Josefa, yang selalu terbuka untuk mendengarkan pendapat semua orang, mendekati mereka dengan penuh hormat. "Saudara-saudara, saya mengerti kekhawatiran yang Anda rasakan. Kami tidak ingin merusak apa pun yang sudah ada di sini. Kami ingin membangun atas dasar yang telah dibangun oleh leluhur kita, dengan teknologi yang dapat membantu kita mencapai potensi tanah ini tanpa membahayakan masa depannya."
Mereka mengangguk perlahan, mendengarkan kata-kata Josefa dengan serius. Beberapa di antara mereka mulai melihat nilai dari hasil langsung yang mereka saksikan di ladang.
Dengan kesabaran dan komunikasi yang terus-menerus, sikap skeptis beberapa warga mulai berubah menjadi penerimaan yang lebih baik. Mereka melihat langsung hasil dari ladang yang diolah dengan teknik baru, menyaksikan tanaman yang tumbuh lebih subur dan sehat.
"Pertanian kita memang butuh inovasi, tetapi kita juga harus memastikan bahwa nilai-nilai kita tetap terjaga," ujar Mbak Clara, salah seorang tokoh wanita di kampung itu, dengan suara yang penuh keyakinan.
Josefa mengangguk setuju. "Benar sekali, Mbak Clara. Itu sebabnya kami ingin melibatkan seluruh komunitas dalam setiap langkah perjalanan ini."
Reaksi warga ini mencerminkan kompleksitas dalam mengenalkan perubahan dalam sebuah komunitas yang diikat erat oleh tradisi dan nilai-nilai budaya. Namun, semangat untuk mencapai perubahan positif dan berkelanjutan terus memandu langkah-langkah Josefa dan timnya dalam membangun masa depan pertanian yang lebih baik di Pulau Kimaam.
Bantuan dari Teguh
Teguh, mahasiswa asal Semarang yang bergabung dalam proyek pertanian di Kampung Tabonji, membawa kontribusi berharga dalam perjalanan Josefa dan Didimus. Dengan keahliannya dalam ilmu pertanian modern dan kritis terhadap pendekatan yang digunakan, Teguh menjadi salah satu pilar penting dalam tim.
Sore itu, di bawah rindangnya pohon bakau di tepi pantai, Josefa dan Didimus duduk bersama dengan Teguh yang sedang menyiapkan peralatan untuk sesi pelatihan yang akan datang.
"Josefa, Didimus, saya pikir ini saat yang tepat untuk memperkenalkan sistem pengukuran kelembaban tanah yang baru kita dapatkan," ujar Teguh sambil menunjukkan sensor kelembaban tanah yang baru saja dia bawa.
Didimus mengangguk setuju. "Baik, Teguh. Bagaimana cara kerjanya?"