Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Germana dari Okaba

6 Juli 2024   17:26 Diperbarui: 7 Juli 2024   15:53 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Kampung Okaba yang sunyi, di antara pepohonan sagu dan arus Sungai Digoel yang tenang, hiduplah Germana, wanita sederhana dari etnis Marind Anim. Kesibukan pagi hari selalu diisi dengan suara burung-burung cenderawasih yang beterbangan di atas kepala, menambah semangat pada setiap langkahnya.

Suaminya, Romanus, telah lama pergi merantau, meninggalkan Germana dengan dua anak perempuan mereka, Monika dan Silvia. Setiap hari adalah perjuangan bagi Germana, namun ia tak pernah menyerah. Seperti akar pohon bakau yang kuat menghujam tanah, begitu pula semangatnya demi keluarganya.

Di rumah panggung mereka yang sederhana, di bawah naungan langit biru yang terhampar luas, Monika dan Silvia duduk di teras, menanti dengan sabar kepulangan ibu mereka. Monika yang baru duduk di bangku SD dan Silvia yang masih TK, dengan penuh harap, memandang jalan setapak yang mengarah ke ladang, berharap melihat sosok ibu yang mereka cintai muncul dari kejauhan.

Germana, dengan semangat yang tak pernah padam, mengayunkan langkah-langkahnya di tengah hutan sagu yang rimbun. Setiap helai daun sagu yang bergemerisik oleh angin seolah menyampaikan salam hangat kepada wanita tangguh itu. Jari-jari Germana yang kuat dan cekatan memanen sagu, mengumpulkan setiap tetes pati dengan penuh ketelitian. Di bawah terik matahari yang membakar kulit, yang diselingi derasnya hujan Germana tetap teguh, matanya memancarkan tekad yang tak tergoyahkan.

Monika dan Silvia, meski masih kecil, sudah memahami perjuangan ibu mereka. Mereka selalu berusaha membantu dengan cara mereka sendiri, membersihkan rumah, menyiapkan makanan sederhana, dan menjaga satu sama lain. "Monika, apakah Ibu akan pulang sebentar lagi?" tanya Silvia dengan suara lembut, matanya yang besar penuh harap.

"Tenang saja, adikku sayang. Ibu pasti pulang. Ia selalu pulang," jawab Monika dengan senyum menenangkan, meski hatinya juga dirundung kekhawatiran.

Ketika akhirnya sosok Germana muncul dari balik pepohonan, membawa hasil kerja kerasnya, hati Monika dan Silvia melompat girang. Mereka berlari menyambut ibu mereka, memeluknya erat, merasakan kehangatan dan cinta yang tak terhingga.

Dengan semangat kebersamaan, mereka memasak hasil panen dan tangkapan hari itu. Di dalam rumah panggung yang sederhana, terdengar tawa dan cerita-cerita tentang hari mereka. Di bawah naungan malam yang sejuk, dengan suara jangkrik yang bernyanyi merdu, Germana, Monika, dan Silvia menikmati kebersamaan yang penuh kasih dan harapan.

"Bu, apakah Ayah akan pulang suatu hari nanti?" tanya Monika dengan mata berbinar, memandang ibunya yang sedang memasak sagu di dapur.

Germana tersenyum lembut, meski hatinya terasa perih. "Kita tak tahu, Sayang. Tapi yang pasti, kita harus kuat dan saling menjaga. Tuhan selalu bersama kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun