Surat itu bukan hanya sekadar komunikasi rutin, tetapi juga menjadi media bagi Josefa untuk mengungkapkan semua perasaannya yang terpendam kepada keluarganya. Dia menulis dengan penuh cinta dan harap, bahwa meskipun jauh dari mereka, dia selalu berdoa agar keluarganya selalu sehat dan bahagia di kampung halamannya.
Setelah menyelesaikan suratnya, Josefa melipatnya dengan hati-hati dan menuliskan alamat dengan teliti sebelum mengirimkannya dengan perasaan harap-harap cemas yang campur aduk. "Semoga Ayah dan Ibu senang membaca surat ini," gumamnya sambil menatap amplop yang siap dikirim.
Dukungan dari Jauh
Di suatu sore di Bogor yang cerah, Josefa duduk di meja kecil di kamarnya setelah selesai dengan semua kegiatan perkuliahan dan tugasnya. Dia mengambil ponselnya dan membuka aplikasi panggilan video. Layar ponselnya segera menyala dengan wajah hangat ibunya, Maria, yang tersenyum di sisi layar.
Josefa tersenyum hangat. "Halo, Ibu! Bagaimana kabar di kampung?"
Maria tersenyum lebar. "Kami semua baik-baik saja di sini, Nak. Kamu sendiri bagaimana di sana? Apa kabar kuliahmu?"
Josefa menceritakan segala hal yang dia alami sejak pertama kali tiba di Bogor. Dia bercerita tentang suasana kampus IPB yang ramai dan penuh dengan mahasiswa dari berbagai penjuru Indonesia.
Maria mendengarkan dengan penuh perhatian. "Bagus, Nak. Ibuku selalu mendoakanmu agar selalu diberi kemudahan dalam menuntut ilmu di sana."
Josefa tersenyum, merasa hangat dengan dukungan dari ibunya. "Terima kasih, Ibu. Aku berusaha keras untuk belajar dan tidak mengecewakan semua dukungan dan doa dari kalian di sana."
Maria tersenyum lembut. "Kami yakin kamu bisa, Nak. Tetap semangat dan jangan lupakan akar budayamu."
Josefa mengangguk. "Ya, Ibu. Aku juga merindukan kampung halaman, terutama saat hujan turun di sana."