Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Budaya Pamer Gengsi Menggeser Makna Pernikahan yang Sehat dan Bertanggung Jawab

22 Juni 2024   05:38 Diperbarui: 24 Juni 2024   06:30 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI pernikahan | Romanno via Kompas.com

Pernikahan adalah momen sakral yang menandai awal kehidupan baru bagi pasangan suami istri. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, fenomena pamer gengsi dalam pesta pernikahan semakin marak terjadi di masyarakat. Banyak pasangan yang merasa tertekan mengadakan pesta pernikahan yang mewah dan megah, meskipun kondisi finansial mereka tidak memadai.

Hal ini menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti beban finansial yang berat, stres dan konflik dalam hubungan, pergeseran nilai-nilai asasi pernikahan, serta sikap konsumtif yang tidak sehat. 

Pentingnya mengedukasi masyarakat dan mendorong perubahan mindset menuju budaya pesta pernikahan yang lebih sehat dan bertanggung jawab merupakan esensi utama artikel ini.

Dampak Negatif Pamer Gengsi

Fenomena pamer gengsi dalam pesta pernikahan di tengah keterbatasan finansial marak terjadi di masyarakat. Hal ini tidak hanya membawa dampak negatif pada pasangan yang menikah, tetapi juga pada budaya pernikahan secara umum.

Beban finansial: Berhutang demi membiayai pesta pernikahan yang megah dapat menimbulkan beban finansial bagi pasangan di awal pernikahan. Hal ini dapat menghambat penataan kehidupan baru dan pencapaian tujuan finansial bersama. 

Menurut Sharma (2018) dalam Family Financial Planning, beban finansial yang timbul akibat pesta pernikahan yang mewah sering membawa stres dan ketegangan pada pasangan baru. Pengeluaran yang tidak terkendali dapat mengganggu stabilitas keuangan di awal pernikahan, dan menghalangi pencapaian tujuan finansial jangka panjang. 

Dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK, 2404) disebutkan perlunya menggunakan harta benda secara bertanggung jawab, tidak untuk pamer atau demi gengsi, tetapi untuk kesejahteraan keluarga dan komunitas. 

Menurut Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si' (2015), gaya hidup yang sederhana dan bertanggung jawab merupakan bagian dari panggilan hidup sebagai orang Kristen. Kegemaran akan hal-hal duniawi dan materialisme berlebihan hanya akan menghambat pencapaian kebahagiaan sejati yang ditemukan dalam kehidupan yang penuh makna dan cinta kasih.

Stres dan konflik: Tekanan untuk memenuhi ekspektasi sosial dan gengsi dapat memicu stres dan konflik dalam hubungan pernikahan. Hal ini dapat membahayakan keharmonisan rumah tangga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun