Fenomena penyelamatan mahasiswa yang seharusnya dropout di perguruan tinggi menjadi perhatian, sehingga mahasiswa yang melewati batas waktu studi sering diselamatkan melalui tindakan cepat. Meskipun tujuan kebijakan ini adalah membantu mahasiswa menyelesaikan studi, hal ini dapat mengorbankan kualitas akademis. Latar belakangnya terkait dengan keinginan perguruan tinggi untuk menjaga angka kelulusan dan reputasi, serta memberikan "kesempatan kedua" kepada mahasiswa. Namun, hal ini menciptakan dilema bagi dosen yang harus mempertahankan integritas akademis.
Motivasi dan Alasan di Balik Kebijakan
Kebijakan penyelamatan mahasiswa, yang seharusnya dropout, diterapkan oleh perguruan tinggi untuk menjaga citra dan reputasi institusi. Perguruan tinggi bertanggung jawab memastikan mahasiswa dapat menyelesaikan studi dengan baik, karena angka kelulusan yang rendah bisa mencerminkan buruknya kualitas pengajaran atau manajemen. Beberapa perguruan tinggi memilih membantu mahasiswa bermasalah agar tetap lulus, meski ini kadang mengorbankan standar akademis.
Selain itu, perguruan tinggi memiliki peran penting dalam menjaga reputasi akademis dan angka kelulusan mahasiswa. Lulusan yang berhasil dengan baik tidak hanya meningkatkan citra institusi di mata masyarakat, tetapi juga menarik calon mahasiswa baru dan meningkatkan daya saing perguruan tinggi di tingkat nasional maupun internasional.
Kebijakan penyelamatan mahasiswa yang telah melewati batas waktu studi dilihat sebagai upaya strategis untuk mempertahankan angka kelulusan yang tinggi. Dengan demikian, perguruan tinggi dapat terus berfungsi sebagai lembaga yang menghasilkan lulusan-lulusan berkualitas, meskipun berisiko mengorbankan kualitas akademis individu mahasiswa.
Pengaruh eksternal, seperti tekanan dari badan akreditasi dan masyarakat, mendorong perguruan tinggi untuk memastikan sebanyak mungkin mahasiswa lulus tepat waktu. Akreditasi dan pengakuan eksternal menjadi tolok ukur keberhasilan, sehingga kebijakan yang mendukung kelulusan mahasiswa, meski kadang meragukan kualitasnya, tetap diambil demi memenuhi standar tersebut.
Konsekuensi Kebijakan Terhadap Kualitas Akademis
Kebijakan penyelamatan mahasiswa yang seharusnya dropout berdampak negatif terhadap kualitas akademis, terutama dalam mutu tugas akhir atau skripsi. Ketika mahasiswa dipaksa menyelesaikan tugas mereka dalam waktu singkat, proses yang seharusnya memerlukan pemikiran mendalam hanya menjadi formalitas untuk kelulusan. Hasilnya, skripsi yang dihasilkan cenderung dangkal, kurang analitis, dan tidak memberikan kontribusi baru terhadap ilmu pengetahuan, yang pada akhirnya menurunkan standar mutu pendidikan di perguruan tinggi.
Dosen pun mengalami dilema karena terpaksa menyetujui skripsi yang tidak memenuhi standar akademis. Kebijakan institusi yang menekankan kelulusan cepat membuat dosen harus mengorbankan integritas akademis mereka. Hal ini menimbulkan rasa kecewa dan beban moral bagi dosen, karena mereka merasa bertanggung jawab memastikan lulusan kompeten, meskipun tahu bahwa pengetahuan dan keterampilan lulusan tersebut mungkin tidak memadai.
Dampak jangka panjang dari kebijakan ini serius, baik bagi lulusan maupun reputasi perguruan tinggi. Lulusan mungkin akan kesulitan bersaing di dunia kerja karena kurangnya kompetensi. Reputasi perguruan tinggi juga bisa rusak, yang dapat mengurangi minat calon mahasiswa dan kepercayaan publik, serta berpotensi menyebabkan penurunan akreditasi dan kerugian finansial bagi institusi.