Keinginan Josefa yang Kuat
Keinginan Josefa untuk mengejar pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) terus membara meskipun telah menghadapi berbagai perdebatan dengan orang tuanya. Malam itu, di teras rumah kayu mereka di Kampung Tabonji, sinar bulan memantulkan cahaya yang lembut di sekitar mereka. Josefa duduk sendirian, memandang ke arah laut yang tenang, membiarkan udara malam yang sejuk meresap dalam pikirannya yang dipenuhi dengan keinginan yang kuat.
Tak lama kemudian, ayahnya, Papa Samuel, keluar dan duduk di sebelahnya. "Josefa, apa yang kamu pikirkan?" tanyanya dengan lembut.
Josefa menarik napas dalam-dalam. "Aku memikirkan tentang keputusanku untuk kuliah di IPB, Pa. Aku tahu ini bukan harapan Mama dan Papa, tapi aku yakin ini yang terbaik."
Papa Samuel mengangguk pelan. "Kami hanya ingin yang terbaik untukmu, Josefa. Tapi kenapa kamu begitu yakin dengan IPB?"
Sejak kecil, Josefa selalu merasa terhubung dengan tanah tempatnya dibesarkan. Pada Pesta Adat Dambu tahun 2008, keajaiban ubi-ubi besar yang tumbuh tanpa teknologi modern telah menginspirasinya.
"Pa, ingat Pesta Adat Dambu tahun 2008? Ubi-ubi besar itu tumbuh tanpa teknologi modern. Aku ingin memahami bagaimana bisa begitu," kata Josefa sambil mengingat kenangan masa kecilnya.
Di sekolah menengah di Merauke, pertemuan dengan Didimus semakin menguatkan tekadnya untuk mendalami ilmu pertanian. Diskusi mereka tentang keanekaragaman hayati dan pentingnya pelestarian alam memberi Josefa keyakinan bahwa dia harus mengejar impian untuk lebih memahami dan memajukan pertanian di tanah airnya.
"Dan waktu di Merauke, Didimus sering bicara tentang pentingnya pelestarian alam dan keanekaragaman hayati. Itu membuatku semakin yakin bahwa aku harus belajar lebih banyak," lanjut Josefa.
Keputusannya untuk kuliah di IPB, meskipun berbeda dengan harapan orang tuanya, didasarkan pada keyakinan yang kuat bahwa Bogor akan memberinya kesempatan terbaik untuk belajar tentang pertanian modern.
"Mama dan Papa mungkin berharap aku kuliah di Musamus, tapi aku merasa di IPB aku akan mendapatkan ilmu yang lebih luas dan mendalam tentang pertanian modern," kata Josefa dengan penuh keyakinan.
Papa Samuel terdiam sejenak, kemudian berkata, "Kami hanya ingin kamu bahagia dan sukses, Josefa. Kalau kamu yakin IPB adalah jalanmu, kami akan mendukungmu."
Josefa tersenyum lega. "Terima kasih, Pa. Aku yakin pengetahuan yang akan aku dapat di IPB bisa membantu kampung kita."
Sambil menatap langit malam yang penuh bintang, Josefa merenungkan perjalanan yang telah dia tempuh. Dia merasa teguh dalam keputusannya meskipun harus melewati banyak rintangan. Keteguhan hatinya menguat setiap kali dia memikirkan potensi yang dimiliki IPB untuk membantunya mewujudkan impian dan memberikan kontribusi nyata bagi komunitasnya.
"Langit malam ini indah sekali, Pa," kata Josefa sambil menatap bintang-bintang. "Ini memberiku ketenangan dan keberanian untuk melangkah maju."
Papa Samuel menatap putrinya dengan bangga. "Kami semua percaya padamu, Josefa. Lakukan yang terbaik di IPB, dan bawa kembali ilmu yang kamu dapat untuk kemajuan kampung kita."
Pada saat-saat seperti ini, Josefa merasa terhubung dengan alam dan budayanya yang kaya. Dia merasa diberkati memiliki kesempatan untuk belajar di institut ternama seperti IPB. Langit malam yang tenang memberinya ketenangan dan keberanian untuk melangkah maju, mengejar mimpi yang tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk semua orang yang percaya padanya di Kampung Tabonji.
"Dengan dukungan Mama, Papa, dan semua orang di kampung ini, aku yakin bisa membuat perubahan yang berarti," kata Josefa dengan tekad yang kuat.
Papa Samuel merangkul putrinya. "Kami selalu mendukungmu, Josefa. Pergilah, kejar impianmu, dan kembali sebagai kebanggaan kami."
Josefa memeluk ayahnya erat-erat. "Terima kasih, Pa. Aku tidak akan mengecewakan kalian."
Dukungan dari Teman
Setelah menjalani perdebatan yang melelahkan dengan orang tuanya, Josefa merasa lega menemukan dukungan dari teman-temannya di SMA Yoanes XXIII di Merauke. Didimus, teman sekelasnya yang penuh semangat untuk lingkungan, adalah salah satu dari mereka yang memberinya kekuatan tambahan untuk tetap berpegang pada keputusannya untuk kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Didimus adalah sosok yang selalu mendukung aspirasi Josefa untuk mendalami ilmu pertanian. Mereka sering menghabiskan waktu bersama di perpustakaan sekolah, membaca buku-buku tentang biodiversitas dan teknik pertanian modern. Diskusi mereka mengenai pentingnya melestarikan alam dan memadukan pengetahuan tradisional dengan teknologi membuat Josefa semakin mantap dengan pilihannya.
Pada suatu sore di kantin sekolah, Didimus duduk di sebelah Josefa sambil tersenyum. "Josefa, aku yakin kamu membuat keputusan yang tepat dengan kuliah di IPB. Itu adalah langkah besar untuk mewujudkan impianmu memajukan pertanian di kampung halaman," ujarnya dengan tulus.
Josefa tersenyum lega mendengar kata-kata dukungan dari Didimus. "Terima kasih, Didimus. Dukunganmu sangat berarti bagiku," jawab Josefa dengan hangat.
Mereka berdua menghabiskan waktu bersama untuk merencanakan masa depan mereka. Didimus membantu Josefa dalam menyiapkan persiapan untuk ujian masuk ke IPB dan memberikan tips-tips berharga tentang kehidupan kuliah di Bogor. Semangat Didimus yang tulus dan pengetahuannya yang luas menjadi pendorong bagi Josefa untuk terus maju menghadapi tantangan yang akan dihadapinya di masa depan.
Dukungan dari Didimus juga memberikan Josefa kepercayaan diri yang lebih besar dalam menghadapi perdebatan dengan orang tuanya. Dia merasa memiliki sahabat sejati yang selalu mendukungnya dalam setiap langkahnya menuju mewujudkan mimpi untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungannya.
(Bersambung)
Merauke, 3 November 2024
Agustinus Gereda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H