Pertama, sejarah dan tradisi.
Tenun sarung telah menjadi tradisi turun-temurun dalam masyarakat Atadei sejak berabad-abad yang lalu. Kerajinan ini diwariskan dari generasi ke generasi. Sarung tenun ini memiliki motif dan corak yang khas, mencerminkan identitas budaya dan keunikan masyarakat setempat.
Kedua, simbol keahlian dan kerajinan perempuan.
Proses tenun sarung membutuhkan keahlian, ketekunan, dan kerajinan yang tinggi. Perempuan Atadei telah menguasai keterampilan ini sejak usia dini. Kemampuan untuk menenun sarung yang indah dan berkualitas tinggi, apalagi menenun sarung adat, menjadi simbol kebanggaan dan martabat bagi perempuan di wilayah tersebut.
Ketiga, ekonomi dan mata pencaharian.
Selain menjadi simbol martabat, kerajinan tenun sarung juga menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak perempuan. Sarung tenun yang dihasilkan memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Hal ini dapat memberikan pendapatan bagi para penenun dan keluarganya.
Keempat, warisan budaya dan identitas.
Kerajinan tenun sarung merupakan warisan budaya yang sangat berharga bagi masyarakat Atadei. Setiap motif dan corak sarung menceritakan kisah dan filosofi hidup masyarakat setempat. Kerajinan ini menjadi identitas yang memperkaya keragaman budaya di Indonesia.
Kelima, pelestarian dan pengembangan.
Di era modern saat ini, upaya pelestarian dan pengembangan keterampilan tenun sarung penting dilakukan. Pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait perlu mendukung para penenun melalui pelatihan, pemasaran produk, dan perlindungan terhadap warisan budaya ini.
Upaya Pelestarian dan Pengembangan
Kemungkinan perempuan Atadei sekarang tidak berminat dengan kerajinan ini. Berikut, beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan dan mengembangkan tradisi tenun sarung.