Ajaran Gereja menekankan bahwa kesepian dapat menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Paus Yohanes Paulus II (2007) menyatakan bahwa penderitaan dapat membawa kita lebih dekat kepada salib Kristus. Sementara Santo Paulus dalam Roma 8:28 menegaskan bahwa segala sesuatu, termasuk kesepian, dapat bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah, memperkuat iman, dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Membangun Kesendirian yang Positif
Kesendirian pada usia lanjut bisa menjadi momen berharga untuk refleksi diri, merenungkan perjalanan hidup, mengevaluasi keputusan, dan memperbaiki hubungan dengan Tuhan serta sesama. Dalam iman Katolik, refleksi di tengah kesendirian memungkinkan seseorang melihat ke dalam diri dengan jujur, mendengar suara hati, dan dipandu oleh Roh Kudus.
Melalui kesendirian, lansia bisa mengkaji kebajikan yang sudah diperjuangkan dan kesalahan yang perlu diselaraskan dengan kehendak Tuhan. Kesadaran bahwa hubungan dengan Tuhan tetap kekal, meski dunia berubah, membawa kedamaian batin dan memperdalam kepercayaan. Kesendirian juga menjadi waktu ideal untuk kegiatan rohani yang memperkaya jiwa, seperti membaca Kitab Suci, meditasi, atau doa rosario. Kegiatan ini membuat kesendirian menjadi produktif, berkontribusi pada pertumbuhan spiritual, dan mengubah perasaan kosong menjadi penuh makna.
Membaca Kitab Suci membantu lansia menemukan hikmat dan penghiburan dari Firman Tuhan. Rasul Paulus menegaskan bahwa Firman Tuhan bermanfaat untuk memperbaiki kelakuan dan mendidik dalam kebenaran, memberikan kekuatan batin dan penghiburan dalam kesendirian. Selain itu, meditasi rohani menjadi praktik yang menenangkan pikiran dan hati. Paus Fransiskus mendorong umat Katolik untuk menemukan kehendak Tuhan dalam keheningan, sehingga kesendirian bukan lagi waktu kosong, melainkan saat berharga untuk merasakan kehadiran Tuhan di tengah pergumulan hidup.
Partisipasi dalam pelayanan gereja atau komunitas juga bisa memberi makna bagi kesendirian. Lansia yang tergabung dalam kelompok doa atau pelayanan sosial tetap terhubung dengan sesama dan melayani Tuhan, sesuai ajaran Yesus bahwa melayani orang lain adalah melayani Dia. Dengan memanfaatkan kesendirian untuk refleksi spiritual, lansia mencapai kedamaian batin. Melalui doa, perawatan spiritual, dan penerimaan sakramen, kesendirian memberi mereka kesempatan untuk mendalami kasih Tuhan, menemukan makna baru dalam hidup, dan bersiap menghadapi transisi menuju kehidupan kekal.
Membangun kesendirian yang positif perlu didukung oleh komunitas umat beriman. Kehadiran dan keterlibatan pastor, dewan pastoral paroki, kaum muda, kelompok-kelompok kategorial dapat membawa berkat tersendiri bagi kaum lansia. Dukungan ini menunjukkan bahwa lansia tidak dilupakan, dan bahwa mereka masih menjadi bagian integral dari tubuh Kristus, sebagaimana ditekankan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK 1992).
Mengubah Kesepian menjadi Momen Refleksi dan Kedekatan dengan Tuhan
Kesendirian yang dialami lansia, terutama setelah kehilangan atau berkurangnya interaksi sosial, bisa menjadi momen berharga untuk pertumbuhan rohani. Dalam tradisi Katolik, kesendirian bukanlah hal negatif; justru bisa menjadi peluang untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Santo Paulus mengingatkan jemaat di Filipi (Flp 4:6-7) untuk menghadapi segala situasi, termasuk kesendirian, dengan doa dan ucapan syukur, yang menciptakan kesempatan untuk berserah kepada Tuhan.
Para pakar spiritual menekankan pentingnya kesendirian sebagai waktu untuk introspeksi dan pencarian Tuhan. Thomas Merton dalam New Seeds of Contemplation (1961) menyebut kesunyian sebagai momen bagi jiwa untuk terbuka di hadapan Tuhan. Bagi lansia, kesendirian dapat diubah menjadi momen refleksi, memungkinkan mereka mengevaluasi kehidupan dan memperdalam hubungan dengan Tuhan melalui doa dan meditasi.
Gereja Katolik mengajak lansia menggunakan waktu kesendirian untuk mengevaluasi perjalanan hidup mereka. Dalam Katekismus Gereja Katolik, doa meditasi dilihat sebagai dialog dengan Tuhan, yang membantu individu memahami kasih Tuhan dalam hidup mereka. Kesempatan untuk refleksi ini memungkinkan lansia bertumbuh dalam iman dan menemukan makna dalam setiap pengalaman hidup.