Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

(Novel) Menapak Jejak di Kimaam: Episode 05-06

15 September 2024   06:05 Diperbarui: 15 September 2024   16:37 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Cover Novel Menapak Jejak di Kimaam (Dokumentasi Pribadi)

Episode 05: Diskusi di Tengah Pesta

Josefa merasa semakin terinspirasi oleh keindahan dan kearifan yang terpancar dari Pesta Adat Dambu di Kampung Tabonji. Di tengah-tengah keceriaan acara, ia menyempatkan waktu untuk duduk bersama beberapa teman dan penduduk kampung yang lebih tua, yang memiliki pengetahuan mendalam tentang pertanian tradisional tanaman Dambu.

Bersama Didimus, teman sekelasnya dari SMA Yoanes XXIII di Merauke yang juga hadir dalam pesta, Josefa dan beberapa tokoh kampung membentuk lingkaran kecil di tepi pantai yang tenang. Mereka dikelilingi oleh gemerisik ombak yang berpadu harmonis dengan riuh rendah suara tawa dan percakapan di sekeliling mereka.

"Didi, lihatlah pemandangan ini. Bukankah kampung kita benar-benar indah?" ujar Josefa sambil memandang laut yang tenang.

"Iya, Josefa. Pesta ini selalu berhasil membuatku rindu kampung halaman," jawab Didimus sambil tersenyum.

Diskusi dimulai dengan Didimus yang menyelipkan candaannya yang khas, membuat atmosfer menjadi lebih santai namun tetap fokus pada topik yang serius. Mereka membicarakan keajaiban tanaman Dambu yang menjadi perhatian Josefa sejak awal pesta. Penduduk kampung dengan antusias menceritakan bagaimana mereka berhasil mencapai hasil panen yang luar biasa dengan menerapkan pengetahuan turun-temurun dari nenek moyang mereka.

"Josefa, kamu tahu tidak, rahasia kesuburan tanaman Dambu ini bukan hanya dari pupuk alami, tapi juga dari doa-doa leluhur kita," kata Pak Abraham, salah satu sesepuh kampung.

"Benar sekali, Josefa," tambah Bu Rosa, yang duduk di sebelahnya. "Kami selalu mengikuti siklus alam dan menghormati roh penjaga tanah ini."

Josefa menyimak dengan seksama setiap kata yang diucapkan oleh para tokoh kampung, mencatat ide dan informasi penting dalam buku catatannya. Ia merasa terdorong untuk lebih memahami rahasia keberhasilan pertanian tradisional ini, yang tampaknya tidak hanya tentang teknik bercocok tanam, tetapi juga tentang keselarasan dengan alam dan siklus hidup tanah.

"Pak Abraham, bagaimana caranya kita tahu kapan waktu yang tepat untuk menanam dan memanen?" tanya Josefa dengan penuh rasa ingin tahu.

"Anakku, kita mengikuti tanda-tanda alam. Ketika burung cendrawasih mulai berkicau di pagi hari atau ketika daun-daun tertentu mulai berubah warna, itu tandanya waktu menanam sudah tiba," jawab Pak Abraham sambil tersenyum bijak.

Didimus, yang selalu memiliki pandangan kritis terhadap berbagai hal, mempertanyakan sejauh mana pengetahuan tradisional ini dapat bersaing dengan teknologi modern yang diajarkan di sekolah-sekolah.

"Pak Abraham, apakah metode tradisional ini bisa bertahan di zaman yang serba modern seperti sekarang?" tanya Didimus dengan nada serius.

"Didimus, teknologi modern memang penting, tetapi jangan pernah meremehkan kearifan lokal. Keduanya bisa berjalan beriringan, saling melengkapi," jawab Pak Abraham dengan tegas.

Diskusi pun menjadi semakin intens namun tetap penuh rasa hormat terhadap kearifan lokal yang telah teruji dan terbukti.

"Josefa, menurutmu apa yang bisa kita lakukan untuk menggabungkan kearifan lokal ini dengan ilmu yang kita pelajari di sekolah?" tanya Didimus sambil menatap sahabatnya.

"Aku pikir, kita bisa mulai dengan melakukan penelitian kecil-kecilan di kampung. Menggabungkan teknik modern dengan metode tradisional. Siapa tahu, kita bisa menemukan cara baru yang lebih efektif," jawab Josefa dengan penuh semangat.

Di tengah pesta yang meriah, Josefa merasa bahagia dapat berbagi pemikiran dengan penduduk kampung yang penuh pengalaman ini. Ia menyadari bahwa perjalanan pencariannya akan ilmu pertanian tidak akan mudah, tetapi Pesta Adat Dambu telah membuka pintu awal yang penting baginya untuk memahami lebih dalam akan kekayaan budaya dan alam di kampung halamannya, serta menemukan jawaban atas pertanyaannya tentang tanaman Dambu yang begitu istimewa.

"Terima kasih banyak, Pak Abraham, Bu Rosa. Percakapan ini sangat berharga bagi kami," ucap Josefa dengan tulus.

"Sama-sama, Josefa. Kalian adalah generasi penerus kami. Teruslah belajar dan jaga alam kita," kata Bu Rosa sambil menepuk bahu Josefa dengan penuh kasih sayang.

Episode 06: Kekaguman Josefa

Josefa duduk di pinggir pantai yang tenang, memandangi gemerlap matahari terbenam di ufuk barat Pulau Kimaam. Suasana Pesta Adat Dambu masih terasa dalam dirinya, memenuhi hatinya dengan kekaguman dan inspirasi yang tak terhingga. Ia merenungkan semua yang telah ia saksikan dan dengar hari ini, terutama mengenai keajaiban tanaman Dambu yang tumbuh subur di tanah kampung halamannya.

Pesta Adat Dambu bukan hanya sekadar perayaan budaya bagi Josefa, tetapi juga momen pencerahan yang membuka matanya akan kearifan lokal yang begitu dalam. Ia terpesona oleh keahlian para penduduk kampung dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, tanpa meninggalkan jejak yang merusak lingkungan sekitar.

"Josefa, kamu di sini rupanya," suara Didimus mengagetkan Josefa yang sedang asyik merenung.

"Ah, Didimus. Duduklah," Josefa menepuk pasir di sebelahnya. "Aku sedang memikirkan semua yang kita dengar hari ini tentang tanaman Dambu."

Didimus tersenyum dan duduk di samping Josefa, ikut memandang laut yang mulai gelap. "Aku juga merasa terinspirasi. Kearifan lokal mereka sungguh luar biasa."

"Betul, Didimus. Rasanya aku ingin belajar lebih banyak lagi. Aku yakin, ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari mereka," kata Josefa dengan semangat.

"Ya, siapa tahu, kita bisa menemukan cara baru yang menggabungkan metode tradisional dan teknologi modern. Mungkin kita bisa memulai proyek kecil-kecilan di sekolah," usul Didimus.

Josefa mengangguk setuju. "Itu ide bagus. Aku yakin kita bisa membawa perubahan yang positif bagi kampung kita."

Saat langit mulai gelap dan bintang-bintang muncul satu per satu di langit malam, Josefa terus mengamati pantulan cahaya bulan di permukaan air yang tenang. Ia merasa terhubung dengan alam dan budaya yang mengelilinginya, merasakan kehadiran nenek moyang yang telah menjaga kehidupan di pulau ini sejak zaman dahulu.

"Josefa, kamu percaya tidak kalau nenek moyang kita selalu mengawasi dan melindungi kita?" tanya Didimus tiba-tiba.

"Aku percaya, Didimus. Justru itu yang membuatku semakin ingin menjaga dan melestarikan warisan mereka," jawab Josefa dengan yakin.

Pesta Adat Dambu juga mengingatkannya akan pentingnya menjaga identitas budaya dan alam. Tanah tempat ia berdiri bukan hanya warisan fisik, tetapi juga warisan spiritual yang perlu dilestarikan dan diberikan perhatian lebih. Keindahan alam Papua dan kearifan budayanya menjadi titik awal Josefa untuk mengeksplorasi lebih jauh, belajar, dan berkontribusi bagi masyarakatnya.

"Didimus, aku berjanji pada diriku sendiri, aku tidak hanya akan menjadi penikmat keindahan alam, tetapi juga agen perubahan yang mampu menggabungkan nilai-nilai tradisional dengan teknologi modern," kata Josefa penuh tekad.

"Aku akan mendukungmu, Josefa. Kita mulai dari hal kecil, dan kita lihat seberapa jauh kita bisa pergi," jawab Didimus dengan semangat yang sama.

Dengan langkah hati-hati, Josefa berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak hanya menjadi penikmat keindahan alam, tetapi juga agen perubahan yang mampu menggabungkan nilai-nilai tradisional dengan teknologi modern. Ia ingin membawa perubahan yang positif bagi komunitasnya, sekaligus menjaga keseimbangan antara masa lalu yang kaya dan masa depan yang cerah.

(Bersambung)

Merauke, 15 September 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun