Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rasa Lapar Bisa Menjadi Bumbu bagi Makanan

8 Oktober 2024   06:05 Diperbarui: 8 Oktober 2024   06:10 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Rasa lapar telah menjadi salah satu aspek yang paling mendasar dalam pengalaman manusia sejak zaman purba. Sebagai sinyal fisiologis yang mengindikasikan kebutuhan tubuh akan energi, lapar memainkan peran penting dalam menjaga kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia. Namun, selain sebagai sinyal biologis, lapar juga memiliki dampak yang signifikan pada pengalaman kuliner seseorang. Dengan kata lain, lapar bisa menjadi 'bumbu bagi makanan,' sebagaimana ungkapan pepatah bahasa Latin. 

Artikel ini bertujuan menjelaskan bagaimana rasa lapar dapat mengubah hidangan biasa menjadi pengalaman kuliner yang luar biasa. Memahami peran rasa lapar dalam menentukan pengalaman makan dapat membantu menghargai setiap hidangan yang kita santap, meningkatkan kesadaran akan kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan.

Dampak Lapar terhadap Kenikmatan Makanan

Rasa lapar membawa dampak terhadap kenikmatan makanan. Berikut, dikemukakan beberapa dampak.

Peningkatan Sensivitas Rasa: Hormon ghrelin, yang dikenal sebagai "hormon lapar," diproduksi oleh lambung dan usus kecil saat perut kosong. Hormon ini tidak hanya merangsang rasa lapar, tetapi juga memainkan peran penting dalam meningkatkan sensitivitas reseptor rasa di lidah. Penelitian Cummings & Overduin dalam Nature Reviews Neuroscience (2007) menunjukkan bahwa ghrelin dapat meningkatkan kemampuan kita untuk mendeteksi dan merasakan rasa manis, asin, asam, dan pahit. Sebagai hasilnya, makanan yang biasa saja bisa terasa lebih kaya dan beraroma ketika kita lapar. Misalnya, sepiring nasi goreng yang sederhana dapat terasa sangat lezat dan memuaskan ketika dimakan dalam keadaan lapar.

Pelepasan Dopamin: Dopamin adalah neurotransmiter yang terlibat dalam sistem reward di otak. Menurut Schultz, dalam Annual Review of Neuroscience (2007), saat makan ketika lapar, otak melepaskan dopamin yang berfungsi memberikan rasa senang dan puas. Ini merupakan mekanisme evolusi untuk memastikan kita termotivasi mencari makanan dan bertahan hidup. Ketika makan dalam keadaan lapar, pelepasan dopamin ini meningkatkan kenikmatan dan rasa puas yang kita rasakan. Karena itu, makan saat lapar sering lebih memuaskan dibandingkan makan saat kenyang.

Kontras Rasa: Ketika perut kosong, kontras antara rasa hambar dan rasa makanan yang kaya menjadi lebih tajam. Perut kosong menciptakan sensitivitas rasa yang lebih tinggi, sehingga perbedaan antara rasa makanan yang biasa dan yang kaya menjadi lebih jelas. Misalnya, sepotong roti tawar bisa terasa sangat hambar ketika kenyang, tetapi ketika lapar, bahkan roti tawar pun bisa terasa nikmat, terutama jika disandingkan dengan makanan yang lebih beraroma seperti sup atau daging.

Apresiasi yang Lebih Besar terhadap Makanan: Saat lapar, kita cenderung lebih menghargai setiap aspek dari makanan yang kita santap. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya fokus pada rasa dan tekstur makanan, serta menurunnya gangguan dari faktor eksternal. Penelitian Roberts & Ferrini (Journal of Health Psychology, 2010) menunjukkan bahwa orang lebih mindful dan penuh perhatian ketika makan dalam keadaan lapar, sehingga mereka lebih menikmati setiap suapan. Misalnya, menikmati sepotong cokelat setelah menahan lapar sepanjang hari akan terasa lebih memuaskan dan nikmat.

Makan dengan Penuh Perhatian: Rasa lapar sering mendorong kita untuk makan dengan lebih pelan dan fokus. Menurut Kristeller & Wolever, dalam Eating Disorders (2011), ketika makan dalam keadaan lapar, kita lebih mungkin untuk mengenali dan menghargai berbagai rasa dan tekstur dalam makanan. Ini adalah aspek dari mindful eating, yang bisa mengubah pengalaman makan menjadi lebih menyenangkan dan memuaskan. Dengan memperlambat dan menikmati setiap suapan, kita dapat mengalami kenikmatan yang lebih besar dari makanan yang kita konsumsi.

Bukti Ilmiah Rasa Lapar Meningkatkan Kenikmatan Makan

Rasa Lapar Meningkatkan Kenikmatan Makan: Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Appetite (2011) oleh Ferriday & Brunstrom telah menunjukkan bahwa rasa lapar secara signifikan meningkatkan kenikmatan saat makan. Dalam salah satu studi, peserta yang berada dalam keadaan lapar melaporkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi setelah makan dibandingkan dengan mereka yang tidak lapar. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan lapar dapat meningkatkan pengalaman kuliner dengan membuat makanan terasa lebih nikmat. Penelitian ini menegaskan bahwa rasa lapar berfungsi sebagai sinyal fisiologis yang meningkatkan sensitivitas dan apresiasi kita terhadap makanan.

Lapar Meningkatkan Sensitivitas Rasa Manis dan Gurih: Penelitian lain yang diterbitkan dalam jurnal Chemical Senses (2013) menemukan bahwa rasa lapar dapat meningkatkan sensitivitas kita terhadap rasa manis dan gurih. Studi ini menunjukkan bahwa partisipan yang merasa lapar memiliki ambang batas deteksi yang lebih rendah untuk rasa manis dan gurih, yang berarti mereka dapat merasakan rasa ini dengan lebih intens. Temuan ini mengindikasikan bahwa lapar tidak hanya meningkatkan keinginan untuk makan tetapi juga memperkaya pengalaman sensorik kita terhadap makanan. Ini berarti makanan yang memiliki rasa manis atau gurih akan terasa lebih lezat ketika kita lapar.

Tips Menikmati Makanan dengan Lapar yang Sehat

Berpuasa secara Intermiten: Hal ini telah menjadi populer sebagai cara untuk mengatur pola makan dan meningkatkan kenikmatan makanan. Menurut Longo & Matton, dalam Cell Metabolism (2014), dalam berpuasa intermiten, seseorang mengatur waktu makan dan berpuasa dalam siklus tertentu, seperti pola 16/8 (16 jam puasa dan 8 jam makan). Berpuasa intermiten tidak hanya membantu mengatur berat badan, tetapi juga memungkinkan tubuh mengalami rasa lapar yang sehat, yang dapat meningkatkan kenikmatan makan. Penting untuk melakukan ini dengan pengawasan dokter untuk memastikan kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi dan kondisi kesehatan terjaga. Longo & Mattson mengatakan, "Puasa intermiten dapat meningkatkan sensitivitas rasa dan apresiasi terhadap makanan, sambil memberikan manfaat kesehatan jika dilakukan dengan benar dan dengan pengawasan medis."

Menunda Makan untuk Aktivitas yang Menyenangkan: Menunda makan untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan seperti berjalan kaki dapat meningkatkan rasa lapar dengan cara yang sehat. Menurut Blundell, et al., dalam Physiology & Behavior (2015), aktivitas fisik ringan seperti berjalan kaki sebelum makan dapat meningkatkan peredaran darah dan metabolisme, yang kemudian dapat meningkatkan rasa lapar dan membuat makanan terasa lebih nikmat. Aktivitas ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan mental, yang pada gilirannya dapat memperkaya pengalaman makan. Blundell, et al. Menyatakan, "Aktivitas fisik ringan sebelum makan, seperti berjalan kaki, dapat meningkatkan rasa lapar dan meningkatkan kenikmatan saat makan. Aktivitas ini juga bermanfaat untuk kesejahteraan mental dan fisik."

Menghargai Ritual Menyiapkan dan Menyantap Makanan: Menghargai dan menikmati proses menyiapkan makanan bisa meningkatkan pengalaman kuliner secara keseluruhan. Melibatkan diri dalam setiap langkah persiapan, mulai dari memilih bahan-bahan segar hingga memasak dengan penuh perhatian, dapat meningkatkan rasa puas dan apresiasi terhadap makanan. Menurut Bailey (Journal of Positive Psychology, 2016), ritual ini membantu kita menjadi lebih mindful dan terhubung dengan apa yang kita makan, yang dapat meningkatkan kenikmatan dan pengalaman rasa. Menikmati setiap proses persiapan makanan juga dapat memperkaya pengalaman makan secara keseluruhan. Bailey mengatakan, "Menghargai setiap langkah dalam persiapan makanan, dari memilih bahan hingga memasak, dapat meningkatkan mindfulness dan kenikmatan saat makan. Ritual ini memperdalam apresiasi kita terhadap makanan."

Pembahasan artikel ini menunjukkan, rasa lapar bukan hanya merupakan sinyal fisiologis yang mengindikasikan kebutuhan tubuh akan energi, melainkan memiliki dimensi psikologis yang signifikan. Lapar dapat berperan sebagai 'bumbu alami' yang meningkatkan kenikmatan makan, membuat makanan yang biasa terasa lebih lezat dan memuaskan. Pengalaman makan menjadi lebih kaya dan penuh dengan apresiasi ketika kita makan dalam keadaan lapar. Selanjutnya, penting untuk makan dengan seimbang dan mendengarkan tubuh kita. Berpuasa intermiten, menunda makan untuk melakukan aktivitas menyenangkan, dan menghargai ritual menyiapkan makanan adalah beberapa cara yang dapat membantu kita menikmati makanan dengan lebih mindful dan sehat. Dengan mendengarkan sinyal tubuh dan menjaga keseimbangan dalam pola makan, kita dapat memaksimalkan kenikmatan dan manfaat dari setiap hidangan yang kita santap. Kesadaran ini membantu kita untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan nutrisi, tetapi juga mengubah setiap kali makan menjadi pengalaman kuliner yang luar biasa, memperkaya hidup kita secara keseluruhan. (*)

Merauke, 8 Oktober 2024

Agustinus Gereda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun