Kesalahpahaman dapat dihindari dengan mengikuti empat maksim komunikasi Paul Grice---kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara (Studies in the Way of Words, 1989). Ilmuwan harus memberikan informasi yang cukup, menghindari klaim tanpa bukti, relevan dengan konteks, serta menyampaikan informasi secara jelas dan terstruktur. Dengan penerapan prinsip ini, komunikasi ilmiah menjadi lebih jelas dan efektif, mengurangi risiko salah tafsir.
Tantangan dan Solusi dalam Menguasai Bahasa Ilmiah
Menguasai bahasa ilmiah adalah keterampilan penting bagi ilmuwan, akademisi, dan profesional yang ingin berkontribusi secara signifikan dalam bidang mereka. Namun, tantangan dalam mempelajari bahasa ilmiah sering muncul karena kompleksitas istilah teknis, struktur komunikasi yang formal, dan tuntutan untuk menyampaikan informasi secara akurat.
Hambatan dalam mempelajari bahasa ilmiah meliputi kesulitan memahami terminologi teknis, perbedaan gaya penulisan dibandingkan bahasa umum, dan keterbatasan akses terhadap literatur ilmiah berkualitas. John Swales, dalam Genre Analysis: English in Academic and Research Settings (1990), menyatakan bahwa "bahasa ilmiah memiliki konvensi yang sangat berbeda dengan bahasa sehari-hari, yang sering membingungkan bagi pemula." Terminologi ilmiah biasanya bersifat spesifik dan membutuhkan pemahaman mendalam tentang konteks penggunaannya. Selain itu, gaya penulisan ilmiah yang formal dan padat sering membuat pembaca atau penulis pemula merasa kewalahan. Sebaliknya, terbatasnya akses ke sumber daya akademik, seperti jurnal atau buku teks, dapat menjadi kendala bagi pelajar yang tidak memiliki afiliasi institusi.
Untuk mengatasi hambatan yang tersebut perlu digunakan beberapa strategi. Misalnya mengikuti kursus bahasa yang fokus pada penulisan ilmiah; membaca literatur ilmiah yang relevan; berlatih menulis secara aktif seperti artikel, laporan, abstrak ilmiah.
Uraian di atas menunjukkan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam ilmu pengetahuan, baik untuk menyampaikan informasi, membangun argumen logis, maupun mendukung kerja sama ilmiah, sehingga keterampilan komunikatif dan pragmatis menjadi kunci keberhasilan. Kemampuan berbicara di depan umum, menulis laporan ilmiah yang terstruktur, berdiskusi dengan audiens beragam, memahami konteks sosial dan budaya, serta menyesuaikan gaya komunikasi adalah keterampilan mendasar yang memperkuat dampak ilmiah. Oleh karena itu, pelajar, peneliti, dan profesional perlu terus mengembangkan kemampuan bahasa mereka melalui literatur, pelatihan, dan praktik komunikasi aktif untuk menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sarana dialog yang mendorong kemajuan peradaban. (*)
Merauke, 14 Desember 2024
Agustinus Gereda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H