Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[Novel] Menapak Jejak di Kimaam, Episode 97-98

22 Januari 2025   04:25 Diperbarui: 21 Januari 2025   16:24 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Cover Novel Menapak Jejak di Kimaam (Dokumentasi Pribadi)

Josefa, yang selalu terbuka untuk mendengarkan pendapat semua orang, mendekati mereka dengan penuh hormat. "Saudara-saudara, saya mengerti kekhawatiran yang Anda rasakan. Kami tidak ingin merusak apa pun yang sudah ada di sini. Kami ingin membangun atas dasar yang telah dibangun oleh leluhur kita, dengan teknologi yang dapat membantu kita mencapai potensi tanah ini tanpa membahayakan masa depannya."

Mereka mengangguk perlahan, mendengarkan kata-kata Josefa dengan serius. Beberapa di antara mereka mulai melihat nilai dari hasil langsung yang mereka saksikan di ladang.

Dengan kesabaran dan komunikasi yang terus-menerus, sikap skeptis beberapa warga mulai berubah menjadi penerimaan yang lebih baik. Mereka melihat langsung hasil dari ladang yang diolah dengan teknik baru, menyaksikan tanaman yang tumbuh lebih subur dan sehat.

"Pertanian kita memang butuh inovasi, tetapi kita juga harus memastikan bahwa nilai-nilai kita tetap terjaga," ujar Mbak Clara, salah seorang tokoh wanita di kampung itu, dengan suara yang penuh keyakinan.

Josefa mengangguk setuju. "Benar sekali, Mbak Clara. Itu sebabnya kami ingin melibatkan seluruh komunitas dalam setiap langkah perjalanan ini."

Reaksi warga ini mencerminkan kompleksitas dalam mengenalkan perubahan dalam sebuah komunitas yang diikat erat oleh tradisi dan nilai-nilai budaya. Namun, semangat untuk mencapai perubahan positif dan berkelanjutan terus memandu langkah-langkah Josefa dan timnya dalam membangun masa depan pertanian yang lebih baik di Pulau Kimaam.

Bantuan dari Teguh 

Teguh, mahasiswa asal Semarang yang bergabung dalam proyek pertanian di Kampung Tabonji, membawa kontribusi berharga dalam perjalanan Josefa dan Didimus. Dengan keahliannya dalam ilmu pertanian modern dan kritis terhadap pendekatan yang digunakan, Teguh menjadi salah satu pilar penting dalam tim.

Sore itu, di bawah rindangnya pohon bakau di tepi pantai, Josefa dan Didimus duduk bersama dengan Teguh yang sedang menyiapkan peralatan untuk sesi pelatihan yang akan datang.

"Josefa, Didimus, saya pikir ini saat yang tepat untuk memperkenalkan sistem pengukuran kelembaban tanah yang baru kita dapatkan," ujar Teguh sambil menunjukkan sensor kelembaban tanah yang baru saja dia bawa.

Didimus mengangguk setuju. "Baik, Teguh. Bagaimana cara kerjanya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun