Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Janji di Balik Perbedaan

12 Juli 2024   18:58 Diperbarui: 12 Juli 2024   19:04 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di pinggiran Taman Wasur Indah, Merauke, hidup seorang gadis bernama Helena. Dengan kulit hitam manis dan mata bundar yang menatap dengan kedalaman lautan, Helena memasuki usia 20-an tahun dengan keyakinan dan keberanian yang tak tergoyahkan. Berasal dari keluarga Katolik yang taat, Helena memiliki prinsip yang teguh, termasuk dalam hal memilih jodohnya.

Suatu hari, di bawah sinar matahari yang cerah, mamanya mempertemukan Helena dengan seorang pemuda bernama Ismail. Ismail adalah seorang Muslim yang baru saja menyelesaikan studi teknik mesin dan telah memiliki pekerjaan yang mapan, menangani proyek-proyek besar di beberapa tempat.

"Ibu ingin kamu bertemu dengan Ismail," kata mamanya dengan lembut, suaranya menggema dalam ruangan yang penuh dengan kehangatan keluarga. Mata mamanya bersinar dengan harapan, memancarkan keinginan tulus seorang ibu yang ingin melihat putrinya bahagia. Helena mengangguk pelan, meskipun hatinya berdebar-debar. Ia melangkah ke ruang tamu, di sana Ismail sudah menunggu.

Helena menatap Ismail dengan pandangan penuh tanya, mencoba mencari jawaban dalam tatapan mata bundarnya yang tenang. Ada sesuatu yang menenangkan dalam cara Ismail berdiri, penuh keyakinan tetapi tetap rendah hati. Mata mereka bertemu, dan sejenak waktu terasa berhenti. Ismail tersenyum, senyum yang hangat dan tulus, menghapus sedikit kekhawatiran dalam hati Helena.

"Senang bertemu denganmu, Helena," kata Ismail dengan suara yang dalam dan hangat. Suaranya seakan membawa kehangatan musim semi ke dalam ruangan itu. Ismail mengulurkan tangannya, dan Helena merasakan sentuhan yang lembut namun kokoh saat ia menyambutnya. Helena merasakan ada ketulusan dalam cara Ismail berbicara, dalam cara ia memandangnya dengan penuh perhatian. Meskipun pertemuan itu singkat, Helena merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam diri Ismail, sesuatu yang membuatnya merasa nyaman dan diterima.

Waktu berlalu, dan Ismail mulai mendekati Helena dengan harapan bisa memenangkan hatinya. Mereka sering bertemu, berbicara tentang impian dan harapan mereka, tentang kehidupan dan cinta. Ismail mencoba segala cara untuk mendapatkan cinta Helena, tetapi Helena memiliki syarat yang tak bisa ditawar.

Helena dan Ismail sering bertemu di Taman Wasur Indah, tempat bunga-bunga bermekaran dan burung-burung berkicau riang. Namun, setiap kali mereka berbicara tentang masa depan, perbedaan keyakinan selalu menjadi tembok yang sulit ditembus.

"Ismail, aku tahu kamu mencintaiku. Tapi, apakah kamu bersedia meninggalkan agamamu demi aku?" tanya Helena dengan penuh harap.

"Helena, ini tidak mudah bagiku. Agamaku adalah bagian dari identitasku," jawab Ismail dengan suara lirih.

"Aku tidak memintamu untuk mengubah dirimu sepenuhnya, hanya keyakinanmu. Aku ingin kita bersama dalam satu iman," kata Helena, suaranya lembut tetapi tegas, matanya bersinar dengan harapan yang tulus. Di balik pandangan matanya, ada ketegangan yang tidak terucapkan, sebuah pergulatan batin yang mencoba memahami dan menerima perbedaan di antara mereka.

Ismail terdiam sejenak, menatap jauh ke hamparan hutan yang membentang luas. Di sana, di balik pohon-pohon rimbun, ia mencoba mencari jawaban yang sulit ditemukan. "Aku butuh waktu, Helena. Ini adalah keputusan besar," jawabnya dengan suara berat, mencerminkan kekalutan di dalam hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun