Ketiga, pemintalan benang.
Serat kapas yang sudah bersih kemudian dipintal menjadi benang menggunakan alat-alat tradisional, bukan mesin. Proses pemintalan membutuhkan keterampilan khusus dan ketelitian untuk mendapatkan benang yang kuat dan seragam.
Keempat, pembuatan pola dan pengikatan.
Setelah benang dipintal, langkah selanjutnya menyiapkan pola dan melakukan pengikatan untuk menentukan motif yang akan dihasilkan dalam tenunan (mowak). Pengikatan benang ini dilakukan dengan tangan menggunakan teknik ikat tertentu, dan disesuaikan dengan motif yang telah menjadi tradisi turun-temurunkan.
Kelima, pewarnaan benang.
Setelah benang diikat sesuai dengan pola, langkah berikutnya adalah pewarnaan. Pewarnaan tradisional sering menggunakan bahan alami seperti tanaman (taum) dan akar mengkudu (klore) untuk menghasilkan warna-warni yang alami dan tahan lama.
Keenam, proses tenun.
Setelah benang-benang diikat dan diwarnai, dimulai proses tenun menggunakan alat sederhana. Proses tenun ini membutuhkan keahlian khusus untuk menghasilkan kain dengan motif yang sesuai dengan pola yang telah diikat sebelumnya.
Ketujuh, penyelesaian dan finishing.
Setelah proses tenun selesai, kain yang telah jadi diolah lebih lanjut untuk mendapatkan hasil akhir yang berkualitas. Ini termasuk pemotongan ujung kain (kecuali tenunan sarung untuk adat perkawinan, petek hare), pembuatan pinggiran, dan proses finishing lainnya sesuai dengan tradisi lokal.
Makna Sosial dan Budaya
Kerajinan tenun bagi seorang perempuan memiliki makna sosial dan budaya dalam konteks masyarakat Atadei. Berikut, beberapa makna sosial dan budaya dari kerajinan menenun bagi seorang perempuan Atadei.