Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Bersih, Tantangan dan Solusi Membangun Kesadaran Kolektif

30 November 2024   05:30 Diperbarui: 30 November 2024   03:44 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Solusi Membangun Kesadaran Kolektif

Untuk membangun budaya bersih yang berkelanjutan, diperlukan pendekatan yang holistik dan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Solusi ini mencakup pendidikan, pembiasaan, perbaikan infrastruktur, kampanye berkelanjutan, serta penegakan hukum yang adil dan efektif.

Pendidikan dan pembiasaan sejak dini: Membiasakan kebersihan sejak dini di sekolah dan rumah tangga menciptakan generasi yang peduli pada lingkungan. Program kebersihan, seperti sistem piket kelas yang terarah atau kegiatan gotong-royong, dapat memperkenalkan tanggung jawab kolektif kepada anak-anak. Sebagai contoh, di Jepang, kebiasaan membersihkan ruang kelas dan lingkungan sekolah telah menjadi bagian integral dari pendidikan karakter. Menurut Catherine Lewis, dalam Educating Hearts and Minds: Reflections on Japanese Preschool and Elementary Education (1995), kebiasaan ini tidak hanya menanamkan nilai kebersihan, tetapi juga rasa hormat terhadap ruang bersama. Paus Fransiskus (2015) menulis, "Edukasi ekologis harus dimulai sejak dini, dengan membantu anak-anak memahami pentingnya menghormati ciptaan sebagai bentuk kasih kepada Sang Pencipta."

Peningkatan infrastruktur dan fasilitas: Ketersediaan fasilitas kebersihan yang memadai, seperti tempat sampah yang tersebar di ruang publik dan sistem pengelolaan sampah yang efisien, adalah kunci untuk mendorong perilaku bersih. Selain itu, pemerintah dan swasta perlu mempromosikan produk ramah lingkungan, seperti kantong belanja biodegradable, untuk mengurangi sampah plastik. Dalam Our Common Future (1987), laporan Komisi Brundtland menekankan bahwa pembangunan berkelanjutan hanya mungkin terjadi jika terdapat sistem pengelolaan sumber daya yang mendukung perilaku ramah lingkungan. Infrastruktur yang memadai membantu masyarakat membangun kebiasaan bersih dengan lebih mudah. Paus Fransiskus (2015) menegaskan, "Setiap komunitas memiliki tanggung jawab untuk merancang kota-kota mereka dengan cara yang mendukung kehidupan yang bermartabat, termasuk dengan menyediakan ruang publik yang bersih dan indah."

Kampanye berkelanjutan: Menggerakkan komunitas lokal melalui kampanye edukasi dan aksi kebersihan adalah langkah penting untuk membangun kesadaran kolektif. Aksi seperti membersihkan pantai atau taman secara bersama-sama, disertai dengan penyuluhan, memberikan efek nyata dan simbolis. Media massa dan media sosial juga dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan pesan kebersihan secara luas. Menurut Everett Rogers, dalam Diffusion of Innovations (2003), perubahan perilaku membutuhkan inovasi yang diterima oleh masyarakat melalui komunikasi yang efektif. Kampanye yang konsisten dan relevan dapat memengaruhi norma sosial sehingga kebersihan menjadi prioritas bersama. Paus Fransiskus (2015) menulis, "Kita dipanggil untuk menjadi alat Tuhan dalam merawat ciptaan-Nya melalui dialog dan tindakan nyata yang melibatkan semua orang."

Penegakan hukum dan insentif: Penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan kebersihan. Denda bagi pelanggar dan program penghargaan bagi komunitas yang menjaga kebersihan dapat mendorong perubahan perilaku. Misalnya, beberapa negara seperti Singapura menerapkan denda tinggi bagi pembuang sampah sembarangan, yang terbukti efektif dalam menjaga kebersihan ruang publik. Menurut Garret Hardin, dalam esainya The Tragedy of the Commons (1968), tanpa regulasi yang jelas, ruang publik cenderung disalahgunakan oleh individu yang bertindak untuk keuntungan pribadi. Penegakan hukum yang adil menciptakan rasa tanggung jawab kolektif.  Paus Fransiskus (2015) mengingatkan bahwa "keadilan ekologis adalah bagian integral dari keadilan sosial. Tidak ada perdamaian tanpa tanggung jawab bersama terhadap rumah kita." 

Uraian di atas menunjukkan, budaya bersih adalah dasar penting untuk menciptakan lingkungan yang sehat, nyaman, dan berkelanjutan, yang tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup dan keharmonisan sosial. Dengan pendidikan sejak dini, peningkatan fasilitas, kampanye berkelanjutan, dan penegakan hukum, tantangan budaya bersih dapat diatasi, dimulai dari tindakan kecil seperti membuang sampah pada tempatnya hingga kerja sama komunitas untuk membangun lingkungan yang lebih baik. Melalui upaya bersama, kesadaran kolektif akan kebersihan dapat terwujud, menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih bersih, sehat, dan bertanggung jawab terhadap keindahan serta keseimbangan alam. (*)

Merauke, 30 November 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun