Kebiasaan belajar memainkan peran penting dalam keberhasilan pendidikan, karena membantu siswa membentuk disiplin dan menguasai materi lebih mendalam. Dengan konsisten melakukan aktivitas belajar yang teratur, siswa tidak hanya memperkuat ingatan tetapi juga membangun kedisiplinan yang bermanfaat dalam kehidupan. Konsep ini sejalan dengan adagium Latin Repetitio est Mater Studiorum, yang menekankan pentingnya pengulangan dalam pembelajaran, seperti mengulang materi dan latihan soal untuk memperkuat pemahaman dan keterampilan. Melalui pengulangan, guru dapat membantu siswa menanamkan kebiasaan belajar yang positif, mendukung kemajuan akademis, dan menciptakan pola belajar efektif yang berdampak jangka panjang.
Pengulangan sebagai Kunci Pembentukan Kebiasaan
Pengulangan dalam pembelajaran adalah proses mengulang kegiatan atau materi tertentu untuk memperkuat pemahaman, keterampilan, dan memori. Menurut Howard E. Gardner, dalam Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligence (1983), pengulangan memperkuat sinaps dalam otak, yang membantu siswa mengingat dan mengaplikasikan pengetahuan baru dengan lebih mudah, menjadikannya bagian dari memori jangka panjang. Clifford Geertz dalam The Interpretation of Cultures (1973) menyoroti bahwa pengulangan bukan hanya memperdalam pemahaman, tetapi juga menjadi bagian dari nilai budaya dalam masyarakat yang mengutamakan ketekunan. Dengan rutinitas yang diulang, pengulangan mengakar sebagai kebiasaan yang diwariskan dalam budaya belajar.
Pengulangan memperkuat jalur neurologis yang mendukung ingatan dan pemahaman. Menurut Daniel T. Willingham, dalam Why Don't Students Like School? (2009), otak membutuhkan latihan berulang agar informasi atau keterampilan baru tidak mudah hilang dan lebih mudah diakses kembali. B.F. Skinner dalam The Technology of Teaching (1968) juga menyebut pengulangan sebagai bentuk penguatan positif yang mendorong kepercayaan diri dan motivasi siswa dalam belajar.
Di sekolah, tugas berulang seperti pekerjaan rumah membantu membentuk kebiasaan belajar. Carol S. Dweck dalam Mindset: The New Psychology of Success (2006), menegaskan bahwa PR yang konsisten memperkuat pola pikir berkembang, di mana siswa belajar bahwa kemampuan mereka dapat terus ditingkatkan dengan usaha berkelanjutan, membangun disiplin dan pengulangan dalam proses belajar.
Latihan soal dan ulangan harian memberi siswa kesempatan untuk memahami format soal dan pendekatan penyelesaian masalah, yang tidak hanya memperkuat pemahaman akademis tetapi juga menumbuhkan kepercayaan diri dalam menghadapi ujian.
Pengulangan dalam hafalan, seperti kosakata bahasa atau rumus matematika, memperkuat daya ingat siswa dan mempersiapkan mereka untuk menerapkan pengetahuan dalam konteks yang lebih kompleks. Pengulangan ini, seperti yang ditegaskan Edward Thorndike dalam Educational Psychology (1913), mendukung pembelajaran efektif yang memperkuat akses cepat terhadap informasi saat dibutuhkan.
Dampak Positif Pengulangan dalam Membangun Disiplin
Pengulangan berperan penting dalam membangun rutinitas yang mendukung kedisiplinan siswa. Saat kegiatan dilakukan berulang kali, siswa terbiasa dengan pola yang menjadi bagian dari keseharian mereka. James Clear dalam Atomic Habits (2018) menjelaskan bahwa pengulangan membuat aktivitas menjadi otomatis, membentuk rutinitas yang mendukung kedisiplinan dalam belajar. Sementara itu, Robert J. Marzano dalam The Art and Science of Teaching (2007) menyebutkan bahwa siswa yang terpapar pola belajar berulang lebih siap menghadapi tantangan akademis dan mampu membentuk kebiasaan belajar mandiri. Rutinitas ini menjadi fondasi penting untuk kedisiplinan yang menunjang kesuksesan.
Kegiatan berulang seperti pekerjaan rumah (PR) membantu siswa berlatih secara konsisten. Menurut Albert Bandura dalam Social Learning Theory (1977), PR mengajarkan kedisiplinan dan tanggung jawab, memperkuat pemahaman bahwa kedua hal tersebut penting dalam proses belajar. Latihan soal juga memperkuat kedisiplinan. Melalui latihan, siswa belajar mengatur waktu, mengidentifikasi kelemahan, dan mengasah keterampilan penyelesaian masalah, meningkatkan motivasi belajar mereka dengan adanya pencapaian yang terukur.
Pengulangan dalam hafalan, seperti dalam bahasa atau matematika, memperkuat disiplin diri siswa melalui ketekunan. Angela Duckworth dalam Grit: The Power of Passion and Perseverance (2016) menyatakan bahwa ketekunan dalam mengulang hafalan adalah bagian dari "grit," atau kemampuan bertahan pada tujuan jangka panjang, yang berkaitan erat dengan kedisiplinan.
Kedisiplinan dari rutinitas pengulangan membawa manfaat besar dalam keteraturan belajar, mempermudah siswa dalam mengatur waktu dan prioritas. Mereka yang disiplin cenderung memiliki sistem manajemen waktu yang baik, mengurangi stres dari tugas yang menumpuk. Selain itu, kedisiplinan mendorong rasa tanggung jawab.
John Dewey dalam Democracy and Education (1916) berpendapat bahwa pendidikan juga membentuk karakter, termasuk tanggung jawab, yang tumbuh saat siswa terbiasa menyelesaikan tugas secara mandiri. Pada akhirnya, kedisiplinan yang terbentuk dari pengulangan meningkatkan hasil akademik. Siswa menjadi lebih terorganisir, memiliki keterampilan manajemen diri, dan siap menghadapi tantangan di masa depan dengan karakter yang disiplin dan bertanggung jawab.
Pengulangan untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa
Pengulangan adalah metode penting dalam proses belajar untuk membangun kompetensi akademis dan non-akademis siswa. Pengulangan memungkinkan siswa menguasai keterampilan atau pengetahuan tertentu melalui praktik yang konsisten, hingga mencapai kemahiran. John Hattie dalam Visible Learning (2009) menjelaskan bahwa pengulangan memberi "umpan balik diri," yang membantu siswa mengenali kekuatan dan kelemahan, serta memperbaiki pemahaman mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pengulangan adalah dasar dari kompetensi yang terasah, menjadikan keterampilan lebih otomatis dan terintegrasi dalam keseharian siswa.
Selain kompetensi, pengulangan juga membangun kepercayaan diri siswa. Carol S. Dweck (2006) mengemukakan bahwa latihan konsisten membantu siswa mengembangkan growth mindset, yakni keyakinan bahwa kemampuan mereka dapat berkembang melalui usaha dan ketekunan. Secara psikologis, pengulangan memperkuat memori jangka panjang, sehingga informasi dan keterampilan yang dipelajari lebih mudah diingat. Lev Vygotsky dalam Mind in Society (1978) menyebutkan bahwa interaksi berulang dengan materi memperkuat pemahaman dan kompetensi siswa secara bertahap.
Dalam bidang seperti matematika, pengulangan memperkuat pemahaman konsep dasar dan keterampilan problem-solving. Jo Boaler dalam Mathematical Mindsets (2016) menyatakan bahwa latihan soal yang berulang membuat siswa lebih fleksibel dalam berpikir dan meningkatkan kepercayaan diri dalam menghadapi soal yang kompleks.
Dalam pembelajaran bahasa, pengulangan membantu siswa menginternalisasi kosa kata, tata bahasa, dan pelafalan. Stephen Krashen dalam The Natural Approach (1983) menekankan pentingnya paparan berulang untuk meningkatkan pemahaman dan penguasaan bahasa. Pada keterampilan teknis, pengulangan membangun kompetensi yang kuat. Donald A. Schn dalam The Reflective Practitioner (1983) menyebutkan bahwa latihan berulang dalam situasi nyata membentuk kompetensi reflektif, membantu siswa menyelesaikan tugas lebih terampil dan kreatif.
Implementasi Strategi Pengulangan dalam Kegiatan Pembelajaran di Sekolah
Pengulangan dalam pembelajaran bertujuan memperkuat pemahaman dan keterampilan siswa melalui latihan konsisten. Menurut Benjamin Bloom dalam Taxonomy of Educational Objectives (1956), pengulangan terstruktur memungkinkan siswa bergerak dari tahap pengenalan ke pemahaman, hingga penerapan.
Latihan harian bisa digunakan untuk membantu siswa mengingat materi yang baru diajarkan. Praktik ini, sejalan dengan teori Robert Gagn dalam The Conditions of Learning (1965), menunjukkan bahwa tugas kecil berulang memperkuat koneksi saraf di otak, mempercepat pembelajaran. Selain itu, ulangan kecil secara berkala membantu siswa meninjau materi tanpa tekanan berlebihan. Bruce Tuckman dalam Theories and Applications in Educational Psychology (2009) menyatakan bahwa ulangan kecil memetakan pemahaman siswa dan mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan. Akhirnya, diskusi kelompok terjadwal memungkinkan siswa memperkuat pemahaman melalui berbagai sudut pandang. Jean Lave dalam Situated Learning: Legitimate Peripheral Participation (1991) menyoroti pentingnya kolaborasi dalam pembelajaran, karena interaksi dengan teman sebaya dapat memperkaya pengalaman belajar.
Untuk menghindari kebosanan, pengulangan perlu variasi. Permainan edukasi dapat membuat pengulangan lebih menarik. Edward Deci dan Richard Ryan dalam Intrinsic Motivation and Self-Determination in Human Behavior (1985) menyebutkan bahwa pengulangan yang menyenangkan dapat meningkatkan motivasi intrinsik siswa. Penggunaan teknologi interaktif seperti Kahoot dan Quizizz menawarkan elemen menarik dalam pengulangan. Richard Mayer dalam Multimedia Learning (2001) menyatakan bahwa media interaktif dapat mengatasi kebosanan dan memperkuat pemahaman konsep melalui pengalaman belajar yang menyenangkan.
Pengulangan juga dapat dilakukan dengan metode visual atau praktis, seperti diagram atau eksperimen. Jerome Bruner dalam The Process of Education (1960) menyatakan bahwa informasi dalam format visual dan kinestetik membantu siswa memahami keterkaitan antar konsep, mengurangi kebosanan.
Evaluasi berkala penting untuk menilai efektivitas pengulangan dalam membentuk kebiasaan belajar yang positif. Howard Gardner (1983) merekomendasikan berbagai jenis evaluasi seperti tes tertulis, wawancara, atau observasi untuk memperoleh gambaran akurat tentang kemajuan siswa. Evaluasi ini membantu guru mengidentifikasi area yang membutuhkan pengulangan atau pendekatan alternatif. Evaluasi tidak hanya mengukur hasil akhir, tetapi juga memberikan umpan balik berharga untuk perbaikan proses belajar-mengajar.
Dari paparan di atas, pengulangan adalah kunci efektif dalam membentuk kebiasaan, meningkatkan kedisiplinan, dan memperkuat kompetensi siswa, karena melalui rutinitas konsisten, siswa mengembangkan keteraturan dan tanggung jawab. Dengan memperdalam pemahaman dan membangun kepercayaan diri melalui pengalaman berulang, pengulangan juga meningkatkan kompetensi akademis dan non-akademis siswa, sebagaimana ditegaskan dalam adagium Latin Repetitio est Mater Studiorum. Diharapkan, pengulangan dapat diintegrasikan lebih luas dalam sistem pendidikan sebagai strategi utama dengan variasi metode pengajaran yang menarik dan evaluasi berkala, sehingga menjadi landasan kokoh dalam pembelajaran dan membantu siswa lebih siap menghadapi tantangan masa depan. (*)
Merauke, 2 Desember 2024
Agustinus Gereda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H