Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belis dalam Perkawinan, Simbol Penghargaan atau Beban Finansial?

20 Januari 2025   04:30 Diperbarui: 19 Januari 2025   12:37 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendekatan Solutif

Pendekatan pertama dalam menyelesaikan permasalahan terkait belis adalah dengan memaknai ulang tradisi ini. Fokusnya adalah menekankan nilai simbolis belis sebagai bentuk penghormatan dan ikatan sosial, bukan sekadar nominal atau materi yang besar. Dengan memprioritaskan nilai simbolis, keluarga dapat mencari cara-cara alternatif, seperti menggunakan barang-barang simbolis atau bentuk kontribusi lain yang tidak memberatkan. Hal ini dapat membantu menjaga tradisi sambil meringankan beban finansial.

Musyawarah mufakat adalah salah satu tradisi yang dapat dijadikan dasar dalam menyelesaikan persoalan belis. Diskusi terbuka antara keluarga laki-laki dan perempuan memungkinkan kedua belah pihak mencapai kesepakatan yang adil dan tidak memberatkan.

Komunitas dan pemimpin adat memegang peran penting dalam mengelola tradisi belis agar lebih relevan dengan tantangan zaman. Salah satu cara adalah dengan menetapkan kebijakan yang lebih fleksibel dan realistis terkait belis. Misalnya, beberapa komunitas telah mulai mengadopsi pendekatan di mana jumlah belis disesuaikan dengan kemampuan finansial keluarga laki-laki. Ada juga yang mengganti bentuk belis dengan kontribusi simbolis, seperti kerja sama dalam pesta pernikahan atau sumbangan non-finansial lainnya.

Pendekatan solutif ini menekankan pentingnya kerja sama antara keluarga, komunitas, dan pemimpin adat dalam memaknai ulang tradisi belis. Dengan mengedepankan nilai simbolis, musyawarah mufakat, dan kebijakan yang fleksibel, tradisi ini dapat terus dilestarikan tanpa menimbulkan beban yang berlebihan.

Akhirnya, belis adalah tradisi yang sarat makna, mencerminkan penghormatan terhadap martabat perempuan dan keluarganya serta memperkuat ikatan sosial antara dua keluarga, sekaligus menjadi simbol identitas budaya yang layak dilestarikan. Namun, jika tidak dikelola dengan bijak dalam praktiknya, tuntutan belis dapat berubah menjadi beban finansial yang berat, memicu konflik, dan memengaruhi kesejahteraan pasangan serta hubungan keluarga. Menjaga keseimbangan antara penghormatan terhadap tradisi dan tantangan ekonomi modern memerlukan pendekatan yang adil dan fleksibel, seperti memaknai ulang nilai belis, mendorong dialog antar-keluarga, dan melibatkan komunitas dalam kebijakan tradisi. Dengan semangat musyawarah, belis dapat tetap menjadi simbol penghormatan sekaligus sarana mempererat hubungan tanpa memberatkan pihak yang terlibat. (*)

Merauke, 20 Januari 2025

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun