"Betul, Josefa. Kita akan terus berjuang untuk kemajuan kampung kita," jawab Didimus dengan tegas.
Dengan penuh harapan, mereka melangkah ke masa depan yang lebih cerah, siap menghadapi tantangan dan mencapai keberhasilan yang lebih besar bersama-sama.
Eksperimen pertama Josefa, Didimus, dan Teguh di ladang mereka menjadi tonggak penting dalam perjalanan mereka untuk mengembangkan sistem pertanian baru di Kampung Tabonji. Setelah beberapa bulan bekerja keras menyiapkan tanah dan menanam bibit ubi-ubi, saatnya mereka melihat hasil dari upaya mereka.
Pagi itu, mereka berkumpul di ladang dengan perasaan campuran antara tegang dan harap-harap cemas. Matahari terbit perlahan-lahan di ufuk timur, menerangi ladang yang tampak hijau subur berkat perawatan intensif mereka. Josefa, yang berdiri di antara tanaman yang mulai menguning karena matang, merasa detak jantungnya berdegup kencang.
"Teguh, bagaimana menurutmu kondisi tanahnya?" tanya Josefa sambil melihat ke arah Teguh yang sibuk memeriksa sampel tanah.
Teguh mengangguk pelan, "Tanahnya terlihat subur, Josefa. Kandungan nutrisinya sepertinya cukup untuk mendukung pertumbuhan ubi-ubi ini."
Didimus, yang selalu bijaksana dalam menghadapi setiap tantangan, mencermati pertumbuhan tanaman dengan teliti. "Kita harus memastikan bahwa metode kita ini benar-benar cocok dengan kondisi lokal di sini," katanya sambil menyentuh daun-daun ubi yang segar.
Ketika mereka mulai menggali tanah untuk mengumpulkan umbi-ubi pertama, harapan mereka mulai memuncak. Josefa tersenyum lega saat melihat umbi-umbi yang tampak lebih besar dan lebih sehat dari yang pernah mereka panen sebelumnya di Kampung Tabonji.
"Ini luar biasa! Umbinya jauh lebih besar dari biasanya," seru Josefa dengan mata berbinar.
Didimus mengangguk puas, menunjukkan bahwa teknik pengelolaan tanah yang mereka terapkan telah memberikan hasil yang diharapkan. "Sepertinya metode kita berhasil, Josefa. Ini baru permulaan yang baik."