Dalam dunia pendidikan, guru memegang peran penting sebagai pembentuk karakter dan kecerdasan siswa. Tidak hanya bertanggung jawab menyampaikan pengetahuan, guru juga menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang akan membimbing siswa sepanjang hidup mereka.
Namun, muncul pertanyaan tentang pendekatan seorang pendidik: apakah ketegasan yang diterapkan oleh seorang guru menjadikannya sebagai pahlawan yang membimbing siswa menuju kesuksesan, atau sekadar penguasa kelas yang menimbulkan ketakutan dan kepatuhan tanpa pemahaman?
Artikel ini berusaha menggali dua perspektif utama mengenai ketegasan guru dalam konteks pendidikan. Diharapkan uraian ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana ketegasan dapat memengaruhi dinamika kelas dan perkembangan siswa.
Definisi dan Konteks
Pengertian ketegasan. Ketegasan dalam konteks pendidikan dapat didefinisikan sebagai kemampuan seorang guru untuk menetapkan batasan yang jelas, memberikan arahan yang tegas, dan memastikan kepatuhan terhadap aturan yang ada, sambil tetap memperhatikan kebutuhan dan perasaan siswa.
Menurut Thomas Gordon (1974), dalam Teacher Effectiveness Training, ketegasan adalah keterampilan komunikasi yang melibatkan kemampuan untuk menyatakan kebutuhan dan keinginan secara jelas dan langsung, tanpa mengabaikan hak-hak orang lain. Ketegasan bukanlah tentang dominasi atau kontrol, melainkan keseimbangan antara otoritas dan empati.
Ketegasan dalam sejarah pendidikan. Peran ketegasan dalam pendidikan telah mengalami evolusi yang signifikan sepanjang sejarah.
Pada masa lampau, pendekatan pendidikan sering bersifat sangat otoriter. Guru memiliki kontrol penuh atas siswa dan menggunakan hukuman fisik sebagai sarana utama menegakkan disiplin.
John Dewey (1916), dalam Democracy and Education, mengkritik pendekatan ini, dengan menegaskan bahwa pendidikan harus berfokus pada pengembangan individu yang mampu berpikir kritis dan berpartisipasi dalam masyarakat demokratis. Ia menganjurkan metode yang lebih progresif, bahwa ketegasan tetap ada, tetapi dikombinasikan dengan dorongan untuk belajar mandiri dan kolaborasi.
Dalam beberapa dekade terakhir, pendidikan telah bergerak menuju pendekatan yang lebih seimbang. Guru diharapkan untuk memiliki kontrol kelas yang kuat, namun juga menunjukkan empati dan perhatian terhadap kebutuhan emosional siswa. Penelitian Robert J. Marzano (2003) menyoroti bahwa guru yang efektif adalah mereka yang dapat menetapkan aturan dan harapan yang jelas sambil tetap memperlakukan siswa dengan hormat dan mengakui individualitas mereka.
Kontras dengan kepemimpinan otoriter. Meskipun ketegasan dan kepemimpinan otoriter sering terlihat serupa, keduanya memiliki perbedaan mendasar.