Mohon tunggu...
Agustinus Daniel
Agustinus Daniel Mohon Tunggu... -

Credo ut Intelligam - Aku percaya maka aku mengerti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Heterodoksi, Konsili Vatikan II, dan Kutukan Rasul Paulus (bagian 4 - habis)

1 Oktober 2015   07:36 Diperbarui: 1 Oktober 2015   08:03 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekarang setelah Kardinal Jorge Bergoglio menjadi Paus Fransiskus, kecenderungan terpisah dari tradisi yang ingin dihentikan oleh Paus Benediktus XVI tampaknya akan kembali dilanjutkan. Semangat ini cukup terlihat dalam berbagai tindakan dan kata-kata Paus Fransiskus. Misalnya saja dalam ensiklik Laudato Si:

"Our efforts at education will be inadequate and ineffectual unless we strive to promote a new way of thinking about human beings, life, society and our relationship with nature." (#215)

Paus Fransiskus mengajak kita untuk menerima semangat kebaruan, atau dengan kata lain terbuka pada cara berpikir yang baru dan sekaligus juga ajaran-ajaran atau gagasan-gagasan baru tentunya.

Sebaliknya ketika memperingati 50 tahun Misa Novus Ordo, Paus Fransiskus mengatakan:

"This is important for us to follow the Mass in this way. It is not possible to go backward. We must always go forward. Always forward. And those who go backward are mistaken..."

Paus Fransiskus memberi isyarat kepada Gereja untuk maju dan tidak berpaling pada ajaran tradisional yang sudah 'ketinggalan jaman'.

Tawaran untuk terbuka pada gagasan baru dan ajakan untuk lepas dari tradisi, itulah semangat yang dibawa oleh Paus Fransiskus. Sangat berbeda sekali dengan pendahulunya, Paus Benediktus XVI, yang dengan susah payah justru ingin mengembalikan Gereja pada akar ajaran tradisionalnya sehingga setiap perubahan yang terjadi tetap merupakan kesatuan yang tak terputus dari kebenaran sebelumnya.

Lalu sebagai umat apa yang harus kita lakukan dengan segala gagasan kebaruan dan perubahan yang ditawarkan oleh hirarki? Apakah demi ketaatan pada hirarki kita mengikuti ajaran-ajaran yang berbeda dengan ajaran tradisional Gereja ATAU sebaliknya kita harus taat pada Kristus dengan tetap setia pada ajaran Gereja yang benar? Sebuah dilema yang sulit diputuskan.

Tapi bagaimanapun kita harus mengambil sikap. Dengan mendasarkan pada perkataan Rasul Paulus dalam Galatia 1:8-9, saya memilih untuk setia pada ajaran tradisional Gereja sebab siapapun yang membawa ajaran baru yang berbeda dari ajaran tradisional yang sudah ada, termasuk jika ia mengaku rasul atau malaikat, sudah berada dalam kutukan Rasul Paulus. Orang seperti itu tentunya sudah kehilangan hak atas ketaatan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun