalam kidung saudara matahari menyebut segala sesuatu sebagai saudara dan saudari. Ia sangat menghargai seluruh ciptaan Tuhan yang ada di dunia ini, sehingga ia menyebutnya sebagai saudara dan saudari. [10]Ia mengingatkan kita bahwa bumi ini sebagai rumah kita bersama ialah sama seperti seorang saudari yang berbagi hidup dengan kita, seperti seorang ibu yang selalu menyambut kita dengan tangan terbuka menerima kita. Fransiskus selalu mengatakan terpujilah Engkau, Tuhanku, karena saudari kami ibu pertiwi, yang memelihara dan mengasuh kami, dan menumbuhkan beraneka ragam buah-buahan, beserta bunga berwarna-warni, dan segala rerumputan. 

 

St. Fransiskus melihat alam ini sebagai rumah kita bersama, jadi kita harus terlibat dalam menjaga dan merawat alam kita ini. Keadilan terhadap keutuhan ciptaan berarti adil terhadap segala mahluk yang diciptakan oleh Tuhan, terutama kepada sesama manusia. Dalam berjalan bersama segala aspek harus kita perhatikan, baik itu dengan alam dan dengan sesama manusia. Jika tidak ada harmoni antara kita manusia dan alam, maka kehidupan kita ini tidak berjalan dengan lancar. Misalnya ketika alam mengamuk dengan menurunkan hujan yang mengakibatkan banjir, maka segala aktivitas kita manusia akan terganggu. [11]Oleh sebab itu lah sangat diperlukan keharmonisan dan keadilan kepada seluruh ciptaan Tuhan. Santo Fransiskus melalui kidung saudara matahari mengajarkan kita bahwa segala sesuatu itu disebut sebagai saudara dan saudari. Jadi kita manusia sebagai pemegang kendali dalam setiap proses yang ada di alam ini perlu memperhatikan hal yang sangat esensial dalam kehidupan bersama dan alam. 

 

Sebagai pemegangan kendali, manusia harus menjaga dan merawat alam ini dengan tidak mengeksploitasi alam ini secara berlebihan. Manusia harus menyadari bahwa manusia ini bagian terkecil dari dunia ini. Maka mari kita meneladani St. Fransiskus Asisi, dengan melihat segala seuatu sebagai saudara dan saudari kita. Dengan demikian kita akan memiliki sance of be long (kesadaran) untuk memiliki, mencintai dan mengasihi terhadap semua ciptaan.

 

Persaudaraan Sebagai Ungkapan Loyalitas

 

St. Fransiskus sadar bahwa ungkapan loyalitas dalam persaudaraan adalah atas dasar tuntutan cinta, oleh sebab itu ia selalu mengingatkan para saudaranya jika berpergian di dunia ini.[12] Janganlah mereka menghakimi, jangalah berselisih paham dan bertengkar, "tetapi hendaklah mereka itu murah hati, suka damai, dan tidak berlagak, lembut dan rendah hati, sopan santun dalam berbicara dengan semua orang, sebagaimana pantasnya" (AngBul III,11). Itulah ungkapan loyalitas dalam persaudaraan di dunia ini yang membuat kita berjalan bersama sebagai saudara.

 

Rasa hormat dan loyalitas merupakan suatu kewajiban moral yang harus dihidupi di tengah keanekaragaman yang merupakan konsekuensi dari relasi dengan sesama dalam kehidupan. Dalam hidup bersama kita tidak akan saling mencintai satu sama lain kalau kita tidak loyal (saling menaati/saling menghormati) satu sama lain.[13]

 

Manusia harus bertanggungjawab atas tindakannya sendiri, dengan loyalitas dan rasa hormat. Orang yang dalam segala penderitaannya hidup di dunia ini tetap memelihara dan menjaga kedamaian dalam jiwa dan raganya, mereka itu sungguh-sungguh pembawa damai dalam hidup bersama.[14] St. Fransiskus mengatakan bahwa ia sangat tidak menyukai para saudara yang menjelek-jelekan saudara yang lain dan ia tidak menyukai saudara yang menyembunyikan kesalahan saudara yang lain. Ia mengatakan bahwa hal yang demikian adalah menjadi batu sandungan atau rasa bau dalam ordo.

 

Dalam kehidupan bersama juga dituntut sikap loyalitas yang sungguh-sungguh dalam diri. Tampa sikap itu kita tidak akan bisa berjalan bersama dalam persaudaraan. Sangat sulit dibayangkan jika sikap loyalitas itu hanya sekedar kepura-puraan belaka. Dalam konteks berjalan bersama diharapkan kepada semua untuk saling terbuka satu sama lain, sehingga dari itu semua kita akan mengetahui kebaikan dan kelemahan dari setiap orang. Maka dengan demikian kita akan saling mengerti dan sejalan dalam perjalanan sebagai saudara. Tidak ada rasa cemburu, iri, dan sikap acuh tak acuh karena kelebihan dan kemampuan saudara atau teman yang lain, melainkan menerimanya sebagai rahmat dalam hidup bersama.

 

Dipanggil Untuk Menghidupi dan Memberikan Kesaksian Akan Perdamaian

 

Para saudara Fransiskan dipanggil untuk menghidupi semangat persaudaraan dengan memberikan kesaksian akan perdamaian di tengah-tengah masyarakat. Kekeluargaan dengan segala mahkluk dan cinta yang telah membuatnya secara lebih gampang untuk terlibat langsung kepada sesama manusia. Jiwa fransiskan merupakan suatu kepekaan yang khusus guna membangun persaudaraan di antara manusia dalam dunia aktual yang berkonflik, sakit, menderita di berbagai tempat, dengan berbagai bentuk ketidaktoleranan dan kekerasan rasistik.[15]

 

Sejak dari semula dibentuk kelurga saudara Dina oleh St. Fransiskus, dengan memperhatikan khusus mereka yang lemah, miskin dan menderita. Fransiskus menginginkan agar semua pengikutnya menghidupi nilai persaudaraan dalam seluruh arah kehidupan, karena jiwa fransiskan ialah dikenal dengan sebagai yang dicintai dan diterima karena rahmat murni dari Allah itu, yang menelanjangi dan memberi diri seluruhnya kepada pelayanan. [16]

 

Di dunia digital sekarang ini, keluarga saudara dina harus mengingatkan dengan tajam tuntutan sebagai seorang yang dipanggil untuk menghidupi dan memberikan kesaksian  akan perdamaian kepada seluruh dunia. Ada berbagi bidang dan sektor, dimana para saudara fransiskan dipanggil untuk mempraktekkan dan memaklumkan nilai persaudaraan di tengah dunia ini dengan maksud untuk membangun dunia yang lebih damai dan menciptakan kehidupan yang harmonis antara masyarakat. Dalam sektor lingkungan hidup para saudara fransiskan sudah mulai dengan membeli lahan milik warga untuk dijadikan hutan lindung. Ini mau menunjukan bahwa bukan hanya pada sektor manusia saja yang harus kita benahi dalam kehidupan modern ini melainkan di semua sektor dalam kehidupan. Dimana kita menginginkan keharmonisan dalam seluruh ciptaan Tuhan.

 

Para fransiskan, dengan spiritualitas persaudaraan dan spiritualitas damai, sekarang ini harus menjadi garda terdepan dalam menjaga keharmonisan dan kedamaian di dunia ini secara khusus di negara Indonesia ini. Santo Fransiskus mengatakan bahwa "mari kita mulai sekali lagi, sebab kita belum berbuat apa-apa". Jadi kita saat ini belum berbuat apa-apa dalam persaudaraan universal, maka marilah kita mulai dengan hal-hal yang kecil dalam lingkungan kita masing-masing. Misalnya dengan saling menghormati, saling memberi damai dan peduli terhadap lingkungan sekitar kita dengan tidak membuang sampah sembarangan.[17]

 

Sekarang bukan hanya menjadi tugas dan perutusan persaudaraan fransiskan saja dalam memperhatikan krisis kemanusiaan dan lingkungan ini, melainkan tugas kita bersama dalam menjaga keharmonisan dunia ini. Dengan demikian kita menunjukan bahwa kita berjalan bersama dalam persaudaraan universal ini. Keadilan, keharmonisan, kedamaian, dan kebaikan yang ada tidak cukup hanya dipertahankan atau dilaksanakan oleh segelintir orang saja. Itu melainkan tugas kita bersama dalam dunia ini.

 

Penutup

 

Sebagai bangsa yang beranekaragam, di zaman digital ini kita bangsa Indonesia mengalami banyak sekali perubahan dalam berbagi sektor kehidupan. Perubahan ini dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo demi mengangkat derajat bangsa Indonesia di kancah dunia. Hal ini sangat terbukti dilakukan oleh pemerintah saat ini, sehingga semua lapisan masyarakat mengalami perubahan tersebut. Perubahan itu ada yang bersifat negatif dan ada juga yang bersifat positif. Sifat negatifnya ialah bahwa terjadi kemerosotan kemanusiaan dan lingkungan hidup.

 

Dengan fenomena-fenomena yang terjadi saat ini, maka perlu kembali kita melihat cara hidup dari St. Fransiskus dari Asisi. Ia sangat menekan hidup persaudaraan. Persaudaraan bukan hanya kepada sesama manusia, melainkan kepada seluruh ciptaan Tuhan. Fransiskus mendasarkan persaudaraannya pada injil suci.

 

Maka kita yang hidup di zaman digital ini, sangat perlu mencontohkan cara hidup dari santo fransiskus ini di tengah  keberagaman bangsa Indonesia ini. Dengan meneladan St. Fransiskus kita yakin kita akan bisa menjadi negara yang maju, dengan tetap mempertahankan keharmonisan terhadap seluruh ciptaan Tuhan. Maka dengan demikian kita kan berjalan bersama dalam menyongsong kemajuan.

 

 

Daftar Pustaka

----------, Alkitab, LBI

Abdoellah, Oekan S., Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 2017.

Eseer, Kajetan (ed.).  Karya-Karya Fransiskus dari Assisi (Judul asli: Dei Opuscula de Hl Franziskus von Assisi). Diterjemahkan oleh Leo L Ladjar. Jakarta: SEKAFI, 2001.

Lanur, Alex. "Hidup Bersama Orang Lain". Dalam Orientasi Pustaka Filsafat dan Teologi. Yogyakarta: Kanisius,1980.

Siryana, Perubahan Sosial Budaya. Malang: Literasi Nusantara 2020.

Konstitusi Saudara Dina Kapusin dan Ketetapan Kapitel General bersama Anggaran Dasar dan Wasiat Santo Fransiskus. Roma: Kuria General Kapusin, 2013.

Paus Fransiskus. Ensiklik tentang Perawatan Rumah Kita Bersama (LAUDATO SI, mi' Signore).  Diterjemahkan oleh Martin Harun. Jakarta: Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), Anggota SEKSAMA (Sekretarian Bersama Penerbit Katolik Indonesia) -- Obor, 2015.

Prasodjo, Darmaawan, Jokowi Mewujudkan Mimpi Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama 2020.

Zubeadi, Perkembangan Masyarakat: Wacana dan Praktik. Jakarta: PT Kharisma Putra Utama 2013.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun