Diskusi dengan Dosen
Setelah menyelesaikan laporan yang komprehensif, langkah berikutnya bagi Josefa adalah berdiskusi dengan dosen pembimbingnya, Dr. Herlambang, yang memiliki keahlian dalam bidang pertanian berkelanjutan. Dr. Herlambang adalah sosok yang dihormati di IPB, dikenal karena pemikirannya yang inovatif dan pendekatannya yang ramah terhadap mahasiswa.
Pagi itu, Josefa tiba di ruang dosen dengan perasaan campur aduk antara gugup dan bersemangat. Dia membawa cetakan laporan tebal yang telah disusunnya dengan cermat. Setelah mengetuk pintu, dia dipersilakan masuk oleh Dr. Herlambang yang sedang duduk di balik meja kerja yang penuh dengan buku dan berkas.
"Selamat pagi, Pak," sapa Josefa sambil tersenyum.
"Selamat pagi, Josefa. Silakan duduk," balas Dr. Herlambang dengan ramah. "Saya sudah mendengar tentang proyekmu dari Teguh. Saya sangat tertarik untuk mendiskusikannya lebih lanjut."
Josefa menyerahkan laporan tersebut dan mulai menjelaskan latar belakang serta tujuan dari proyeknya. Dia berbicara tentang Pesta Adat Dambu di kampung halamannya dan ketertarikannya pada metode pertanian tradisional yang telah lama digunakan di sana. Dia juga menjelaskan bagaimana dia ingin menggabungkan pengetahuan modern yang diperolehnya di IPB dengan kearifan lokal tersebut.
Dr. Herlambang mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk dan mencatat beberapa poin penting. Setelah Josefa selesai mempresentasikan, Dr. Herlambang membuka laporan dan mulai mengajukan beberapa pertanyaan.
"Saya lihat kamu sudah melakukan banyak penelitian dan percobaan, Josefa. Bagaimana tanggapan masyarakat di kampungmu terhadap ide-ide baru ini?" tanya Dr. Herlambang.
Josefa menjelaskan tantangan yang dihadapinya, termasuk skeptisisme awal dari beberapa warga. Namun, dia juga menceritakan tentang hasil positif dari lahan percontohan dan bagaimana hal itu mulai mengubah pandangan masyarakat.
"Mereka awalnya ragu, Pak. Namun, setelah melihat hasil yang lebih baik dari lahan percontohan, mereka mulai tertarik. Saya yakin dengan pendekatan yang tepat, kita bisa mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat," jelas Josefa.
"Saya sangat terkesan dengan pendekatan holistik yang kamu ambil," kata Dr. Herlambang. "Menggabungkan metode modern dengan tradisi lokal adalah langkah yang bijak. Namun, ada beberapa aspek yang mungkin bisa kamu kembangkan lebih lanjut, terutama dalam hal dokumentasi hasil dan evaluasi jangka panjang."
Dr. Herlambang memberikan beberapa saran berharga tentang cara memperkuat laporan Josefa, termasuk menambahkan lebih banyak data kuantitatif dan studi kasus serupa dari tempat lain. Dia juga menyarankan Josefa untuk mencari dukungan dari pemerintah daerah dan organisasi non-pemerintah yang mungkin tertarik untuk mendanai proyek tersebut.
"Menambahkan data kuantitatif akan membuat laporanmu lebih kuat, Josefa. Kamu juga bisa mencari referensi dari proyek serupa di daerah lain sebagai pembanding," tambah Dr. Herlambang.
Diskusi berlangsung lebih dari satu jam. Josefa merasa sangat terbantu oleh masukan dan arahan yang diberikan oleh Dr. Herlambang. Dia menyadari bahwa bimbingan ini sangat penting untuk menyempurnakan rencana dan laporan yang telah disusunnya.
"Saya akan menunggu perkembangan selanjutnya dari proyekmu, Josefa," kata Dr. Herlambang sambil tersenyum. "Saya yakin kamu bisa membawa perubahan positif bagi kampung halamanmu."
"Terima kasih banyak, Pak. Masukan Bapak sangat berharga bagi saya," ujar Josefa dengan penuh rasa syukur.
Dengan semangat baru, Josefa meninggalkan ruang dosen. Dia merasa lebih percaya diri dan siap untuk melangkah ke tahap berikutnya dalam perjalanannya membawa ilmu dan perubahan bagi Kampung Tabonji.
Persiapan Pulang
Setelah berbulan-bulan belajar dan bekerja keras di IPB, Josefa merasa sudah tiba waktunya untuk kembali ke kampung halamannya, Kampung Tabonji di Pulau Kimaam, Papua Selatan. Persiapan pulang bukan hanya soal fisik, tetapi juga persiapan mental dan emosional setelah menjalani pengalaman yang penuh tantangan dan pembelajaran di Bogor.
Josefa menghabiskan waktu terakhirnya di Bogor dengan berbagai kegiatan terakhir bersama teman-temannya. Mereka mengadakan acara perpisahan kecil di kampus, mengingat momen-momen indah selama menjalani studi di sana. Di tengah keceriaan itu, Teguh mendekati Josefa dengan senyum penuh makna.
"Josefa, rasanya baru kemarin kita memulai perjalanan ini," kata Teguh sambil menatap langit senja. "Sekarang, kita di sini, siap untuk melangkah ke fase berikutnya."
Josefa mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Teguh. Banyak sekali yang sudah kita lalui bersama. Aku bersyukur memiliki teman seperti kamu."
Mereka berbincang tentang kenangan-kenangan indah selama di IPB, termasuk momen-momen lucu saat praktikum dan belajar bersama di perpustakaan. Keakraban mereka membuat perpisahan terasa lebih berat, namun penuh harapan.
Sebelum kembali ke Kampung Tabonji, Josefa juga menghabiskan waktu untuk mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa pulang. Dia mengemas buku-buku dan catatan kuliahnya dengan hati-hati, karena dia yakin bahwa pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya di IPB akan sangat berharga bagi rencananya di kampung halamannya. Di tengah kesibukannya, Teguh datang membantu mengemas barang-barangnya.
"Jangan lupa bawa ini," kata Teguh sambil menyerahkan sebuah buku tentang pertanian berkelanjutan. "Siapa tahu bisa berguna nanti di kampung."
Josefa mengambil buku itu dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih, Teguh. Semua ini akan sangat membantu. Aku juga tak sabar untuk berbagi pengetahuan ini dengan keluargaku dan teman-teman di kampung."
Di samping itu, Josefa juga mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan baru yang mungkin dihadapinya ketika menerapkan ilmu dan pengetahuannya di Kampung Tabonji. Meskipun dia yakin dengan rencananya, dia juga menyadari bahwa akan ada berbagai perubahan dan penyesuaian yang perlu dilakukan.
Sebelum meninggalkan Bogor, Josefa juga menyempatkan diri untuk mengunjungi beberapa dosen dan mentor yang telah memberinya dukungan selama di IPB. Dia mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan arahan mereka yang telah membantunya berkembang selama di perguruan tinggi.
"Pak, terima kasih banyak atas semua bimbingan dan ilmu yang Bapak berikan," kata Josefa dengan tulus saat bertemu Dr. Herlambang.
Dr. Herlambang tersenyum dan menjabat tangan Josefa. "Saya bangga dengan kemajuanmu, Josefa. Ingatlah bahwa ilmu yang kamu bawa harus digunakan untuk kebaikan banyak orang. Saya yakin kamu bisa membawa perubahan positif di kampung halamanmu."
Ketika hari keberangkatannya tiba, Josefa merasa campuran antara sedih meninggalkan teman-teman baru dan keluarganya di Bogor, tetapi juga sangat bersemangat untuk kembali ke kampung halamannya dan mulai menerapkan rencana yang telah disiapkannya dengan tekun selama ini.
Di bandara, Teguh memberikan pelukan perpisahan. "Ingat, Josefa, meskipun jarak memisahkan kita, kamu selalu bisa mengandalkan dukungan dari kami di sini."
Josefa mengangguk, menahan air mata haru. "Terima kasih, Teguh. Dukunganmu berarti segalanya bagiku."
Dengan senyum penuh harapan, Josefa melangkah menuju pesawat. Dalam hatinya, dia tahu bahwa perjuangannya untuk menggabungkan ilmu modern dengan tradisi lokal di Kampung Tabonji akan menjadi sebuah kontribusi yang berarti bagi komunitasnya dan masyarakat Papua pada umumnya.
(Bersambung)
Merauke, 21 Desember 2024
Agustinus Gereda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H