Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Suka membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beasiswa: Mendorong Prestasi atau Memperparah Ketimpangan?

28 Juni 2024   05:51 Diperbarui: 28 Juni 2024   07:33 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020), Evaluasi Program Bidikmisi 2010-2020, program Bidikmisi telah membantu lebih dari 600.000 mahasiswa untuk mengakses pendidikan tinggi sejak diluncurkan pada tahun 2010. 

Penelitian Rosyada (2017), Analisis Dampak Beasiswa Bidikmisi terhadap Kelulusan Mahasiswa, menunjukkan bahwa mahasiswa penerima beasiswa dari keluarga kurang mampu cenderung memiliki kesempatan lebih besar untuk menyelesaikan pendidikan tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak menerima bantuan. 

Ini menunjukkan bahwa beasiswa, baik Bidikmisi maupun lainnya, tidak hanya membantu dalam hal akses finansial, tetapi juga memberikan peluang yang lebih luas bagi siswa dari berbagai latar belakang untuk meraih pendidikan yang lebih baik.

Dampak Negatif Beasiswa

Beasiswa sering diberikan berdasarkan prestasi akademik atau kriteria tertentu yang mungkin tidak dipenuhi oleh semua mahasiswa, terutama mereka yang berasal dari latar belakang keluarga kurang beruntung.

Menurut penelitian Santoso (2018), Ketimpangan dalam Pemberian Beasiswa: Studi Kasus di Universitas Negeri, sistem seleksi beasiswa yang ketat dan berbasis prestasi sering lebih menguntungkan mahasiswa yang memiliki akses ke sumber daya pendidikan yang lebih baik, seperti bimbingan belajar dan fasilitas pendukung lainnya. 


Mahasiswa yang sudah berada dalam posisi lebih baik secara akademik terus mendapatkan keuntungan lebih, sementara yang kurang mampu tetap tertinggal. Dalam jangka panjang, ketimpangan ini dapat menjadi lebih parah, karena mahasiswa penerima beasiswa memiliki kesempatan yang lebih besar mengakses pendidikan lanjutan dan peluang karier yang lebih baik.

Beasiswa yang memberikan dukungan finansial yang signifikan terkadang menggoda mahasiswa menghabiskan dana tersebut untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan pendidikan. 

Menurut penelitian Adi (2019), Dampak Konsumerisme di Kalangan Mahasiswa Penerima Beasiswa, beberapa penerima beasiswa di universitas-universitas besar menggunakan uang beasiswa untuk membeli barang-barang konsumtif seperti gadget terbaru, pakaian bermerek, dan hiburan mahal. Hal ini dapat menciptakan budaya konsumerisme dan hedonisme di kalangan mahasiswa. 

Fokus mereka bergeser dari pengembangan akademik dan profesional ke gaya hidup yang lebih materialistis. Fenomena ini menunjukkan bahwa beasiswa dapat disalahgunakan dan menciptakan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan tujuan awal program beasiswa.

Selain itu, beasiswa dapat memicu rasa iri dan persaingan yang tidak sehat di antara mahasiswa. Ketika hanya beberapa mahasiswa yang mendapatkan beasiswa, sementara yang lain tidak, hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak adil dan ketidakpuasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun