Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Membaca dan menulis, kesukaanku. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Janji Gratis yang Berbayar: Mengkritisi Realitas di Balik Program Ekonomi Eksklusif

22 Oktober 2024   06:05 Diperbarui: 22 Oktober 2024   06:05 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara-negara lain, seperti Swedia, telah berhasil menjalankan program pendidikan dan kesehatan gratis melalui pajak yang tinggi dan sistem fiskal yang efisien. Namun, Indonesia belum memiliki basis pajak yang cukup kuat untuk menerapkan model serupa, sehingga memerlukan strategi yang berbeda dalam merancang program-program tersebut.

Sebaliknya, Venezuela di bawah Hugo Chavez mencoba memberikan layanan publik gratis dan subsidi energi besar-besaran, tetapi mengalami kegagalan karena kurangnya perencanaan fiskal yang matang. Ini menunjukkan bahwa tanpa perencanaan yang tepat, janji program gratis dapat berujung pada keruntuhan ekonomi dan ketidakstabilan politik.

Secara politik, janji-janji besar sering digunakan untuk menarik dukungan pemilih. Niccolo Machiavelli dalam The Prince (1532) menyoroti bahwa pemimpin politik sering kali menggunakan janji yang menarik, namun realisasinya bergantung pada kondisi ekonomi dan kemauan politik yang memadai. Di Indonesia, janji "gratis" cenderung menjadi bagian dari retorika politik ketimbang strategi kebijakan yang terencana.

Thomas Sowell dalam Economic Facts and Fallacies (2011) mengingatkan bahwa janji-janji ambisius, terutama yang melibatkan subsidi, sering tidak realistis karena mengabaikan kompleksitas implementasi dan biaya jangka panjang. Di Indonesia, janji-janji "gratis" mungkin efektif menarik dukungan pemilih, tetapi risikonya tinggi jika tidak direncanakan dengan matang.

Populisme ekonomi di Indonesia telah menjadi bagian dari politik, di mana pemimpin menawarkan solusi instan untuk masalah kompleks. Program-program "gratis" sering menarik dukungan dari kelompok menengah dan bawah, tetapi tanpa perencanaan yang realistis, janji-janji ini bisa gagal. Karena itu, Indonesia perlu menyeimbangkan janji politik dengan keberlanjutan fiskal, agar janji-janji "gratis" tidak hanya menjadi alat kampanye, melainkan kebijakan yang dapat direalisasikan dengan sukses.

Artikel ini telah membahas janji-janji "gratis" dalam program ekonomi inklusif, mulai dari layanan kesehatan dan pendidikan hingga subsidi BBM, listrik, angkutan, dan makan siang gratis, yang meskipun menarik perhatian publik, memerlukan pembiayaan besar dari anggaran negara. Biaya tersebut pada akhirnya akan dibebankan kepada masyarakat melalui pajak, utang, atau pengalihan anggaran. Janji-janji ini harus dipertimbangkan secara matang karena memerlukan perencanaan anggaran yang kuat, serta kebijakan pajak yang tepat untuk menjaga stabilitas fiskal. Penting bagi pemerintah untuk transparan mengenai sumber pendanaan, risiko ekonomi, dan memastikan program-program ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat. (*)

Merauke, 22 Oktober 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun