Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Pengampunan sebagai Fondasi yang Kokoh Memperkuat Ikatan Perkawinan

15 Mei 2024   06:03 Diperbarui: 15 Mei 2024   06:32 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketidakmampuan mengampuni berdampak merusak. Ketika pasangan tidak mau saling memaafkan kesalahan, bisa menimbulkan kebencian, dendam, dan ketegangan yang memicu konflik yang lebih besar.

Pengampunan memiliki peran penting dalam menjaga keberlangsungan perkawinan. Ketika pasangan mampu memaafkan satu sama lain, mereka membangun hubungan yang lebih kuat, saling percaya, dan saling menghargai.

Pengampunan memungkinkan pasangan melewati konflik dengan kedewasaan dan kebijaksanaan, sehingga membuka jalan bagi rekonsiliasi dan pertumbuhan bersama. Menurut Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik Familiaris Consortio (1981), "pengampunan adalah pilar utama dalam membangun dan memperkuat ikatan perkawinan." Kitab Suci mengajarkan, "...hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu" (Ef 4: 32).

Hambatan dalam Proses Pengampunan

Pertama, kesulitan menerima kesalahan dan memaafkan. Kesalahan yang dilakukan oleh pasangan terasa sangat menyakitkan atau menghina, sehingga sulit bagi seseorang untuk melupakannya.

Kedua, peran ego dalam proses pengampunan. Seseorang merasa bahwa memberikan maaf adalah tanda kelemahan atau kekalahan. Ia lebih memilih untuk mempertahankan sikapnya daripada memaafkan. Namun, dalam konteks perkawinan Katolik, Paus Fransiskus dalam ensiklik Amoris Laetitia (2016) mengajarkan bahwa pengampunan bukanlah tanda kelemahan, tetapi tanda kekuatan yang besar.

Ketiga, ketidakmampuan mengampuni. Ketika pasangan tidak mau memaafkan satu sama lain, hubungan mereka menjadi tegang dan terancam. Hal ini menimbulkan rasa dendam, ketidakpercayaan, dan perasaan terisolasi, yang dapat merusak ikatan perkawinan. Menurut Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik Familiaris Consortio (1981), "pengampunan adalah kunci untuk memperbaiki dan memperkuat ikatan perkawinan." Kitab Suci mengingatkan, "Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, ..." (Kol 3:13).

Langkah-langkah Praktis Memperoleh Pengampunan

Pertama, refleksi yang jujur dan siap mengubah diri. Dalam pengampunan dibutuhkan kesediaan untuk melihat situasi dari perspektif yang berbeda dan meresponsnya dengan belas kasihan. Hal ini berarti, mengakui dan memahami dampak kesalahan yang telah dilakukan, dan bersedia melakukan perubahan positif.

Kedua, berbicara terbuka dengan pasangan. Komunikasi terbuka dan jujur adalah kunci dalam proses pengampunan. Pasangan perlu berbagi perasaan, menyampaikan ketidaknyamanan atau sakit hati yang dirasakan, dan mendengarkan dengan penuh perhatian.

Ketiga, mengusahakan bantuan pihak lain. Proses pengampunan memerlukan bantuan dari ahli perkawinan atau penasihat spiritual. Mereka dapat memberikan wawasan yang objektif dan bimbingan spiritual yang diperlukan agar pasangan dapat melewati konflik dan kesulitan mengampuni. Paus Fransiskus dalam ensiklik Amoris Laetitia (2016) menekankan pentingnya dukungan dan bimbingan dalam mengatasi masalah perkawinan. Kitab Suci mengajarkan, "Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh ... " (Yak 5:16).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun