Relevansi Perayaan bagi Umat Masa Kini
Mengingat nilai kehidupan manusia, terutama anak-anak: Pesta Kanak-Kanak Suci menjadi pengingat akan nilai kehidupan manusia, khususnya anak-anak, sebagai anugerah Allah yang harus dihormati dan dilindungi. Yesus sendiri menegaskan pentingnya menghormati anak-anak: "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku" (Mat 18:5). Gereja mengajarkan bahwa setiap kehidupan, dari konsepsi hingga kematian alami, adalah sakral karena diciptakan dalam gambar dan rupa Allah (Kej 1:27). Paus Yohanes Paulus II (1995), menekankan bahwa menghormati kehidupan anak-anak berarti melawan budaya kematian yang meremehkan nilai manusia. Anak-anak yang tak bersalah, seperti Kanak-kanak Suci, adalah simbol ketidakbersalahan dan harapan, yang harus dipelihara oleh keluarga dan masyarakat.
Menginspirasi perlindungan bagi yang lemah dan tak berdaya: Tragedi pembantaian Kanak-Kanak Suci mencerminkan realitas kekerasan dan ketidakadilan yang terus berlanjut hingga masa kini. Perayaan ini mengingatkan umat untuk berdiri sebagai pelindung bagi mereka yang lemah dan tak berdaya, seperti anak-anak, kaum miskin, dan korban penindasan. Gereja menyerukan perlindungan bagi yang termarjinalkan sebagai bagian dari misi kasih Kristiani. Paus Fransiskus, dalam homilinya pada Pesta Kanak-Kanak Suci 2016, mengingatkan bahwa penderitaan anak-anak akibat perang, eksploitasi, dan perdagangan manusia adalah tanggung jawab umat manusia untuk dihentikan. Paus menegaskan, "Kita dipanggil untuk menjadi suara bagi yang tak bersuara, membela hak mereka untuk hidup dan berkembang dalam damai."
Panggilan untuk merenungkan cinta kasih Allah yang bekerja bahkan di tengah tragedi: Meski Kanak-Kanak Suci kehilangan nyawa, Gereja memandang pengorbanan mereka sebagai bagian dari rencana keselamatan Allah. Cinta kasih Allah dinyatakan dalam karya penebusan Kristus, yang datang untuk membebaskan umat manusia dari dosa dan kematian. Pesta ini mengundang umat untuk merenungkan bagaimana kasih Allah tetap bekerja bahkan di tengah penderitaan dan tragedi. Rasul Paulus menulis, "Segala sesuatu turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah" (Rom 8:28). Dalam konteks ini, pengorbanan Kanak-kanak Suci menjadi simbol kemenangan kasih Allah atas kejahatan. Paus Benediktus XVI, dalam Spe Salvi (2007), menjelaskan bahwa penderitaan yang dialami orang tak bersalah menemukan maknanya dalam harapan akan kasih dan pemulihan Allah yang sempurna.
Akhirnya, Pesta Kanak-Kanak Suci mengajarkan bahwa kehidupan dan pengorbanan bayi-bayi yang tak bersalah di masa Herodes tidak sia-sia, melainkan menjadi kesaksian pertama atas kedatangan Kristus, Sang Penebus dunia. Dalam ketidakberdayaan mereka, Kanak-kanak Suci memancarkan makna pengorbanan yang mulia, mengingatkan bahwa setiap kehidupan berharga di mata Allah, dan penderitaan, dalam rencana keselamatan-Nya, tidak pernah sia-sia. Perayaan ini mengarahkan umat kepada pengharapan dan iman dalam Kristus, Sang Raja Damai, yang menebus dosa manusia dan membawa kasih serta damai sejahtera, sebagaimana disampaikan Rasul Paulus bahwa penderitaan saat ini tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan datang (Rom. 8:18). Dalam era digital penuh tantangan, umat diingatkan untuk melindungi generasi muda dari kekerasan dan pengaruh negatif, dengan menjadi saksi kasih Kristus dan membangun dunia yang memungkinkan anak-anak tumbuh dalam kasih, martabat, dan keadilan. (*)
Merauke, 28 Desember 2024
Agustinus Gereda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H