"Iya, Yosef. Kakak pulang," Josefa mengangkat adiknya dan memeluknya erat. "Kakak punya banyak cerita untukmu."
Sambutan hangat dari keluarga tidak hanya mencerminkan kebahagiaan mereka atas kesuksesan Josefa dalam mengejar mimpinya, tetapi juga menjadi momen yang menguatkan ikatan batin mereka sebagai keluarga Marind Anim. Mereka duduk bersama di ruang tamu yang sederhana namun penuh dengan kehangatan dan canda tawa. Cerita-cerita tentang perjalanan Josefa di Bogor, tantangan yang dihadapinya, dan bagaimana dia berhasil menggabungkan pengetahuan modern dengan nilai-nilai tradisional, mengalir begitu alami di antara mereka.
"Di Bogor, aku belajar banyak tentang pertanian modern," cerita Josefa. "Kita bisa meningkatkan hasil panen kita tanpa merusak tanah."
Matheus mengangguk bangga. "Itulah yang kita butuhkan. Pengetahuan yang bisa membuat kita maju tanpa melupakan akar kita."
Josefa melanjutkan, "Aku juga belajar tentang cara merawat tanah agar tetap subur. Dengan menggabungkan pengetahuan itu dengan kearifan lokal kita, kita bisa mendapatkan hasil yang lebih baik."
"Josefa, kau memang luar biasa," kata Yohana dengan mata berkaca-kaca. "Kami tahu kau akan membawa perubahan besar untuk kampung kita."
Dalam sambutan ini, Josefa merasakan betapa pentingnya akar budaya dan keluarga dalam perjalanannya. Semangat untuk mengembangkan kampung halamannya tidak hanya didorong oleh ambisi pribadi, tetapi juga oleh keinginan untuk memastikan bahwa pengetahuan dan inovasi yang dia bawa pulang akan membawa manfaat nyata bagi orang-orang yang paling dicintainya di Pulau Kimaam.
"Ini semua untuk kita semua," Josefa berkata dengan tegas. "Kita akan bekerja bersama untuk membuat Kampung Tabonji menjadi lebih baik."
"Kita semua mendukungmu, Josefa," kata Matheus dengan penuh keyakinan. "Bersama-sama, kita pasti bisa."
Dengan dukungan penuh dari keluarganya, Josefa merasa lebih siap dari sebelumnya untuk menghadapi tantangan yang ada dan membawa perubahan positif bagi kampung halamannya.
(Bersambung)