Pertemuan dengan Didimus
Setelah menyambut keluarganya dengan hangat di Kampung Tabonji, Josefa segera mencari temannya, Didimus. Mereka bertemu di tepi pantai yang tenang di sore hari, tempat yang sering mereka kunjungi untuk berdiskusi dan berbagi impian.
"Didimus!" seru Josefa saat melihat temannya duduk di bawah pohon bakau.
"Josefa, akhirnya kamu kembali," balas Didimus sambil tersenyum lebar. Mereka saling berpelukan dengan erat, merasakan kehangatan pertemuan kembali.
"Aku punya banyak cerita, Didimus. Perjalanan di Bogor begitu luar biasa. Aku belajar banyak tentang metode pertanian modern yang bisa kita terapkan di sini," Josefa mulai bercerita dengan antusias.
"Benarkah? Aku penasaran bagaimana kita bisa mengintegrasikan teknologi itu dengan cara-cara tradisional kita," ujar Didimus, duduk kembali sambil memandang laut.
Josefa duduk di sampingnya, menatap cakrawala. "Di Bogor, aku belajar tentang teknik-teknik pertanian yang ramah lingkungan dan cara meningkatkan hasil panen. Tapi yang paling penting, aku belajar bagaimana menghormati dan memadukan pengetahuan lokal dengan teknologi baru."
Didimus mengangguk setuju. "Itu sangat penting. Kita tidak boleh melupakan akar kita. Aku sendiri menghadapi banyak tantangan saat mencoba melestarikan lingkungan di sini. Beberapa warga masih skeptis tentang pentingnya menjaga alam."
"Tapi kita bisa buktikan, Didimus. Dengan hasil panen yang lebih baik dan lingkungan yang tetap terjaga, mereka akan melihat manfaatnya. Bagaimana upaya pelestarian lingkungan yang kamu lakukan?" tanya Josefa penuh perhatian.
"Sudah ada kemajuan, meskipun lambat. Aku bekerja sama dengan beberapa warga untuk membersihkan sungai dan menanam kembali pohon bakau yang hilang. Kita harus melindungi ekosistem ini agar tetap lestari," Didimus menjelaskan dengan semangat.