"Ya, Ibu," jawab Josefa sambil menundukkan kepala, mengikuti doa dengan khidmat.
Setelah doa selesai, para pemuda kampung memulai upacara adat dengan menari-nari mengelilingi api unggun yang dipelihara dengan hati-hati. Mereka mengenakan topi bulu burung dan celana pendek khas, melompat-lompat dengan gerakan yang ritmis dan enerjik, mencerminkan semangat hidup dan kebersamaan mereka sebagai satu kesatuan.
"Wow, tarian mereka luar biasa! Aku ingin bisa menari seperti itu suatu hari nanti," kata Josefa penuh semangat kepada temannya, Matius, yang duduk di sebelahnya.
"Kau pasti bisa, Josefa. Aku tahu kau punya bakat," jawab Matius dengan penuh keyakinan.
Puncak dari Pesta Adat Dambu adalah saat penampilan tarian Dambu yang menakjubkan. Para penari, yang terdiri dari pemuda dan pemudi yang telah dilatih secara khusus, menghadirkan gerakan-gerakan yang menggambarkan kehidupan sehari-hari di kampung Tabonji. Ritme alat musik tradisional seperti tifa dan ukulele mengiringi langkah-langkah mereka, menciptakan harmoni yang begitu memikat hati.
"Josefa, lihatlah gerakan mereka. Sungguh memukau!" kata kakaknya, Tania, dengan kagum.
"Ya, Kak. Mereka benar-benar menghidupkan cerita dari tarian ini," jawab Josefa dengan mata yang berbinar.
Josefa duduk bersama keluarganya, mata tak lepas dari pertunjukan yang memukau itu. Ia merasa terhubung dengan akar budayanya yang kaya, merasakan betapa pentingnya melestarikan tradisi yang telah mengikat komunitas Marind Anim selama berabad-abad lamanya. Pesta Adat Dambu tidak hanya menjadi perayaan, tetapi juga cerminan dari kearifan lokal yang terus hidup dan berkembang di tengah tantangan zaman modern.
"Josefa, kita harus terus melestarikan tradisi ini, agar anak cucu kita kelak juga bisa merasakannya," kata ayahnya, Daniel, dengan suara penuh harapan.
"Ya, Ayah. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik untuk menjaga warisan ini," jawab Josefa dengan tekad yang kuat.
Episode o4: Keajaiban Ubi Raksasa