Tantangan
Kurangnya partisipasi dan perawatan pohon: Salah satu tantangan utama dalam gerakan penanaman pohon adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk melanjutkan perawatan setelah menanam. Menurut Emil Salim, dalam Ekologi dan Pembangunan Berkelanjutan (2010), "Menanam pohon hanyalah awal, sementara perawatan pohon adalah langkah penting untuk memastikan keberlanjutan manfaatnya." Banyak program penghijauan gagal mencapai tujuannya karena pohon-pohon yang ditanam tidak dirawat, sehingga mati dalam waktu singkat.
Konflik kepentingan antara ekonomi dan lingkungan: Konflik ini sering muncul ketika kebutuhan ekonomi mendesak menyebabkan pengabaian terhadap aspek lingkungan. Misalnya, konversi hutan menjadi lahan sawit yang menguntungkan secara ekonomi tetapi merusak ekosistem hutan. John Perlin dalam A Forest Journey (2005) menekankan bahwa "keserakahan ekonomi jangka pendek sering mengorbankan stabilitas ekologis jangka panjang." Konflik ini semakin diperparah oleh lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan.
Solusi
Edukasi dan kesadaran masyarakat: Solusi utama untuk tantangan ini adalah meningkatkan edukasi tentang pentingnya menjaga lingkungan. Gerakan seperti Earth Hour atau One Tree Planted telah menunjukkan bahwa kampanye yang menarik dan informatif dapat mengubah pola pikir masyarakat. Vandana Shiva, dalam Earth Democracy (2005), menyatakan bahwa "kesadaran lingkungan harus ditanamkan sejak dini untuk membangun generasi yang peduli terhadap planet ini." Edukasi harus mencakup pentingnya perawatan pohon pasca-penanaman agar upaya penghijauan benar-benar efektif.
Regulasi yang lebih ketat: Regulasi terhadap eksploitasi sumber daya alam harus diperkuat. Pemerintah perlu memastikan bahwa perusahaan besar yang memanfaatkan lahan untuk kegiatan ekonomi juga bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang mereka sebabkan. Program seperti Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia telah menetapkan target restorasi hutan, tetapi keberhasilan program ini sangat bergantung pada pengawasan ketat dan kerja sama masyarakat.
Kampanye kreatif untuk menginspirasi partisipasi: Kampanye kreatif yang melibatkan seni, teknologi, dan budaya dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam gerakan penanaman pohon. Sebagai contoh, program Green Music Initiative di Eropa menggabungkan konser musik dengan pesan lingkungan, menginspirasi generasi muda untuk terlibat dalam aksi nyata. Di Indonesia, gerakan seperti Indonesia Menanam menggunakan media sosial untuk mengajak masyarakat menanam dan merawat pohon dengan slogan menarik. Erna Witoelar (2018), dalam konteks budaya dan lingkungan, menyatakan bahwa "kampanye harus relevan secara budaya untuk menciptakan resonansi emosional di kalangan masyarakat lokal." Pendekatan ini memastikan bahwa pesan lingkungan diterima dengan baik dan memotivasi tindakan nyata.
Uraian di atas menunjukkan bahwa menanam pohon adalah tindakan sederhana dengan dampak besar bagi bumi dan masa depan, menjadi simbol harapan untuk menjaga keberlanjutan hidup sekaligus momentum memulai aksi nyata merawat lingkungan. Hari Menanam Pohon seharusnya menjadi gerakan berkelanjutan yang melibatkan semua elemen masyarakat, sejalan dengan nilai-nilai Laudato Si' (2015) oleh Paus Fransiskus, yang mengajak kita merawat bumi sebagai rumah bersama dan menjaga keseimbangan alam. Dengan semangat gotong royong, langkah nyata seperti menanam pohon, menjaga hutan, dan mempromosikan kebijakan berkelanjutan dapat memulihkan lingkungan dan menciptakan dunia yang lebih hijau, sehat, serta harmonis bagi generasi mendatang.
Merauke, 28 November 2024
Agustinus Gereda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H