Strategi Meningkatkan Bela Negara di Era Digital
Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat: Kolaborasi multipihak menjadi kunci untuk memperkuat bela negara di era digital. Pemerintah dapat menciptakan kebijakan strategis, sektor swasta menyediakan infrastruktur dan teknologi, sementara masyarakat menjadi aktor utama dalam penerapan nilai-nilai bela negara. Fukuyama (2013), dalam The Origins of Political Order (2013), menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor untuk menjaga stabilitas sosial dan politik. Di Indonesia, BSSN bekerja sama dengan perusahaan teknologi seperti Telkom dan sektor pendidikan untuk meningkatkan keamanan siber dan menyebarkan kesadaran digital. Menurut laporan World Economic Forum (2022), pendekatan yang melibatkan semua pemangku kepentingan memungkinkan solusi lebih holistik dalam mengatasi ancaman digital.
Penguatan literasi digital sebagai benteng melawan ancaman dunia maya: Literasi digital sangat penting untuk melindungi masyarakat dari ancaman dunia maya, seperti hoaks, disinformasi, dan serangan siber. UNESCO, dalam laporan Media and Information Literacy: Reinforcing Human Rights and Social Inclusion (2021), menggarisbawahi perlunya pendidikan literasi digital untuk menciptakan masyarakat yang kritis dan tangguh dalam menghadapi informasi palsu. Di Indonesia, program seperti Siberkreasi---sebuah inisiatif bersama Kominfo dan mitra swasta---adalah contoh nyata penguatan literasi digital. Rheingold, dalam Net Smart: How to Thrive Online (2012), menyebutkan bahwa literasi digital tidak hanya meningkatkan kemampuan teknis, tetapi juga membangun kesadaran akan etika dan tanggung jawab di ruang digital.
Kampanye nasional yang relevan dengan generasi muda: Generasi muda adalah pengguna utama teknologi dan media sosial, sehingga kampanye bela negara perlu disesuaikan dengan gaya komunikasi mereka. Menurut Jenkins, dkk. dalam Participatory Culture in a Networked Era (2016), generasi muda lebih terlibat dengan narasi yang interaktif dan menghibur. Pemerintah dapat memanfaatkan media sosial dan kolaborasi dengan influencer untuk menyampaikan pesan bela negara secara kreatif. Contohnya adalah kampanye PancasilaOnline yang mempromosikan nilai-nilai kebangsaan melalui platform seperti Instagram dan TikTok. Laporan dari We Are Social (2023) menunjukkan bahwa konten visual dan video pendek adalah media paling efektif untuk menarik perhatian generasi muda.
Pengembangan kebijakan dan regulasi digital yang berkeadilan: Kebijakan digital yang berkeadilan harus mencakup perlindungan terhadap data pribadi, akses teknologi yang merata, dan insentif untuk inovasi digital. Lessig, dalam Code: And Other Laws of Cyberspace (2006), menyebutkan bahwa regulasi digital harus dirancang untuk melindungi hak asasi manusia tanpa menghambat inovasi. Di Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang disahkan pada 2022 merupakan langkah maju dalam menciptakan ruang digital yang aman dan adil. Namun, tantangan implementasi di tingkat lokal tetap menjadi perhatian utama. Laporan dari Freedom House (2022) juga merekomendasikan kebijakan yang inklusif untuk menjembatani kesenjangan digital.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa di era digital yang penuh tantangan dan peluang, bela negara menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat, dari menjaga kedaulatan bangsa melalui informasi yang benar di media sosial hingga berinovasi untuk memperkuat ekonomi dan pertahanan negara. Transformasi nilai-nilai kebangsaan yang relevan dengan tantangan zaman sangat penting untuk menjaga identitas nasional di tengah globalisasi, dengan memanfaatkan teknologi sebagai alat memperkuat kesadaran kebangsaan. Melalui semangat bela negara yang modern dan inklusif, masyarakat Indonesia dapat menjadikan era digital sebagai momentum membangun bangsa yang tangguh, berdaya saing, dan bermartabat. (*)
Merauke, 19 Desember 2024
Agustinus Gereda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H